Sabtu, 29 September 2012

SEJARAH KEBUDAYAAN

.SEJARAH KEBUDAYAAN PENDAHULUAN Kebudayaan-kebudayaan prasejarah yang dibedakan menurut bahan alat-alatnya dapat dibagi dalam dua bagian, yaitu zaman batu dan zaman logam. Zaman logam bukan berarti berakhirnya zaman batu, karena pada zaman logam pun alat-alat dari batu terus berkembang bahkan sampai sekarang. Sesungguhnya nama zaman logam hanyalah untuk menyatakan bahwa pada zaman tersebut alat-alat dari logam telah dikenal dan dipergunakan secara dominan. Zaman logam disebut juga dengan zaman perundagian. Di Indonesia khususnya dan Asia Tenggara umumnya tidak mengalami zaman tembaga tetapi langsung memasuki zaman perunggu dan besi. Kepandaian mempergunakan bahan baru tentu saja disertai dengan cara kerja yang baru. Sehinga muncul orang-orang terampil (undagi). Selain itu perkembangan yang mengarah kemajuan di alami dalam berbagai aspek kehidupan manusia. Dalam pembuatan alat-alat dari logam tidak hanya digunakan untuk keperluan sehari-hari, akan tetapi alat-alat yang terbuat dari logampun dilibatkan dalam upacara-upacara tertentu.Untuk itu perlu adanya pembahasan lebih lanjut khususnya mengenai masa perundagian secara jelas. . BAB II PEMBABAKAN ZAMAN LOGAM Pada zaman Logam orang-orang sudah dapat membuat alat-alat dari logam di samping alat-alat dari batu. Logam tidak dapat dipukul atau di pecah seperti batu yang dapat dibentuk sesuai dengan apa yang diharapkan, selain itu logam tidak dapat dengan mudah diperoleh seperti batu yang banyak terdapat di berbagai tempat. Semakin berkembangnya pengetahuan sehingga orang-orang mengenal teknik melebur logam, mencetaknya menjadi alat-alat yang dihendaki sesuai dengan keperluan. Teknik pembuatan alat logam ada dua macam, yaitu dengan cetakan batu yang disebut bivalve dan dengan cetakan tanah liat dan lilin yang disebut a cire perdue. Periode ini juga disebut masa perundagian karena dalam masyarakat timbul golongan undagi yang terampil melakukan pekerjaan tangan. Zaman logam ini dibagi menjadi tiga zaman diantaranya : A. Zaman Tembaga Orang menggunakan tembaga sebagai alat kebudayaan. Alat kebudayaan ini hanya dikenal di beberapa bagian dunia saja. Di Asia Tenggara (termasuk Indonesia) tidak dikenal istilah zaman tembaga. B. Zaman Perunggu Pada zaman ini orang sudah dapat mencampur tembaga dengan timah dengan perbandingan 3 : 10 sehingga diperoleh logam yang lebih keras. C. Zaman Besi Pada zaman ini orang sudah dapat melebur besi dari bijinya untuk dituang menjadi alat-alat yang diperlukan. Teknik peleburan besi lebih sulit dari teknik peleburan tembaga maupun perunggu sebab melebur besi membutuhkan panas yang sangat tinggi, yaitu ±3500°C. Zaman logam di Indonesia di dominasi oleh alat-alat dari perunggu sehingga zaman logam juga disebut zaman perunggu. Alat-alat besi yang ditemukan pada zaman logam jumlahnya sedikit dan bentuknya seperti alat-alat perunggu, sebab kebanyakan alat-alat besi, ditemukan pada zaman sejarah. Antara zaman neolithicum dan zaman logam telah berkembang kebudayaan megalithicum, yaitu kebudayaan yang mengunakan media batu-batu besar sebagai alatnya, bahkan puncak kebudayaan megalithicum justru pada zaman logam. BAB III CORAK KEHIDUPAN MASYARAKAT PADA ZAMAN PERUNDAGIAN Kebudayaan dan masyarakat merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Masyarakat dapat bertahan hidup karena menghasilkan kebudayaan, kebudayaan itu ada karena dihasilkan oleh masyarakat. Dan melalui kebudayaanlah segala corak kehidupan masyarakat dapat diketahui. Kebudayaan perungggu Asia Tenggara bisa dinamakan kebudayaan Dongson menurut nama tempat penyelidikan pertama di daerah Tonkin. Disana ditemukan segala macam alat-alat dari perunggu dan nekara, alat-alat dari besi dan kuburan-kuburan zaman itu. A. Sistem Kepercayaan Sistem kepercayaan masyarakat prasejarah diperkirakan mulai tumbuh pada masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut atau disebut dengan masa bermukim dan berladang yang terjadi pada zaman Mesolithikum. Mengenai bukti adanya kepercayaan pada zaman Mesolithikum bukti lain yang turut memperkuat adanya corak kepercayaan pada zaman prasejarah adalah ditemukannya lukisan perahu pada nekara. Lukisan tersebut menggambarkan kendaraan yang akan mengantarkan roh nenek moyang ke alam baka. Hal ini berarti pada masa tersebut sudah mempercayai akan adanya roh. Kepercayaan terhadap roh terus berkembang pada zaman prasejarah hal ini tampak dari kompleksnya bentuk-bentuk upacara penghormatan, penguburan dan pemberian sesajen. Kepercayaan terhadap roh inilah dikenal dengan istilah Aninisme. Aninisme berasal dari kata Anima artinya jiwa atau roh, sedangkan isme artinya paham atau kepercayaan. Di samping adanya kepercayaan animisme, juga terdapat kepercayaan dinamisme. Dinamisme adalah kepercayaan terhadap benda-benda tertentu yang dianggap memiliki kekuatan gaib. Contohnya yaitu kapak yang dibuat dari batu chalcedon (batu indah) dianggap memiliki kekuatan. Dengan demikian kepercayaan masyarakat prasejarah adalah animisme dan dinamisme B. Kemasyarakatan Pada masa berburu dan mengumpulkan makanan, masyarakatnya hidup berkelompok dalam jumlah yang kecil. Tetapi hubungan antar kelompok sudah mulai erat karena mereka harus bersama-sama menghadapi kondisi alam yang kejam dan berat, sehingga sistem kemasyarakatan yang muncul pada masa tersebut sangat sederhana. Tetapi pada masa bercocok tanam, kehidupan masyarakat yang sudah menetap semakin mengalami perkembangan dan hal inilah yang mendorong masyarakat untuk membentuk keteraturan hidup. Dan aturan hidup dapat terlaksana dengan baik karena adanya seorang pemimpin yang mereka pilih atas dasar musyawarah. Pemilihan pemimpin tentunya tidak dapat dipilih dengan sembarangan, seseorang yang dipilih sebagai pemimpin adalah seseorang yang memiliki kemampuan untuk melakukan hubungan dengan roh-roh atau arwah nenek moyang demi keselamatan desa setempat, serta keahlian-keahlian yang lebih. Selanjutnya sistem kemasyarakatan terus mengalami perkembangan khususnya pada masa perundagian. Karena pada masa ini kehidupan masyarakat lebih kompleks. Masyarakat terbagi-bagi menjadi kelompok-kelompok sesuai dengan bidang keahliannya. Masing-masing kelompok memiliki aturan-aturan sendiri, dan di samping adanya aturan yang umum yang menjamin keharmonisan hubungan masing-masing kelompok. Aturan yang umum dibuat atas dasar kesepakatan bersama atau musyawarah dalam kehidupan yang demokratis. Dengan demikian sistem kemasyarakatan pada masa prasejarah di Indonesia telah dilandasi dengan musyawarah dan gotong royong. C. Pertanian Sistem pertanian yang dikenal oleh masyarakat prasejarah pada awalnya adalah perladangan, yang hanya mengandalkan pada humus, sehingga bentuk pertanian ini wujudnya berpindah tempat sesuai dengan tingkat kesuburan tanah. Apabila masyarakat menilai tanah sudah tidak lagi subur atau tidak ada humus, maka mereka akan pendah atau mencari tempat yang dianggap subur atau dapat di tanami tanam-tanaman. Selanjutnya masyarakat mulai mengembangkan sistem persawahan, sehingga tidak lagi bergantung pada humus, dan berusaha mengatasi kesuburan tanahnya melalui pengolahan tanah, irigasi dan pemupukan. Sistem persawahan dikenal oleh masyarakat prasejarah Indonesia pada masa neolithikum, karena pada masa tersebut kehidupan masyarakat sudah menetap dan teratur. Pada masa perundagian sistem persawahan mengalami perkembangan mengingat adanya spesialisasi atau pembagian tugas berdasarkan keahliannya. Sehingga masyarakat prasejarah semakin mahir dalam persaudaraan. D. Pelayaran Dengan adanya perpindahan bangsa-bangsa dari daratan Asia ke Indonesia membuktikan bahwa sejak abad sebelum masehi, nenek moyang bangsa Indonesia sudah memiliki kemampuan berlayar. Kemampuan berlayar terus mengalami perkembangan, mengingat kondisi geografis Indonesia terdiri dari pulau-pulau sehingga untuk sampai kepada pulau yang lain harus menggunakan perahu. Jenis perahu yang dipergunakan adalah perahu bercadik. Dari pembuatan perahu bercadik yang sederhana tetapi sudah mampu mengarungi samudera pada jaman prasejarah tersebut. Hal tersebut patutlah untuk dibanggakan kehebatan kemampuan berlayar nenek moyang bangsa Indonesia menjadi modal dasar dari kemampuan berdagang. Sehingga pada awal abad masehi bangsa Indonesia sudah turut ambil bagian dalam jalur perdagangan internasional. E. Sosial-Ekonomi Perkembangan kondisi sosial ekonomi masa Prasejarah di Indonesia sebenarnya mulai terlihat pada masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut atau zaman Mesolitik. Pada masa ini manusia mulai menyadari pentingnya pola kehidupan menetap pada suatu tempat. Hal ini disebabkan adanya kemajuan dan perkembangan pengetahuan masyarakat masa itu dalam berusaha mengolah alam lingkungan untuk pemenuhan kebutuhan hidup. Pada kehidupan menetap ini kemudian memunculkan bentuk-bentuk rumah yang sangat sederhana sebagai tempat tinggal, tempat berlindung terhadap iklim dan cuaca, serta terhadap gangguan binatang buas. Berdasarkan studi analogi etnografi dapat diperkirakan bahwa bentuk rumah tingkat awal sekali adalah berukuran kecil, berbentuk kebulat-bulatan dengan atap yang dibuat dari daun-daunan. Bentuk rumah semacam ini diduga merupakan bentuk awal rumah di Indonesia, dan sampai saat ini masih dijumpai di daerah Timor, Kalimantan Barat, Nikobar, dan Andaman. Berawal dari adanya kelompok-kelompok masyarakat dalam suatu daerah tertentu, dan mengalami perubahan yang mengarah kepada sistem komunal. Di samping itu teknologi pembuatan perkakas juga semakin maju. Hal ini terbukti dengan mulai ditemukannya alat-alat batu yang diasah secara halus, yaitu yang dikenal dengan beliung persegi. Kemajuan pada aspek teknologi ini selanjutnya akan memunculkan adanya stratifikasi sosial tertentu dalam suatu komuniti, misalnya muncul golongan-golongan yang pandai dalam membuat beliung persegi, mulai dari pembuatan bentuk dasar (plank) hingga menjadi beliung persegi yang siap pakai. Selanjutnya dikenal pula teknologi pembuatan gerabah sebagi salah satu sarana kebutuhan hidup sehari-hari yang sangat penting. Di sinipun akan memunculkan golongan-golongan tertentu yang memiliki kepandaian dalam pembuatan gerabah. Perkembangan lainnya yang sangat mendasar pada masa ini adalah mulai dikenalnya bercocok tanam sederhana, yaitu dengan Sistem Tebas-Bakar. Pada masa perundagian ini pola kehidupan perkampungan mengalami perkembangan dan semakin besar, hal ini disebabkan dengan mulai bersatunya kampung- kampung, atau terjadinya sebuah desa yang besar. Munculnya desa-desa besar ini salah satunya disebabkan semakin tinggi frekuensi perdagangan antar perkampungan dalam bentuk tukar menukar barang (barter). Perpindahan penduduk melalui jalur pelayaran juga menjadi penyebab semakin padatnya populasi penduduk dalam suatu perkampungan. Hal seperti ini dapat dibuktikan dari hasil ekskavasi di Situs Gilimanuk (Bali), yang berhasil diketahui jumlah penduduknya mencapai 300 orang. Dengan semakin luasnya hubungan antar wilayah maka kegiatan perdagangan pada masa perundagianpun menjadi semakin berkembang. Jenis-jenis barang daganganpun semakin kompleks karena hubungan-hubungan tersebut telah mencakup wilayah yang sangat luas. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya temuan benda-benda perunggu berupa nekara yang tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia, yang berasal dari kebudayaan DongSon di Vietnam Utara. Dalam kehidupan perkampungan ini mata pencaharian pokok adalah pertanian yang mulai dilakukan secara lebih teratur dan maju, yaitu dengan sistem pengairan dan sistem teras dalam pembuatan sawah-sawah. Hal ini juga didukung dengan semakin majunya sistem teknologi cetak peralatan dari logam (khususnya perunggu) untuk keperluan mengolah sawah. Usaha-usaha domestikasi hewanpun semakin memperlihatkan kemajuannya. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya temuan-temuan tulang-tulang hewan seperti babi, kerbau, kuda, anjing, dan beberapa jenis unggas pemukiman. Kemungkinan dilakukan untuk persediaan bahan makanan hewani, meskipun kegiatan perburuan masih dilakukan walau dengan jumlah yang lebih berkurang. Salah satu benda perunggu yang memiliki nilai estetika dan ekonomis sangat tinggi, dan ditemukan hampir di seluruh wilayah Asia Tenggara adalah nekara. Nekara tersebut merupakan hasil kebudayaan Dongson di Vietnam Utara yang kemudian menyebar hampir seluruh wilayah Asia Tenggara. Hal ini sekali lagi telah membuktikan adanya hubungan secara sosial-ekonomis antara Indonesia dengan wilayah Asia Tenggara lainnya Kegiatan ekonomis dalam bentuk perdagangan didorong oleh adanya temuan alat-alat transportasi air, yaitu perahu bercadik. Bentuk-bentuk perdagangan pada umumnya dilakukan dengan sistem tukar barang dengan barang. Kelangsungan hubungan perdagangan yang secara terus menerus dan cenderung semakin kompleks tersebut pada akhirnya memunculkan apa yang disebut dengan pasar dalam cakupan arti yang sederhana. F. Sosial-Budaya Seni ukir yang diterapkan pada benda-benda masa megalitikum dan seni hias pada benda-benda perunggu menggunakan pola-pola geometrik sebagai pola hias utama. Hal ini terlihat dari temuan di Watuweti (Flores) yang menggambarkan kapak perunggu, perahu dan melukis unsur-unsur dalam kehidupan yang dianggap penting. Pahatan-pahatan pada batu untuk menggambarkan orang atau binatang menghasilkan bentuk yang bergaya dinamis dan memperlihatkan gerak. Terdapat pula kecenderungan untuk melukiskan hal-hal yang bersifat simbolis dan abstrak-stelistis, seperti yang tampak pada gambar-gambar manusia yang diukir sebagai bulu burung bermata lingkaran pada nekara perunggu. Berbagai benda diciptakan guna keperluan religius. Pola topeng pada nekara tipe Pejeng dan pada beberapa jenis peti kubur berfungsi magis sebagai penolak bahaya. Yang sangat menonjol pada masa perundagian ini adalah segi kepercayaan kepada pengaruh arwah (roh) nenek moyang terhadap perjalanan hidup manusia dan masyarakatnya. Dengan demikian pula kepada orang-orang yang meninggal diberikan penghormatan dan persajian selengkap mungkin dengan maksud mengantar arwah dengan sebaik-baiknya ketempat tujuanya, yaitu dunia arwah. Kehidupan dalam masyarakat masa perundagian memperlihatkan rasa solidaritas yang kuat. Peranan solidaritas ini tertanan dalam hati setiap orang sebagai warisan yang telah berlaku sejak nenek moyang. Adat kebiasaan dan kepercayaan merupakan pengikat yang kuat dalam mewujudkan sifat itu. Akibatnya, kebebasan individu agak terbatas karena adanya aturan-atauran yang apabila dilanggar akan membahayakan masyarakat. Pada masa ini sudah ada kalkus kepemimpinan dan pemujaan kepada sesuatu yang suci diluar diri manusia yang tidak mungkin disaingi serta berada diluar batas kemampuan manusia. Dalam masyarakat ini mulai jelas mulai tampak perbedaan golongan-golongan tertentu seperti golongan pengatur upacara-upacara yang berhubungan dengan kepercayaan, petani, pedagang dan pembuat benda-benda dari logam (pandai logam). G. Kemajuan Teknologi Pada bidang teknologi, di samping berusaha menciptakan perkakas untuk keperluan sehari-hari, kemudian mengalami kemajuan dengan mulai diciptakannya benda-benda yang tidak saja bernilai profan tetapi yang bernilai estitika dan ekonomis. Pada teknologi pembuatan gerabah misalnya, ternyata di samping membuat untuk keperluan sehari-hari, mulai dilakukan juga pembuatan gerabah yang bernilai seni dan ekonomis. Hal ini dapat dilihat bahwa selain membuat benda-benda berupa periuk, cawan, tembikar, juga mulai dibuat bentuk-bentuk gerabah dengan aneka motif hiasan. Keragaman bentuk dan motif hias gerabah Indonesia ini kemudian memunculkan beberapa kompleks pembuatan gerabah yang sangat menonjol, antara lain kompleks gerabah Buni, (Bekasi), komplek gerabah Gilimanuk (Bali), dan kompleks gerabah Kalumpang (Sulawesi Selatan). Dari perkembangan teknologi pembuatan gerabah di beberapa situs tersebut, dilihat dari bentuk dan motif hiasnya serta proses pembuatannya, ternyata teknologi tersebut mendapat pengaruh dari luar sebagai akibat adanya hubungan-hubungan seperti disebutkan di atas. Pengaruh-pengaruh tersebut antara lain dari tradisi gerabah Sahuynh dari Vietnam dan tradisi Kalanay dari Filipina. Pada teknologi pembuatan benda-benda logam (khusus perunggu) kemudian juga mengalami perkembangan yang sangat pesat. Di samping membuat perkakas untuk keperluan sehari-hari (misalnya kapak, corong, tajak dan sebagainya) mulai dikembangkan pula pembuatan benda-benda yang memiliki nilai estetika dan ekonomis, misalnya nekara, boneka perunggu, gelang, cincin, bandul kalung, dan sebagainya. Benda-benda tersebut ternyata menjadi salah satu komoditi dalam hubungan perdagangan antara Indonesia dengan wilayah Asia Tenggara lainnya. BAB IV KEMAHIRAN MEMBUAT ALAT A. Kemahiran Membuat Alat Dalam masa perundagian ini, teknologi berkembang dengan pesat. Di pihak lain, terjadi peningkatan usaha perdaganganyang mengalami kemajuan. Teknologi pelayaran juga menentukan perkembangan teknologi secara umum. Hal tersebut berpengaruh pula pada sistem sosial yang telah mengklasifikasikan dari dalam segmen-segmen sosial-ekonomi karena pola-polanya telah terbentuk. Pada masa ini merupakan awal dari kemajuan, karena di zaman perundagian ini sudah mulai menganal teknik peleburan, percampuran, penempaan dan pencetakan jenis-jenis logam seperti tembaga, perunggu dan besi. Di Asia Tenggara logam mulai dikenal kia-kira 3000-2000 S.M. Di Indonesia penggunaan logam diketahui pada masa beberapa abad sebelum masehi, hal ini berdasarkan temuan-temuan arkeologis. Indonesia hanya menganal alat-alat yang dibuat dari perunggu dan besi, sedangkan perhiasan telah mengenal emas. Penggunaan logam tidak seketika menyeluruh di Indonesia, tetapi berjalan setahap demi setahap. Sedangkan beliung dan kampak batu masih digunakan. Benda-benda perunggu yang ditemukan di Indonesia menunjukan persamaan dengan temuan-temuan di Deng Son (Vietnam) diperkirakan adanya hubungan budaya. Jenis-jenis perhiasan pun beraneka ragam berupa gelang, cincin, bandul, kalung dan sebagainya yang terbuat dari perunggu, kulit kerang, tulang, batu dan kaca. B. Benda-Benda Perunggu Jenis benda perunggu yang dikenal di Indonesia ialah nekara, kapak, bejana, boneka atau patung, perhiasan dan senjata. Namaun yang menarikperhatian adalah nekara. Benda-benda lain sebenarnyatelah mendapatkan perhatian sejak abad ke-19, misalnya kapak corong, cincin, mata tombak, kapak upacara (candrasa). Dari penyelidikan dalam zaman perundagian pula orang-orang telah pandai membuat dan menuang kaca. Hanya saja tekniknya masih sederhana kadang masih tercampur pasir. Nekara Nekara merupakan semacam berumbung yang terbuat dari perunggu yang berpinggang dibagian tengahnya dan sisi atasnya tertutup. Diantara nekara yang ditemukan di Indonesia hanya beberapa saja yang ditemukan dalam keadaan utuh. Nekara banyak ditemukan di Sumatra, Jawa, Bali, Pulau Sangean dekat Sumbawa, Roti, Leti, Selayar dan di Pulau Kei. Nekara yang ditemukan di Indonesia pada umumnya bertipe Pejen. G.E. Rumphias pada tahun 1704 menguraikan nekara dari Pejeng (Bali). E.C. Barchowitz menguraikan nekara dari Pulau Luang (NTT). A.B. Meyer menemukan nekara dari Jawa, Salayar, Luang, Roti dan Leti. Nekara tipa Pejen berukuran kecil yang disebut “moka” atau “maka”, adapun tipe Heger I dan tipe Heger IV. Bentuk nekara Pejeng pada umumnya tersusun dalam tiga bagian yaitu : Bagian atas terdiri dari bidang pukul yang bergaris tengah 1,60m menjorong 25m ke luar. Bagian bahu yang meluas ke bawah dan melengkung ke dalam dibagian pinggang yang berbentuk silinder. Bagian kaki berbentuk genta yang melebar di bagian bawah. Menurut pendapat para ahli gambar-gambar yang terdapat di nekara seperti nekara yang berhiaskan gambar kapal dengan bagian depan dan belakangnya berbentuk kepala dan ekor burung dan terdapat lukisan orang yang disamarkan merupakan bukan lukisan perahu-perahu yang dipergunakan untuk berlayar, melainkan melukiskan perahu mayat yang membawa roh orang yang telah mati dari dunia ke akhirat. Kapak Perunggu Secara tipologis kapak perunggu dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu kapak corong dan kapak upacara. Kapak corong disebut juga kapak sepatu, maksudnya kapak yang bagian atasnya berbentuk corong yang sembirnya belah, sedangkan dalam corong itulah dimasukan tangkai kayunya yang menyiku kapada bidang kapak. Jadi seolah-olah kapak disamakan dengan sepatu dan tangkainya diibaratkan sebagai kaki orang. Van Heekeren mengklasifikasikan menjadi kapak corong, kapak upacara dan kalak tembilang (tajak). Soejono membagi kapak perunggu menjadi delapan yaitu : Ø Tipe I (tipe umum). Bentuknya lebar dengan panjang yang lonjong, garis puncak (pangka), tangkainya cekung dan bagian tajam cembung. Ø Tipe II (tipe ekor burung seriti). Bentuk tangkai dengan ujung yang membelah seperti ekor burung seriti, ujung tajam cembung, belahan pada ujung ada yang dalam dan ada yang dangkal. Ø Tipe III (tipe pahat). Bentuk tangkai menyempit dan lurus ada yang pendek dan lebar. Bentuk tajam cembung dan lurus, kapak terbesar berukuran 12,2 x 5,8 x 1,7 cm dan terkecil 5,4 x 3,6 x 1,3 cm. Ø Tipe IV (tipe tembilang). Bentuk tangkai pendek, mata kapak gepeng, bagian bahu lurus kea rah sisinya. Ukuran terbesar 15,7 x 9,6 x 2 cm dan terkecil 13,4 x 6,5 cm. Ø Tipe IV (tipe tembilang). Bentuk tangkai pendek, mata kapak gepeng, bagian bahu lurus kea rah sisinya. Ukuran terbesar 15,7 x 9,6 x 2 cm dan terkecil 13,4 x 6,5 x 1,6 cm. Ø Tipe V (tipe bulan sabit). Mata kapak berbentuk bulan sabit. Bagian tengah lebar dan menyempit, tangkai lebar dan bagian tajamnya menyempit. Jenis terbesar berukuran 16,5 x 15,6 x 3,4 cm dan terkecil 7,2 x 5,2 x 4,5 cm. Ø Tipe VI (tipe jantung). Bentuk tangkai panjang dengan pangkal cekung, bagian bahu melengkung. Ukuran terbesar 39,7 x 16,2 x 1,5 cm dan terkecil 13 x 7,2 x 0,6 cm. Ø Tipe VII (candrasa). Tangkai pendek dan melebar pada pangkalnya, mata kapak tipis dengan kedua ujungnya lebar. Kapak ini sangat besar dan pipih yang terbesar 133,7 cm dan terkecil 37 cm. Ø Tipe VIII (tipe kapak roti). Keseluruhannya gepeng berukuran 90 cm. pangkal tangkai cakram. Cakram ini dihiasi dengan pola roda atau pusaran (whirl). Kapak corong ditemukan di Sumatra Selatan, Jawa, Bali, Sulawesi Tengah dan Selatan, Pulau Selayar dan di Irian dekat danau Sentani. Tidak semua kapak dipergunakan sebagai kapak. Yang kecil umpamanya mungkin sebagai tugal, sedangkan yang indah dan candrasa dipergunakan sebagai tanda kebesaran dan alat upacara saja. Di Bandung ditemukan cetakan-cetakan dari tanah baker untuk menuangkan kapak corong. Bejana Di Indonesia di temukan dua bejana yaitu di Sumatra dan Madura. Bejana perunggu berbentuk bulat panjang seperti keranjang tempat ikan yang diikat di pinggang. Bejana ini dibuat dari dua lempengan perunggu yang cembung diletakan dengan pacuk besi pada sisinya. Bejana perunggu yang ditemukan di Kerici (Sumatra), bentuknya seperti periuk tetapi langsing dan gepeng berukuran panjang 50,8 cm dan lebar 37 cm. Sedangkan bejana yang ditemukan di Sampang (Madura)mempunyai ukuran tinggi 90 cm dan lebar 54 cm. Kedua-duanya memiliki hiasan ukiran yang serupa dan sangat indah, berupa gambar-gambar geometrid an pilin-pilinyang mirip huruf ‘j’. Patung Seni patung rupanya mengalami kemajuan, beberapa buah patung diantaranya arca-arca orang yang sikapnya aneh dan satu arca berbentuk kerbau. Ada pula yang berbentuk cincin yang sangat kecil yang diperkirakan sebagai alat penukaran (uang). Patung-patung yang ditemukan di Indonesia memiliki bentuk seperti orang atau binatang. Patung yang berbentuk orang antara lain berupa penari yang bergaya dinamis. Patung ini beragam bentuk (sikap) baik lurus, melompat, kesamping atau kedepan yang menunjukan babak-babak sebuah tarian. Patung besar berukuran kira-kira 9,4 cm. sedangkan patung berbentuk binatang ditemukan di Limbang (Bogor). Patung yang menggambarkan hewan kerbau berukuran panjang 10,9 cm dan tinggi 7,2 cm. Perhiasan Biasanya dibuat berupa gelang, cincin, kalung dan hiasan lainnya. Gelang yang berhias pada umumnya besar dan tebal. Pola hias pada gelang-gelang berupa pola tumpal, garis tangga dan duri ikan. Teknik Pembuatan Benda Perunggu Cara mengelola logam berbeda dengan cara mengelola batu untuk di bentuk sedemikian rupa agar menjadi sesuatu yang dihendaki. Batu lebih mudah dibentuk, sedangkan loham harus melakukan cara-cara atau teknik-teknik tertentu untuk membentuk logam itu sesuai dengan apa yang dihendaki. Teknik pembuatan benda logam atau perunggu ada dua macam : 1. Teknik Setangkup (Bivalve) Teknik cetakan setangkup menggunakan dua cetakan yang dapat di tangkupkan. Cetakan diberi lubang pada bagian atas, dari lubang itu dituangkan logam cair. Bila sudah dingin, maka cetakan di buka dan selesailah pengerjaannya. Pembuatan benda-benda perunggu dari cara seperti ini dapat dikatakn praktis dan benda atau alat-alatnya bersifat tahan lama, sehingga dapat dipergunakan kembali. Namun hanya dapat mencetak satu jenis saja atau tidak bervariasi. 2. Teknik Cetakan Lilin (à cire perdue) Teknik cetakan lilin mempergunakan bentuk benda yang terlebih dahulu terbuat dari lilin yang berisi tabah liat sebagai inti. Lilin di bentuk sesuai dengan keinginan. Setelah lengkap lilin dibungkus dengan tanah liat yang lunak, agar tanah liat mengikuti bentuk dari lilin tersebut. Pada bagian atas dan bawah diberi lubang, dari atas tuangkan perunggu cair dan dari bawah akan mengalir lilin yang meleleh. Bila telah dingin maka cetakan di pecah dan selesai. Teknik ini lebih sukar dibandingkan dengan teknik setangkup karena banyak langkah yang harus dilakukan, namun benda yang dihasilkan lebih bervariasi. C. Benda-Benda Besi Jenis-jenis benda besi dapat digolongkan sebagai alat keperluan sehari-hari dan senjata. Benda-benda besi yang banyak ditemukan berupa : · Mata kapak atau sejenis beliaung yang diikat secara melintang pada tangkai kayu · Alat bermata panjang dan gepeng dan mungkin digunakan untuk merapatkan benang-banang kain tenun · Mata pisau · Mata sabit yang berbentuk melingkar · Mata alat penyiang rumput · Mata pedang · Mata tombak D. Gerabah Dalam masa perundagian, pembuatan gerabah lebih maju dari masa sebelumnya. Peranan gerabah dalam kehidupan masyarakat dianggap penting dan fungsinya tidak dapat dengan mudah digantikan dengan alat logam. Hal ini terbukti dengan ditemukan gerabag di banyak daerah. Gerabah Malolo dapat digolongkan sebagai komples gerakan yang berkembang di masa perundagian. Pada umumnya gerabah digunakan untuk kepentingan sehari-hari, sedangkan dalam upacara keagamaan gerabah digunakan sebagai tempayan kubur dan sebagai bekal kubur. Kebudayaan gerabah terbagi menjadi tiga kompleks diantaranya : Ø Kompeks gerabah Buni Ø Kopleks gerabah Gilimanuk Ø Kompleks gerabah Kalumpang PENUTUP A. Kesimpulan Dalam masa bercocok tanam, manusia sudah mulai bertempat tinggal secara menetap dan berkelompok. Berbagai upaya dilakukan manusia menuju penyempurnaan, misalnya adalam bidang pertanian, peternakan, pembuatan alat-alat kebutuhan dan lain-lain. Hal-hal barupun telah ditemukan diantaranya peleburan bijih-bijih logam. Sejalan dengan kemajuan yang dicapai, sehingga taraf penghidupannya dan tata-susunan masyarakat menjadi makin kompleks. Masyarakat mulai hidup secara teratur, sehingga muncul golongan undagi (golongan orang-orang terampil). Di zaman perundagian ini banyak kemajuan-kemajuaan dalam berbagai bidang masyarakat, kepercayaan, sosial, ekonomi dan sebagainya. Sehingga diketahui bahwa sejak masa ini sudah adanya hubungan dengan daerah-daerah yang ada di Asia Tenggara. Hal ini di perkuat dengan ditemukannya benda-benda yang ditemukan di Indonesia dengan benda yang berada si Asia Tenggara yang lain seperti Vietnam. DAFTAR PUSTAKA - P. Djoenad, Marwati dan Notosusanto, Nugroho. Sejarah Nasional Indonesia I. 1993. Balai Pustaka: Jakarta - DR. Soekmono, R. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia I. 2006. Kanisius: Yogyakarta - Notosusanto, Nugroho dan Basri, Yusman. Sejarah Nasional Indonesia untuk SMA I. 1980. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan: Jakarta - Rusdiyanto, Bambang dan Junartono, Aris. Panduan Belajar XII SMA. 2006. Primagama: Jakarta - Sardiman, AM dan Kusriyantinah. Sejarah Nasional dan Sejarah Umum. 1995. Kendang Sari: Surabaya - William A. Haviland dan R.G. Soekadijo. Antropologi I. 1998. Erlangga: Jakarta PERANG NUKLIR ZAMAN PRASEJARAH ? Pernah dengar yang namanya epik Ramayana dan Mahabarata? dua epos terkenal dari India kuno. Epos Mahabarata mengisahkan konflik hebat keturunan Pandu dan Dritarasta dalam memperebutkan tahta Kerajaan. Epos ini ditulis pada tahun 1500 SM dan menurut perkiraan perang tsb meletus sekitar 5000 tahun yang lalu. Banyak spekulasi bermunculan dari peristiwa ini, diantaranya ada sebuah spekulasi baru dengan berani menyebutkan bahwa perang Mahabarata adalah semacam perang NUKLIR!! Tapi, benarkah demikian yang terjadi sebenarnya? Mungkinkah jauh sebelum era modern seperti masa kita ini ada sebuah peradaban maju yang telah menguasai teknologi nuklir? Masa sebelum 4000 SM dianggap sebagai masa pra sejarah dan peradaban Sumeria dianggap peradaban tertua didunia. Akan selama ini terdapat berbagai diskusi, teori dan penyelidikan mengenai kemungkinan bahwa dunia pernah mencapai sebuah peradaban yang maju sebelum tahun 4000 SM. Teori Atlantis, Lemuria, kini makin diperkuat dengan bukti tertulis seperti percakapan Plato mengenai dialog Solon dan pendeta Mesir kuno mengenai Atlantis, naskah kuno Hinduisme mengenai Ramayana & Bharatayudha mengenai dinasti Rama kuno dan bukti arkeologi mengenai peradaban Monhenjo-Daroo, Easter Island dan Pyramid Mesir maupun Amerika Selatan. kemungkinan manusia pernah memasuki zaman nuklir lebih dari 6000 tahun yang lalu. Peradaban Atlantis di barat dan dinasti Rama di Timur diperkirakan berkembang dan mengalami masa keemasan antara tahun 30000 SM hingga 15000 SM. Atlantis memiliki wilayah mulai dari Mediteranian hingga Pegunungan Andes di seberang Samudra Atlantis sedangkan Dinasti Rama berkuasa di bagian Utara India-Pakistan-Tibet hingga Asia Tengah. Peninggalan Prasasti di Indus, Mohenjo Daroo dan Easter Island (Pasifik Selatan) hingga kini belum bisa diterjemahkan dan para ahli memperkirakan peradaban itu berasal jauh lebih tua dari peradaban tertua yang selama ini diyakini manusia (4000 BC). Beberapa naskah Wedha dan Jain yang antara lain mengenai Ramayana dan Mahabharata ternyata memuat bukti historis maupun gambaran teknologi dari Dinasti Rama yang diyakini pernah mengalami zaman keemasan dengan tujuh kota utamanya ‘Seven Rishi City’ yg salah satunya adalah Mohenjo Daroo (Pakistan Utara). Dalam suatu cuplikan cerita dalam Epos Mahabarata dikisahkan bahwa Arjuna dengan gagah berani duduk dalam Weimana (sebuah benda mirip pesawat terbang) dan mendarat di tengah air, lalu meluncurkan Gendewa, semacam senjata yang mirip rudal/roket yang dapat menimbulkan sekaligus melepaskan nyala api yang gencar di atas wilayah musuh, lalu dalam sekejap bumi bergetar hebat, asap tebal membumbung tinggi diatas cakrawala, dalam detik itu juga akibat kekuatan ledakan yang ditimbulkan dengan segera menghancurkan dan menghanguskan semua apa saja yang ada disitu. Yang membuat orang tidak habis pikir, sebenarnya senjata semacam apakah yang dilepaskan Arjuna dengan Weimana-nya itu? Dari hasil riset dan penelitian yang dilakukan ditepian sungai Gangga di India, para arkeolog menemukan banyak sekali sisa-sisa puing-puing yang telah menjadi batu hangus di atas hulu sungai.Batu yang besar-besar pada reruntuhan ini dilekatkan jadi satu, permukaannya menonjol dan cekung tidak merata. Jika ingin melebur bebatuan tersebut, dibutuhkan suhu paling rendah 1.800 C. Bara api yang biasa tidak mampu mencapai suhu seperti ini, hanya pada ledakan nuklir baru bisa mencapai suhu yang demikian. Di dalam hutan primitif di pedalaman India, orang-orang juga menemukan lebih banyak reruntuhan batu hangus. Tembok kota yang runtuh dikristalisasi, licin seperti kaca, lapisan luar perabot rumah tangga yang terbuat dari batuan di dalam bangunan juga telah dikacalisasi. Selain di India, Babilon kuno, gurun sahara, dan guru Gobi di Mongolia juga telah ditemukan reruntuhan perang nuklir prasejarah. Batu kaca pada reruntuhan semuanya sama persis dengan batu kaca pada kawasan percobaan nuklir saat ini. Dari berbagai sumber yang saya pelajari, secara umum dapat digambarkan berbagai macam teori dan Penelitian mengenai subyek ini memberikan beberapa bahan kajian yang menarik. Antara lain adalah : Atlantis dan Dinasti Rama pernah mengalami masa keemasan (Golden Age) pada saat yang bersamaan (30000-15000 BC). Keduanya sudah menguasai teknologi nuklir. Keduanya memiliki teknologi dirgantara dan aeronautika yang canggih hingga memiliki pesawat berkemampuan dan berbentuk seperti UFO (berdasarkan beberapa catatan) yang disebut Vimana (Rama) dan Valakri (Atlantis). Penduduk Atlantis memiliki sifat agresif dan dipimpin oleh para pendeta (enlighten priests), sesuai naskah Plato. Dinasti Rama memiliki tujuh kota besar (Seven Rishi’s City) dengan ibukota Ayodhya dimana salah satu kota yang berhasil ditemukan adalah Mohenjo-Daroo. Persaingan dari kedua peradaban tersebut mencapai puncaknya dengan menggunakan senjata nuklir. Para ahli menemukan bahwa pada puing-puing maupun sisa-sisa tengkorak manusia yang ditemukan di Mohenjo-Daroo mengandung residu radio-aktif yang hanya bisa dihasilkan lewat ledakan Thermonuklir skala besar. Dalam sebuah seloka mengenai Mahabharata, diceritakan dengan kiasan sebuah senjata penghancur massal yang akibatnya mirip sekali dengan senjata nuklir masa kini. Beberapa Seloka dalam kitab Wedha dan Jain secara eksplisit dan lengkap menggambarkan bentuk dari ‘wahana terbang’ yang disebut ‘Vimana’ yang ciri-cirinya mirip piring terbang masa kini. Sebagian besar bukti tertulis justru berada di India dalam bentuk naskah sastra, sedangkan bukti fisik justru berada di belahan dunia barat yaitu Piramid di Mesir dan Amerika Selatan. Singkatnya segala penyelidikan diatas berusaha menyatakan bahwa umat manusia pernah maju dalam peradaban Atlantis dan Rama. Bahkan jauh sebelum 4000SM manusia pernah memasuki abad antariksa dan teknologi nuklir. Akan tetapi zaman keemasan tersebut berakhir akibat perang nuklir yang dahsyat hingga pada masa sesudahnya, manusia sempat kembali ke zaman primitif hingga munculnya peradaban Sumeria sekitar 4000 SM atau 6000 tahun yang lalu. tahun 1972 silam, ada sebuah penemuan luar biasa yang barangkali bisa semakin memperkuat dugaan bahwa memang benar peradaban masa silam telah mengalami era Nuklir yaitu penemuan tambang Reaktor Nuklir berusia dua miliyar tahun di Oklo,Republik Gabon

SEJARAH KEBUDAYAAN INDONESIA PENGARUH HINDU-BUDHA

ASAL USUL BANGSA INDONESIA Kajian Bahasa : H. Kern Persebaran benda-benda masa perunggu : Von Heine Geldern KEHIDUPAN MASA PRASEJARAH Berdasarkan kriteria bahan pembuatan alat, maka masa prasejarah diIndonesia dibagi kedalam : 1, Jaman Batu Jaman batu tua(Paleolithicum) Jaman Batu Madya(Mesolithicum) Jaman Batu Besar(Neolithicum) jaman batu besar(megalithikum), tetapi megalithikum ini bukan merupakan jaman melainkan kebudayaan yang berkembang terutama berkaitan dengan aspekreligi. 2. Jaman Logam jaman Perunggu Jaman Besi Selain didasarkan pada kriteria bahan pembuatan alat, pembagian jaman pra sejarah diIndonesia juga dibagi berdasarkan pada cara memenuhi kebutuhan hidup atau berdasarkan system mata pencaharian. Berdasarkan system mata pencaharian maka jaman pra sejarah diIndonesia dibagi kedalam : Jaman berburu dan mengumpulkan makanan Jaman bercocok tanam Jaman perundagian HIPOTESIS TENTANG PROSES AKULTURASI BUDAYA INDONESIA-INDIA Teori Kolonisasi -Hipotesis Ksatria -Hipotesis Waysa -Hipotesis Brahmana 2. Teori Arus Balik Candi Borobudur berbentuk punden berundak, yang terdiri dari enam tingkat berbentuk bujur sangkar, tiga tingkat berbentuk bundar melingkar dan sebuah stupautama sebagai puncaknya. Selain itu tersebar di semua tingkat-tingkatannya beberapa stupa. Borobudur yang bertingkat sepuluh menggambarkan secara jelas filsafat mazhab Mahayana. bagaikan sebuah kitab, Borobudur menggambarkan sepuluh tingkatan Bodhisattva yang harus dilalui untuk mencapai kesempurnaan menjadi Buddha. Bagian kaki Borobudur melambangkan Kamadhatu, yaitu dunia yang masih dikuasai oleh kamaatau "nafsurendah". Bagian ini sebagian besar tertutup oleh tumpukan batu yang diduga dibuat untuk memperkuat konstruk sicandi. Pada bagian yang tertutup struktur tambahan ini terdapat 120 panel cerita Kammawibhangga. Sebagian kecil struktur tambahan itu disisihkan sehingga orang masih dapat melihat relief pada bagian ini. Empat lantai dengan dinding berelief diatasnya oleh para ahli dinamakan Rupadhatu. Lantainya berbentuk persegi. Rupadhatu adalah dunia yang sudah dapat membebaskan diri dari nafsu, tetapi masih terikat oleh rupa dan bentuk. Tingkatan ini melambangkan alam antara yakni, antara alam bawah dan alam atas. Pada bagian Rupadhatu ini patung-patung Buddha terdapat pada ceruk-ceruk dinding diatas ballustrade atau selasar. Mulai lantai kelima hingga ketujuh dindingnya tidak berelief. Tingkatan ini dinamakan Arupadhatu (yang berarti tidak berupa atau tidak berwujud). Denah lantai berbentuk lingkaran. Tingkatan ini melambangkan alam atas, dimana manusia sudah bebas dari segala keinginan dan ikatan bentuk dan rupa, namun belum mencapai nirwana. Patung-patung Buddha ditempatkan didalam stupa yang ditutup berlubang-lubang seperti dalam kurungan. Dari luar patung-patung itu masih tampak samar-samar.

Sejarah Singkat Pusat Kebudayaan Indonesia di Mesir

1336672955288498356 Pusat Kebudayaan dan Informasi (PUSKIN) KBRI Kairo merupakan sebuah lembaga [badan hukum] yang bertujuan mempromosikan budaya dan bahasa Indonesia kepada orang asing. Sejak pertama kali didirikan secara resmi pada tahun 1987, PUSKIN menjalankan berbagai aktivitas, seperti pelajaran bahasa Indonesia dan pengenalan budaya Indonesia yang lain. Pada awalnya kegiatan PUSKIN terfokus pada pelajaran bahasa Indonesia dan belum banyak dikenal oleh masyarakat Mesir. Namun demikian, dengan berjalannya waktu PUSKIN semakin mendapat tempat di hati para pemerhati Indonesia dari kalangan masyarakat Mesir. Hal ini setidaknya bisa dilihat dari beraneka ragamnya status para peserta di kelas pelajaran bahasa, dari sisi umur maupun profesinya. Penggarapan PUSKIN ke arah yang lebih serius dilakukan semenjak Oktober 2009. Kongkretnya, jika sebelumnya berita mengenai PUSKIN hanya dari mulut ke mulut, semenjak saat itu PUSKIN dipromosikan melalui iklan di beberapa surat kabar di Mesir. Hasilnya cukup menggembirakan, lebih dari 300 (tiga ratus) orang mendaftar untuk belajar bahasa Indonesia di PUSKIN. Namun karena keterbatasan ruangan kelas, PUSKIN tidak dapat menampung seluruh pendaftar. Untuk itu, dilakukan tes seleksi dan diterima 120 siswa yang dibagi ke dalam 16 kelas dengan jam pengajaran dibagi menjadi dua, yaitu jam 16.30-18.00 dan 18.30-20.00. Di sisi lain, untuk mengimbangi jumlah murid yang semakin banyak, training dan tes bagi para calon guru PUSKIN dilakukan secara lebih baik. Dari 24 (dua puluh empat) peminat yang mendaftar sebagai calon guru pada tahun 2009, PUSKIN merekrut 7 (tujuh) orang yang terbaik untuk menjadi guru PUSKIN menambahi 3 (tiga) guru PUSKIN yang telah ada sehingga saat ini guru PUSKIN berjumlah 10 (sepuluh) guru. Selain itu, sistem belajar mengajar juga diperbaiki. Jika sebelumnya tidak ada buku pegangan pasti dan berjenjang, maka sejak 2009 mulai dibentuk tim perumus buku diktat bahasa Indonesia di bawah bimbingan Prof. Dr. Sangidu M. Hum. Tim yang terdiri dari para guru PUSKIN tersebut berhasil mennyelesaikan 5 jilid buku untuk 6 tingkat kursus Bahasa Indonesia. Hingga saat ini PUSKIN masih membuka diri untuk melakukan perbaikan kurikulum sesuai ketentuan yang berlaku dan tuntutan di lapangan sesuai dengan kebutuhan para peserta. Lebih jauh lagi, aktivitas PUSKIN juga tidak hanya terbatas pada belajar bahasa Indonesia, namun juga ditambah dengan pelatihan musik angklung. Tercatat ada sekitar 12 orang murid PUSKIN yang ikut aktif belajar angklung. Mereka juga ikut berpartisipasi dalam penampilan musik angklung bersama dengan mahasiswa Indonesia dalam peringatan 63 tahun hubungan diplomatik Indonesia Mesir. Selain belajar bahasa Indonesia dan musik, PUSKIN juga melakukan berbagai aktivitas lain, seperti nonton film Indonesia. Selain untuk pelatihan pemahaman dan pendengaran mereka terhadap bahasa Indonesia, juga sebagai sarana penyebaran budaya Indonesia. Agenda ini dilakukan setiap dua bulan sekali. Juga ada olah raga bersama, seperti voli dan tenis meja. Bahkan dalam peringatan 17 Agustus 2010 juga dilakukan berbagai aktivitas ke-Indonesiaan, seperti tarik tambang, lomba lari kelereng, lari karung, dan memasukkan jarum ke dalam botol. Selain itu, siswa PUSKIN juga ikut aktif dalam berbagai aktivitas yang diselenggarakan oleh KBRI Kairo. Pada tahun 2011, aktivitas PUSKIN semakin meningkat. Selain berbagai aktivitas di atas, juga ditambah dengan pelatihan memasak, tour bersama, pelatihan silat dan mengadakan berbagai seminar untuk para siswa Ke depan, selain melestarikan berbagai aktivitas yang sudah ada, juga akan dikembangkan berbagai pelatihan lain yang kiranya semakin mengenalkan budaya Indonesia dan menguatkan hubungan kebangsaan antara rakyat Mesir dan rakyat Indonesia. http://indomesir.com/id/sejarah-singkat-pusat-kebudayaan-indonesia-di-kairo/

Pak Soekarno dan Kebudayaan Indonesia Atas Malaysia

1340159631376398023 Presiden Soekarno saat berpidato. Sumber:http://www.merdeka.com/peristiwa/ini-cara-soekarno-beli-bh-di-amerika.html ”Kalau kita lapar itu biasa. Kalau kita malu, itu juga biasa. Namun, kalau kita lapar atau malu itu karena Malaysia, kurang ajar! Kerahkan pasukan ke Kalimantan, hajar cecunguk Malayan itu! Pukul dan sikat, jangan sampai tanah dan udara kita diinjak-injak Malaysian keparat itu.” ”Doakan aku, aku akan berangkat ke medan juang sebagai patriot bangsa, sebagai martir bangsa, dan sebagai peluru bangsa yang tak mau diinjak-injak harga dirinya.” ”Serukan, serukan ke seluruh pelosok negeri bahwa kita akan bersatu untuk melawan kehinaan ini. Kita akan membalas perlakuan ini dan kita tunjukkan bahwa kita masih memiliki gigi yang kuat dan kita juga masih memiliki martabat.” ”Yoo… ayooo… kita ganyang. Ganyang Malaysia! Ganyang Malaysia! Bulatkan tekad. Semangat kita baja. Peluru kita banyak. Nyawa kita banyak. Bila perlu satoe- satoe!” Sumber: kompas.com Itulah pidato Pak Soekarno yang sangat berani menurut saya, namun saya keberanian seperti ini belum nampak pada pemipin-peminpin Indonesia setelah Pak Karno. Tidak adanya keberanian seperti Pak Karno menyebabkan negara Malaysia dengan mudah mengakui beberapa budaya Indonesai bahkan pulau perbatasan Indonesai. Konfrontasi Indonesia-Malaysia yang berlangsung sejak tahun 1962 rupanya belum berakhir. Malaysia terus-menerus mengakui kebudayaan-kebudayaan Indonesai sebagai kebudayaannya sendiri, mulai dari kebudayaan dalam bentuk tari dan seni rupa, sampai pada lagu-lagu cirikhas Indonesai. Selain itu juga Pulau Ambalat pernah direbut oleh Malaysia. Kebudayaan dalam bentuk tari dan seni yang pernah diakui Malaysia yaitu, Batik, Tari Pendet, Wayang kulit, Angklung, Reog Ponorogo, Kuda Lumping, Keris, Rendang Padang, Gamelan Jwa, Tari Piring, Ulos, dan akhir-akhir ini adalah Tari Tor-Tor. Sedangkan lagu-lagu khas Indonesai yang pernah diakui Malaysia yaitu, lagu Rasa Sarange, lagu Soleram, lagu Anak Kambing Saya, dan lagu Jali-jali. Pengakuan Malaysia terhadap batik telah membuat pengrajin batik Indonesai resah. Padahal batik Indonesai adalah asli milik Indonesai yang secara historis berasal dari zaman nenek moyang Indonesai yang dikenal sejak abad XVII yang ditulis dan dilukis pada daun lontar. Kemudian diteruskan pada zaman Kerajaan Majapahit, dikembangkan terus pada abad ke-XVII. Pengakuan Malaysia terhadap batik Indonesai dapat diakhiri dengan cara Indonesai mencantumkan batik sebagai Intangibe Cultur Haritage di UNESCO. 1340155967380178010 Batik Asli Indonesia. Sumber:http://taufiqurokhman.com/berita/175/batik-asli-indonesia.html Pengakuan Malaysia terhadap Tari Pendet sebagai Visit Malaysia Years atau sebagai iklan promosi kunjungan ke Malaysia. Padahal sudah jelas Tari Pandet adalah tari yang digunakan pada sebuah ritual sakral odalan di Pura yang dilakukan oleh masyarakat Bali sejak tahun 1950. Kemdian dikembangkan oleh I Wayan Beratha dan I Wayan Rindi sampai sekarang. 13401562641964248756 Seorang Nenek Menari Tari Pendet. Sumber:http://blogcollectionmediagallery.blogspot.com/2009/08/tari-pendet-or-pendet-dance.html Budaya Wayang kulit juga diakui oleh Malaysia. Padahal menurut sejarah kebudayaan Indonesia, budaya Wayang kulit merupakan Budaya asli Indonesia. Sejarawan budaya asal Belanda, Dr. GA.J dalam desertasinya yang berjudul Bijdrage tot de Kennis van het Javaanche (1897) mengatakan bahwa Wayang merupakan pertunjukan asli Jawa . Jadi Malaysia tidak pantas mengakui budaya Wayang Kulit sebagai budaya-nya karena tidak ada sejarah yang mengatakan bhawa budaya Wayang Kulit berasal dari Malaysia. 13401564341064956391 Gunungan dalam Wayang kulit. Sumber:http://www.semarweb.com/wayang.html Saya juga belum menemukan informasi sejarah yang yang menjelaskan bahwa Angklung berasal dari Malaysia. Saya menemukan informasi yang mnegatakan bahwa Angklung baru muncul merujuk pada masa Kerajaan Sunda (abada ke-12 samapai abad ke-16). Beberapa ahli sejarah kebudayaan seperti, J. Kunst (Mr. J dan C.J A Kunst “Musical Exploration in the Indian Archipelago” dalam Asiatic Review, Oktober 1936, hal.814 dan Will G. Gilbert Muziek uit Oost-en West, Inleiding tot de Inchemsche Muziek van Nederlandsch Oost-en West India, (tidak bertahun) hal.9-10) berpendapat, bahwa beberapa alat musik bambu berasal dari masa sebelum adanya pengaruh Hindu. 13401569261352993982 Angklung Indonesia tempo dulu. Sumber:http://beellaasam.blogspot.com/2011/11/angklung-si-alat-musik-tradisional.html Menurut dugaan mereka, permulaan berkembangnya alat musik dari Angklung di Indonesia sangat erat hubungannya dengan perpindahan penduduk dari daratan Asia yang kemudian menjadi nenek moyang suku-suku Melayu Polinesia, beberapa Melanium sebelum Masehi. Dari bukti-bukti yang dapat dikumpulkan, dengan terdapatnya alat musik dari bambu yang sama bentuknya di Asia Tenggara, dugaan tersebut dapat di terima. Menurut perkiraan Dr. Groneman, sebelum berkembangnya pengaruh Hindu di Indonesia Angklung sudah merupakan alat musik yang digemari penduduk (Dr. J. Groneman. “De Gamelan to Jogjakarta, Letterkundige Vehadelingen der Koninkl, Akademi, jilid XIX, hal. 4). Reog Porogo asli khas Jawa Timur yang populer sejak masa Kerajaan Majapahit pada abad ke-15 juga pernah diakui oleh Malaysia. Namun di Malaysia namanya bukan Reok Ponorogo, tapi bernama Tari Barongan. Malaysia hanya merubah nama dan ceritanya dikaitkan dengan cerita Islam, tapi gerakan dan tariannya sama. Adanya tari Reog Ponorogo di Malaysia dibawa oleh masyarakat Jawa yang sedang merantau sejak tahun 1722. Kontroversi timbul karena pada topeng dadak merak terdapat tulisan “Malaysia”. Namun pada akhir November 2007, Duta Besar Malaysia untuk Indonesia Datuk Zainal Abidin Muhammad Zain menyatakan bahwa Pemerintah Malaysia tidak pernah mengklaim Reog Ponorogo sebagai budaya asli negara itu. Reog yang disebut “Barongan” di Malaysia dapat dijumpai di Johor dan Selangor, karena dibawa oleh rakyat Jawa yang merantau ke negeri tersebut. 1340157155939501515 Tari Reog Ponorogo.Sumber:http://jembatan-pengetahuan.blogspot.com/2011/04/tari-reog-ponorogo.html Tari Kuda Lumping yang bersala dari Jawa Indonesai diakui oleh Malaysia, padahal tidak ada dalam catatan sejarah manapun yang meyatakan bahwa Tari Kuda Lumping berasal dari Malaysia. Dalam catatan sejarah Indonesai juga tidak ada catatan secara tertulis mengenai Tari Kuda Lumping, hanya sebuah riwayat yang diceritakan dari generasi ke generasi. Dalam riwayat masyarakat Jawa menceritakan bahwa tari Kuda Lumping merupakan bentuk apresiasi dan dukungan rakyat jelata terhadap pasukan berkuda Pangeran Diponegoro dalam menghadapi penjajah Belanda. Ada pula versi yang menyebutkan, bahwa tari Kuda Lumping menggambarkan kisah perjuangan Raden Patah, yang dibantu oleh Sunan Kalijaga, melawan penjajah Belanda. Versi lain menyebutkan bahwa, tarian ini mengisahkan tentang latihan perang pasukan Mataram yang dipimpin Sultan Hamengku Buwono I, Raja Mataram, untuk menghadapi pasukan Belanda. 13401576851499940528 Teri Kuda Lumping. Sumber:http://teknoclever.blogspot.com/2012/03/nuansa-magis-seni-tradisional-di.html Selanjutnya masalah Keris. Keris merupakan salah satu karya seni budaya adiluhung yang bernilai tinggi. Keris awalnya sebagai senjata tradisional Jawa yang melambangkan estetika tinggi, memiliki arti seremonial dan teknologi tinggi metalurgi unggul, disamping benda antik yang berharga. Keris juga diakui sebagai Worl Heritage dan memperoleh penghargaan Master pice of The Oral snd Intangible Heritage of Huminity dari UNESCO, yang merupakan pengakuan dunia bahwa keris merupakan karya agung warisan Indonesai, bukan milik Malaysia. 1340157847215532939 Karis Indonesia. Sumber: http://bonikasten99.blogspot.com/2011/05/keris-budaya-indonesia.html Rendang Padang merupakan masakan tradisional Minangkabau Indonesia, bukan dari Malaysia. Prof. Gusti Asnan menduga, rendang telah menjadi masakan yang tersebar luas sejak orang Minang mulai merantau dan berlayar ke Malaka untuk berdagang pada awal abad ke-16. “Karena perjalanan melewati sungai dan memakan waktu lama, rendang mungkin menjadi pilihan tepat saat itu sebagai bekal. Hal ini karena rendang kering sangat awet, tahan disimpan hingga berbulan lamanya, sehingga tepat dijadikan bekal kala merantau atau dalam perjalanan niaga. Rendang juga disebut dalam kesusastraan Melayu klasik seperti Hikayat Amir Hamzah yang membuktikan bahwa rendang sudah dikenal dalam seni masakan Melayu sejak 1550-an (pertengahan abad ke-16). Jadi tidak ada alasan bagi Malaysia untuk mengakui masakan Rendang asal Padang tersebut. 13401579901311198178 Masakan Rendang Padang. Sumber:http://inforesep.com/resep-rendang-daging-2.html Setelah mengakui Rendang Padang, Malaysia mengakui budaya Gamelan Jawa. Malaysia memasukan alat musik gamelan dalam daftar kesenian dan budaya warisan kebangsaan Malaysia. Malaysia bahkan telah mendaftarkan paten gamelan pada 23 Februari 2009. Padahal seorang sarjana berkebangsaan Belanda bernama Dr. J.L.A. Brandes secara teoritis mengatakan bahwa jauh sebelum datangnya pengaruh budaya India, bangsa Jawa telah rnemiliki ketrampilan budaya atau pengetahuan yang mencakup 10 butir (Brandes, 1889).Diantara yang 10 tersebut adalah gamelan. Istilah “karawitan” yang digunakan untuk merujuk pada kesenian gamelan banyak dipakai oleh kalangan masyarakat Jawa. Istilah tersebut mengalami perkembangan penggunaan maupun pemaknaannya. Banyak orang memaknai “karawitan” berangkat dari kata dasar “rawit” yang berarti kecil, halus atau rumit. Konon, di lingkungan kraton Surakarta, istilah karawitan pernah juga digunakan sebagai payung dari beberapa cabang kesenian seperti: tatah sungging, ukir, tari, hingga pedhalangan (Supanggah, 2002:5¬6). Nah dari sejarahnya, Malaysia jelas ingin merebut kebudayaan Gamelan ini. 13401581204426889 Gamelan Jawa. Sumber:http://kmk312ratna.wordpress.com/kesenian-4/gamelan/ Setelah Gamelan, Malaysia mengakui seni Tari piring. Padahal tari piring sudah jelas-jelas milik bangsa Indonesia sejak dulu kala. Tidak dapat dipastikan dengan tepat mengenai sejarah Tari Piring. Namum, dipercayai bahawa ia telah wujud sekian lama di kepulauan Melayu sejak lebih 800 tahun yang lalu. Tarian ini dipercayai telah bertapak di Sumatra Barat atau lebih dikenali sebagai Minangkabau, dan berkembang hingga ke zaman Sri Viiaya. Kemunculan kerajaan Majapahit pada kurun ke 16, yang menjatuhkan kerajaan Sri Vijaya telah mendorong perkembangan Tari Piring ke negeri-negeri Melayu bersama-sama penghijrah atau orang-orang pelarian Sri Vijaya ketika itu. Sampai sekarang tari piring terus berkembang dan banyak yang menggemarinya. 1340158512759161145 Penari Tari Piring. Sumber:http://su.wikipedia.org/wiki/Gambar:Tari_Piring.jpg Selanjutnya Kain Ulos yang menjadi incaran Malaysia. Padahal Kain Ulos ini merupakan bagian kebudayaan masyarakat Batak, sejak zaman dulu hingga sekarang.Ulos juga menjadi souvenir khas Sumatera Utara. Jadi Kain Ulos bukan milik Malaysia, sekali lagi bukan milik Malaysia. Melainkan Milik Indonesia. 1340158904462600954 Kain ulos sadum angkola untuk atasan dan kain taffeta yang dibordir untuk bawahan, rok. Sumber:http://oliviacantabile.blogspot.com/2011/01/karya-saya-di-kuliah-kriya-studio.html Terakhir, baru-baru ini Malaysia akan mencatat budaya masyarakat Mandailing, Tari Tor Tor dan alat musik Gordang Sembilan, dalam Undang-Undang Warisan Nasional 2005, yang dinyatakan oleh Menteri Budaya, Komunikasi dan Informasi Malaysia, Datuk Seri Rais Yatim setelah menghadiri peluncuran Komunitas Mandailing di Kuala Lumpur pada hari Jumat (15/6). 13401591691655198432 Tari Tor-Tor. Sumber:http://skalanews.com/baca/news/8/0/115305/politik/ruhut-sitompul-desak-anas-mundur.html Pengakuan-pengakuan kebudayaan Indonesia di atas oleh Malaysia sangat nampak bahwa Malaysia miskin kebudayaan dan ingin menguasai Indonesia memlalui pintu kebudayaan. Terus menerus Malaysia menggerogoti bangsa Indonesia. Tidak hanya Seni dan budaya serta lagu-lagu khas Indonesai yang direbut oleh Malaysia, pulau-pulau perbatasan juga direbut oleh Malaysia, seperti di Sipadan dan Ligitan (sebelah utara Ambalat). Melihat kejadian-kejadian di atas, diam-diam Malaysia lambat laun akan menguasai Indonesai. Sedangkan Indonessai tidak sadar dengan hal tersebut, menganggap negara Malaysia adalah negara tetangga sebagaimana biasanya. Saya yakin setelah Tari Tor-tor suatu nanti akan ada lagi yang akan diakui Malaysia dari Indonesia. Mari selamatkan kebudayaan-kebudayaan Indonesai. 1340159283356886860 Mari pertahankan budaya kita. Sumber:http://amnesssia.wordpress.com/2009/11/12/budaya-kita-milik-siapa/

SEJARAH KEBUDAYAAN SEJAK ZAMAN MERDEKA

Buku Sejarah Kebudayaan Indonesia (SKI) mengulas tahapan perkembangan kebudayaan Indonesia pada setiap periode. Perencanaan peluncuran buku ini dijadwalkan berbarengan dengan buku Sejarah Nasional Indonesia. Adapun waktunya masih menunggu konfirmasi kesiapan dari Presiden SBY yang akan didampingi oleh Menbudpar. Acara peluncuran buku ini sedianya akan diisi dengan pembahasan mengenai isi buku. Pembahas - Roger Tol, Direktur KITLV Jakarta - Budayawan Dr. Muji Sutrisno - Penulis Gunawan Muhammad Moderator Dr. Mukhlis PaEni, Sejarawan, Antropolog, Ketua MSI, dan Ketua Lembaga Sensor Film. Team Redaksi: - Endjat Djaenuderadjat (Direktur Geografi Sejarah) - Triana Wulandari (Kasubdit Perkembangan Wilayah Sejarah) - Dwiana Hercahyani (Kasi Perbatasan Wilayah) - Tirmizi - Dewaki Kramadibrata (Staf Pengajar FIB UI). Ulasan singkat tentang Buku Sejarah Kebudayaan Indonesia. 1. Religi dan Falsafah Sejarah Kebudayaan Indonesia (SKI) merupakan bahasan tahapan perkembangan kebudayaan Indonesia pada setiap periode. Kawasan Indonesia mempunyai banyak pulau yang dipisahkan oleh laut dan selat memiliki sejarah perkembangan budaya yang tidak seragam. Daerah yang berada dalam satu wilayah pun kadang mengalami perbedaan perkembangan kebudayaan. Beberapa penyebabnya adalah (1) perbedaan intensitas budaya asing yang masuk ke masing-masing daerah dan (2) perbedaan periode (lama waktu) intervensi budaya luar terhadap budaya lokal daerah. Dua faktor utama tersebut berperan dalam membentuk budaya Indonesia saat ini. Dalam perkembangannya, ada unsur yang melatari perkembangan unsur lainnya, yaitu unsur Religi. Unsur tersebut melahirkan pandangan hidup. Buku SKI jilid I ini membahas mengenai religi dan falsafah yang berkembang di Indonesia. Pembahasan tersebut dikemas secara ringkas sehingga dapat diapresiasi oleh pembaca. Religi selalu hadir dalam bentuk apa pun di setiap kebudayaan etnik di dunia. Tak terkecuali etnik di Nusantara. Bentuk Religi dalam wujudnya yang paling pertama adalah menghormati kekuatan yang mengisi ruang alam. Kekuatan tersebut mencakup kekuatan negatif maupun positif. Tak bisa disangkal bahwa kedua kekuatan tersebut hadir dalam kehidupan manusia. Kekuatan tidak berbentuk dan dapat menghuni berbagai ruang seperti bebatuan, sungai, pepohonan atau lembah. Saat peradaban mulai berkembang, religi menyesuaikan bentuknya dengan pemikiran manusia. Ketua kelompok dipilih oleh anggotanya berdasarkan konsep Primus Interpares (yaitu orang yang paling unggul di antara para unggulan). Selama menjadi pemimpin, ketua kelompok diharuskan sanggup menyelenggarakan pesta jasa (fiest of merit) pada seluruh anggotanya. Pesta tersebut bisa berupa pendirian monumen untuk mengenangnya. Monumen tersebut biasanya berbentuk punden berundak, dengan menhir yang menjulang tegak di atasnya. Jika meninggal, roh ketua kelompok akan mendiami puncak-puncak gunung bersama roh leluhur. Roh ketua kelompok dapat dipanggil sewaktu-waktu rakyatnya memerlukan pertolongan dengan memasuki menhir yang menjadi simbolitas. Dengan demikian lahirlah Religi Pemujaan terhadap Arwah Leluhur (ancestor worship) di Nusantara. Demikianlah ketika agama besar dunia hadir ke kehidupan penduduk di kepulauan Nusantara pada awal tarikh Masehi. Dalam bidang religi, nenek moyang kita sudah mempunyai dasar yang baik, yaitu sudah bisa mengidentifikasikan kekuatan supranatural. Mereka sudah mampu mengatur warganya sesuai dengan pandangan hidup terhadap kekuatan supranatural. Mereka juga mampu menciptakan kesenian yang didedikasikan untuk kekuatan supranatural, dan masih banyak lagi bentuk apresiasi lainnya untuk alam supranatural. Agama Hindu dan Buddha yang diterima secara luas di Jawa, Sumatera, Bali, dan sedikit di Kalimantan sebenarnya merupakan pembungkus dari ritual pemujaan terhadap arwah leluhur. Agama Islam, Kristen, Katholik yang datang menyusul mendapatkan sambutan yang baik dan berkembang dengan subur di beberapa wilayah berbeda Nusantara. Perbedaan pendalaman agama-agama besar itu terjadi karena akulturasi dengan lapisan kebudayaan yang sudah mengendap sebelumnya. Hingga dewasa ini kehidupan religi di Indonesia berjalan dengan baik, rasa toleransi, dan melanjutkan tradisi tetap hidup, di antara etnik-etnik besar atau pun kecil. 2. Masa Kejayaan Hindu-Buddha Pada masa kekuasaan Hindu-Buddha, masyarakat bisa mengangkat negeri ini hingga mencapai kejayaan. Masyarakat saat ini masih merasa ikut memiliki peninggalan peradaban tersebut, misalnya peninggalan kerajaan Sriwijaya atau Mataram Kuno. Peninggalan tersebut rupanya bisa dimanfaatkan menjadi sumber penghidupan masyarakat saat ini. Wisatawan berdatangan untuk melihat peninggalan sejarah yang dijadikan sebagai objek wisata, mengagumi kejayaan masa lalu. Hal itu membuktikan bahwa sistem sosial masyarakat di masa lalu tidaklah buruk, bahkan mereka mampu membangun karya monumental yang membanggakan. Masa kejayaan Islam merupakan kebanggaan bagi sebagian masyarakat. Hal itu ditimbulkan dari anggapan bahwa keberhasilan penyebar agama Islam mampu menanamkan kekuasaan di Nusantara. Masyarakat yang tadinya tidak beragama / kafir, bisa diubah menjadi masyarakat yang bermartabat dan agamis. Agama Islam menjadi rujukan pembuatan tata nilai atau seluruh tindakan sosial di Nusantara. Beberapa kesultanan didirikan oleh bangsa Arab atau setidaknya mengadopsi nama-nama Arab yang menandakan mereka adalah Islam. Istilah “sulthan” menjadi sebutan bagi penguasa di berbagai kerajaan kecil yang mampu bertahan. Pertikaian antarkelompok mewarnai kerajaan-kerajaan Islam. Di Aceh, pengikut Hamzah Fansyuri diburu dan seluruh buku karangan Hamzah Fansyuri pun dibakar. Pengikut Ar Raniri, orang Arab dari Kerala, membantu mempertahankan kelangsungan Islam di Aceh. Penyebar Islam di Jawa kebanyakan merujuk pada satu dewan wali yang dikenal dengan Walisongo. Beberapa anggotanya seperti Sunan Kalijogo, Sunan Kudus, Sunan Bonang, Sunan Giri, Sunan Gunung Jati, kyai Pandan Aran masih menjadi tokoh yang sangat dikagumi hingga masa kini. Di Sulawesi ada kesan khusus pada satu tokoh Islam karena dianggap sebagai simbol perlawanan pada kaum kafir, orang Belanda, yaitu Syeh Yusuf yang diasingkan ke Afrika Selatan. Masyarakat Islam Indonesia pada masa kini belum berhasil menghasilkan sesuatu yang bermakna. Mungkin satu-satunya peninggalan kerajaan Islam yang tersisa adalah “Serat Centhini di Jawa”, yang berupa sebuah ensiklopedi yang cukup tebal. Serat itu mungkin hanya tertandingi oleh “La Galigo” dari Sulawesi Selatan yang mungkin dibuat pada masa Kerajaan Sawungaling. Masyarakat saat ini tidak mampu bersatu untuk menciptakan karya-karya monumental seperti masa dahulu. Masa pendudukan Belanda di Indonesia merupakan masa-masa paling gelap. Bangsa Indonesia sama sekali tidak memiliki kesempatan untuk berkembang sebagai suatu bangsa yang mandiri. Kita hanya bisa mengagumi bagaimana bangsa Jepang mampu bertahan dan melakukan restorasi Meiji yang terkenal sehingga menyejajarkan kedudukan Jepang dengan bangsa-bangsa Barat. Selanjutnya, orang-orang yang digolongkan ke kelompok ‘abangan’ ini mampu melahirkan ide-ide cemerlang untuk bangsa. Kita semua mengenal nama-nama seperti Tan Malaka, Douwes Dekker, atau bahkan Bung Karno. Tokoh-tokoh tersebut telah merintis jalur ke arah kemerdekaan dan memungkinkan pembebasan bangsa ini dari segala bentuk penjajahan baik fisik, ekonomi, dan mental spiritual. Sejak 1945, setelah Jepang menyerah pada sekutu, bangsa Indonesia merasa bebas dan bersatu mendirikan negara Indonesia. Undang-undang Dasar 1945 dan Pancasila menjadi landasan falsafah bangsa.

SEJARAH KEBUDAYAAN INDONESIA

1. Zaman Batu dan Logam Indonesia adalah bangsa yang besar dengan sejarah kebudayaan yang sangat panjang. Menurut hasil temuan-temuan yang ada kebudayaan Indonesia sudah dimulai dari zaman Zaman batu, kira-kira 1.7 juta tahun yang lalu. Berdasarkan pendapat-pendapat para ahli prehistoris, zaman batu dibagi menjadi 3, yaitu : a. Zaman Batu Tua (Paleolitikum) b. Zaman Batu Pertengahan (Mesolitikum) c. Zaman Batu Muda (Neolitikum) a. Zaman Batu Tua (Paleolitikum) Periode zaman ini adalah antara tahun 50.000 SM - 10.000 SM. Pada zaman ini, manusia hidup secara nomaden dalam kumpulan kecil untuk mencari makanan. Mereka memburu binatang, menangkap ikan dan mengambil hasil hutan sebagai makanan. Mereka belum bisa bercocok tanam. Mereka menggunakan batu, kayu dan tulang binatang untuk membuat peralatan memburu. Mereka membuat pakaian dari kulit binatang tangkapan mereka. Selain itu, mereka telah pandai menggunakan api untuk memasak, memanaskan badan dan mengusir binatang. b. Zaman Batu Pertengahan (Mesolitikum) Ketika masa mesolitikum, penduduk Indonesia sudah mulai hidup dengan cara menetap dan sudah mulai bercocok tanam secara sederhana untuk memenuhi kebutuhan makanan mereka, disamping berburu hewan dan menangkap ikan. Tempat tinggal yang mereka pilih umumnya berlokasi di tepi pantai (kjokkenmoddinger) dan goa-goa (abris sous roche). · Kjokkenmoddinger adalah sampah dapur yang berisi siput, kerang dan barang-barang hasil kebudayaan seperti kapak genggam, ditemukan di sepanjang pantai timur Pulau Sumatera. · Abris sous roche adalah goa menyerupai ceruk batu karang yang digunakan manusia sebagai tempat tinggal. Ditemukan didaerah Madiun, Besuki, Timor dan Rote. c. Zaman Batu Muda (Neolitikum) Zaman batu muda (Neolitikum) benar-benar membawa revolusi dalam kehidupan manusia. Pada zaman ini, mereka telah hidup menetap, membuat rumah, membentuk kelompok masyarakat desa, bertani dan berternak untuk memenuhi kebutuhan hidup. Sejalan dengan itu revolusi alat-alat penunjang kehidupanpun terjadi. Setelah masa Neolitikum, kemudian kebudayaan Indonesia berlanjut kemasa zaman logam. Hal ini ditandai dengan dikenalnya tekhnik untuk mengecor / mencairkan logam dari biji besi, dan menuangkan kedalam cetakan-cetakan serta mendinginkannya. Oleh karena itulah mereka mampu membuat aneka ragam senjata berburu dan berperang serta alat-alat lain yang mereka perlukan. 2. Kebudayaan Hindu dan Budha Berkat hubungan dagang dengan negara-negara tetangga maupun dengan yang lebih jauh seperti India, Tiongkok, dan wilayah Timur tengah, di Indonesia pun mulai berkembang kerajaan-kerajaan Hindu dan Budha. Agama Hindu masuk ke Indonesia diperkirakan pada awal tarikh Masehi (sekitar abad ke 2 sampai abad ke 4), dibawa oleh para musafir dari India antara lain: Maha Resi Agastya, yang di Jawa terkenal dengan sebutan Batara Guru atau Dwipayana dan juga para musafir dari Tiongkok yakni musafir Budha Pahyien. Agama Budha sendiri mulai masuk ke Indonesia pada sekitar abad ke-5. Agama Budha sendiri dikemudian hari berkembang lebih pesat, dikarenakan dalam agama Budha tidak menghendaki adanya kasta-kasta dalam masyarakat. Kedua agama tersebut tumbuh dan berkembang secara berdampingan secara damai. Kebudayaan Hindu dan Budha beralkulturasi dengan kebudayaan asli Indonesia yang sebelumnya telah ada. Masa kedua agama tersebut ditandai dengan munculnya banyak kerajaan-kerajaan di Nusantara. Berikut adalah daftar kerajaan-kerajaan Hindu-Budha yang ada di Nusantara : · Kerajaan Hindu/Buddha di Kalimantan a. Kerajaan Kutai · Kerajaan Hindu/Buddha di Jawa a. Kerajaan Salakanagara (150-362) b. Kerajaan Tarumanegara (358-669) c. Kerajaan Sunda Galuh (669-1482) d. Kerajaan Kalingga e. Kerajaan Mataram Hindu f. Kerajaan Kadiri (1042 - 1222) g. Kerajaan Singasari (1222-1292) h. Kerajaan Majapahit (1292-1527) · Kerajaan Hindu/Buddha di Sumatra a. Kerajaan Malayu Dharmasraya b. Kerajaan Sriwijaya Baik penganut agama Budha dan Hindu sama-sama melahirkan karya-karya budaya yang bernilai tinggi dalam seni bangunan/arsitektur, seni pahat, seni ukir maupun seni sastra, seperti tercermin dalam bangunan/arsitektur, relief-relief yang dibuat dalam dalam candi-candi di Jawa Tengah maupun Jawa Timur. Candi-candi yang dimaksud diantaranya : Borobudur, Mendut, Prambanan, Kalasan (Jawa Tengah), Badut, Kidal, Jago, Singosari (Jawa Timur). Candi Borobudur sendiri adalah candi terbesar dan termegah di Asia Tenggara. 3. Kebudayaan Islam Pada abad ke 11, diperkirakan agama Islam telah masuk ke Indonesia, khususnya daerah Jawa dan Sumatra. Hal ini ditandai dengan ditemukannya makam dari seorang wanita islam di kota Gresik. Islam sendiri masuk ke Indonesia melalui jalur perdagangan, di bawa oleh para saudagar-saudagar yang berasal dari Timur Tengah. Karena Islam masuk dengan damai tanpa adanya pemaksaan, Islam pun dengan cepat dapat berkembang di Indonesia. Bersamaan dengan makin surutnya kejayaan Majapahit di Nusantara pada abad ke-15, muncullah kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara. Kerajaan-kerajaan yang dimaksud adalah kerajaan Malaka di Semenanjung Malaka, kerajaan Aceh di Ujung Pulau Sumatera, kerajaan Banten di Jawa Barat, kerajaan Demak dipesisir Utara pulau Jawa Tengah. Persebaran Islam di Indonesia, khususnya di jawa sebagian besar dilakukan oleh wali songo. "Walisongo" berarti sembilan orang wali. Mereka adalah Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Dradjad, Sunan Kalijaga, Sunan Kudus, Sunan Muria, dan Sunan Gunung Jati. Mereka tidak hidup pada saat yang persis bersamaan. Namun satu sama lain mempunyai keterkaitan erat, bila tidak dalam ikatan darah juga dalam hubungan guru-murid. Mereka tinggal di pantai utara Jawa dari awal abad 15 hingga pertengahan abad 16, di tiga wilayah penting. Yakni Surabaya-Gresik-Lamongan di Jawa Timur, Demak-Kudus-Muria di Jawa Tengah, serta Cirebon di Jawa Barat. Mereka adalah para intelektual yang menjadi pembaharu masyarakat pada masanya. Mereka mengenalkan berbagai bentuk peradaban baru: mulai dari kesehatan, bercocok tanam, niaga, kebudayaan dan kesenian, kemasyarakatan hingga pemerintahan. Era Walisongo adalah era berakhirnya dominasi Hindu-Budha dalam budaya Nusantara untuk digantikan dengan kebudayaan Islam. Mereka adalah simbol penyebaran Islam di Indonesia. Khususnya di Jawa. Tentu banyak tokoh lain yang juga berperan. Namun peranan mereka yang sangat besar dalam mendirikan Kerajaan Islam di Jawa, juga pengaruhnya terhadap kebudayaan masyarakat secara luas serta dakwah secara langsung, membuat "sembilan wali" ini lebih banyak disebut dibanding yang lain. Sekarang agama islam telah menjadi agama terbesar di Indonesia, dengan persentase sekitar 90% warga Indonesia memeluk agama Islam. Bahkan Indonesia sekarang adalah negara dengan jumlah pemeluk agama Islam di dunia. Tak dapat dipungkiri lagi bahwa kebudayaan islam adalah pemberi saham yang besar dalam perkembangan kebudayaan dan kepribadian bangsa. 4. Kebudayaan Barat Dimulai dengan kedatangan bangsa Portugis pada tahun 1512 di Ternate, setelah itu disusul oleh Spanyol dan Belanda. Inilah awal dari masuknya kebudayaan Barat di Indonesia. Portugis dan Belanda yang akhirnya menjajah nusantara juga menyebarkan agama Nasrani di Indonesia, terutama di wilayah-wilayah yang hampir belum tersentuh agama Islam. Selama sekitar 350 Indonesia dijajah oleh bangsa asing, selama itu pula Indonesia mendapat masukan kebudayaan dari barat. Setelah Indonesia dikuasai mereka, munculnya budaya-budaya barat, contohnya bangunan-bangunan bergaya arsitektur barat, tradisi-tradisi dari barat seperti acara pesta dansa, dan lain-lain. 5. Kebudayaan dan Kepribadian Sudah menjadi watak dan kepribadian Timur pada umumnya, serta masyarakat Jawa khususnya, bahwa dalam menerima setiap kebudayaan yang datang dari luar, kebudayaan yang dimilikinya tidaklah diabaikan. Hal ini harus kita pertahankan terus untuk memfilter kebudayaan asing yang tidak sesuai dengan kebudayaan kita. Kita harus menjaga kebudayaan kita dengan baik agar kebudayaan kita berkembang makin baik dan kita tidak kehilangan jati diri kita sebagai bangsa Indonesia.

Kamis, 27 September 2012

Kompas, edisi khusus ulang tahun, Rabu, 28 Juni 2000. Jasad Marsinah diketahui publik tergeletak di sebuah gubuk berdinding terbuka di pinggir sawah dekat hutan jati, di dusun Jegong, desa Wilangan, kabupaten Nganjuk, lebih seratus kilometer dari pondokannya di pemukiman buruh desa Siring, Porong. Tak pernah diketahui dengan pasti siapa yang meletakkan mayatnya, siapa yang kebetulan menemukkannya pertama kali, dan kapan? Sabtu 8 Mei 1993 atau keesokan hari Minggunya? Seperti juga tak pernah terungkap melalui cara apapun: liputan pers, pencaraian fakta, penyidikan polisi, bahkan para dukun maupun pengadilan, oleh siapa ia dianaya dan di(ter)bunuh? Di mana dan kapan ia meregang nyawa, Rabu malam 5 Mei 1993 atau beberapa hari sesudahnya? Kita cuma bisa berspekulasi dan menduga-duga. Kita memang bisa mereka-reka motif pembunuhan dan menafsirkan kesimpulannya senidri. Tapi kita tak mampu mengungkap fakta-faktanya. Kunci kematiannya tetap gelap penuh misteri hingga kini, walau tujuh tahun berselang. Memang bukan fakta-fakta pembunuhan itu yang penting kemudian, melainkan jalinan citra yang tersusun melalui serangkain pertarungan wacana yang rumit. Para pembunuh mengesankan Marsinah diperkosa. Para aktivis perburuhan menyanjungnya sebagai suri teladan pejuang buruh. Penguasa militer pusat dibantu setempat merekayasa penyelubungan kasusnya sekaligus menyusun skenario peradilan. Kepolisian setempat menyidik tersangka palsu. Para feminis mengagungkannya sebagai korban kekerasan perempuan. Para seniman mendramatisasi nasibnya ke dalam lagu, mengabadikanya dalam monumen, patung, lukisan, panggung teater dan seni rupa instalasi. Para aktivis hak asasi menganugerahi Yap Thiam Hien Award bagi kegigihannya. Khalayak awam prihatin dan bersimpati membuka dompet sumbangan bagi keluarganya. Para birokrat serikat pekerja melambangkanya sebagai korban kesewenangan majikan. Keluarganya sendiri yang sederhana, sebagaimana kebanyakan sikap keluarga pedesaan Jawa, menerimanya dengan pasrah dan tabah. Dan seterusnya, dan seterusnya. Marsinah, tipikal buruh perempuan desa yang mengkota tapi terpinggirkan, tiba-tiba muncul sebagai pahlawan di tengah hiruk pikuk industrialisasi manufaktur dan represi penguasa di pertengahan dasawarsa 90-an. Ia bukan hanya mewakili ‘nasib malang’ jutaan buruh perempuan yang menggantungkan masa depannya pada pabrik-pabrik padat karya berupah rendah, berkondisi kerja buruk, dan tak terlindungi hukum, tapi pembunuhannya yang dimediasikan dan diartikulasikan oleh media massa menyediakan arena diskursif bagi pertarungan berbagai kepentingan dan hubungan kuasa: buruh-buruh, pengusaha, serikat buruh, lembaga swadaya masyarakat, birokrasi militer, kepolisian, dan sistem peradilan. Marsinah anak kedua dari tiga bersaudara yang semuanya perempuan, Marsini kakaknya dan Wijiati adiknya, lahir dari pasangan Astin dan Sumini di desa Nglundo, kecamatan Sukomoro, kabupaten Nganjuk. Ibunya meninggal saat ia berusia 3 tahun (lahir 1968) dan adiknya Wijiati berumur 40 hari. Ayahnya kemudian menikah lagi dengan dengan Sarini, perempuan dari desa lain. Sejak itulah Marsinah kecil diasuh neneknya, Paerah, yang tinggal bersama paman dan bibinya, pasangan Suraji-Sini. Tak ada yang istimewa dari masa kecil Marsinah. Ia tipikal anak perempuan kalangan menengah pedesaan yang hidup subsisten, tak terlampau miskin, walaupun tidak kaya. Seperti mayoritas anak-anak pedesaan di Indonesia, juga di negeri-negeri Dunia Ketiga lainnya, ia sudah bekerja pada usia dini dan tampak lebih dewasa dari usianya. Bekerja bagi mereka sangat lazim, termasuk kerja upahan di rumah maupun di pabrik. Sepulang sekolah, ia membantu neneknya menjual beli gabah dan jagung, dan menerima sekedar upah untuk mengangkut gabah dengan bersepeda dari sawah atau rumah orang yang gabahnya sudah dibeli. Di kalangan teman-teman dan gurunyanya, di SD Negeri Nglundo, meskipun kepandaiannya dipandang biasa-biasa saja, tapi kerajinan, minat baca, sikap kritis dan tanggungjawabnya menonjol. Setiap tugas sekolah selalu berupaya diselesikannya. Jika ada penuturan gurunya yang kurang jelas, tak segan ia mengacungkan tangan meminta penjelasan. Setelah naik kelas VI, ia pindah ke SDN Karangsemi, dan kemudian melanjutkan ke SMP Negeri V Nganjuk pada tahun ajaran 1981/82. Di sinilah, sebagaimana harapan banyak anak Indonesia sesusianya, cita-citanya terbentuk. Mencoba melanjutkan ke SMA Negeri, namun gagal, dan akhirnya ke SMA Muhammadiyah dengan bantuan biaya seorang pamannya yang lain. Di SLTA, minat bacanya semakin meluas. Di waktu senggang ia lebih banyak ke perpustakaan ketimbang bermain. Lagi-lagi seperti banyak gadis desa sebayanya, cita-citanya untuk melanjutkan ke Fakultas Hukum kandas, karena keluarganya tak mampu membiayai kuliah. Tak ada pilihan lain kecuali mencari lapangan kerja di kota besar. Tahun 1989, ia ke Surabaya, menumpang di rumah kakaknya, Marsini, yang sudah berkeluarga. Setelah berkali-kali melamar kerja ke berbagai perusahaan, akhirnya Marsinah diterima bekerja pertama kali di pabrik plastik SKW kawasan industri Rungkut. Gajinya jauh dari cukup. Untuk memperoleh tambahan penghasilan ia nyambi jualan nasi bungkus di sekitar pabrik seharaga Rp.150,-/bungkus. Sebelum akhirnya, tahun 1990, bekerja di PT Catur Putra Surya –Rungkut, ia sempat bekerja di sebuah perusahaan pengemasan barang. Urbanisasi, berdagang untuk penghasilan tambahan, dan berpindah kerja dari satu pabrik ke pabrik lainnya untuk mendapatkan upah yang lebih layak, merupakan kisah klasik buruh perempuan di Jawa sejak awal dasawarsa 80-an. Di pabrik pembuatan arloji di Rungkut, Surabaya, dengan beberapa kawannya, Marsinah menuntut berdirinya unit serikat pekerja formal (SPSI). Tuntutan inilah mungkin membuatnya dipindah pihak menejemen ke pabrik PT CPS lainnya di Porong, Sidoarjo pada awal tahun 1992. Ia mondok di pemukiman sekitar pabrik, desa Siring, dan bekerja sebagai operator mesin bagian injeksi dengan upah Rp. 1.700,- dan uang hadir Rp. 550,- per hari. Di pabrik itu, seperti kebanyakan buruh lainnya, Marsinah bukanlah termasuk kelompok aktivis. Ia tidak masuk dalam kepengurusan unit kerja SPSI di pabrik ini maupun ikut kelompok informal buruh yang sering berdiskusi membahas kondisi kerja mereka. Waktu luangnya dimanfaatkan secara pribadi untuk mengikuti kursus komputer dan bahasa Inggris. Belajar menambah pengetahuan menjadi hasratnya sejak bersekolah dulu, karena ia percaya melalui pendidikanlah masa depan seseorang menjadi lebih baik. Suatu common sense yang dianut banyak orang. Pemogokan buruh untuk meningkatkan posisi berunding mereka merupakan hal umum pada ribuan perusahaan manufaktur di berbagai kawasan industri sejak akhir dasawarsa 80-an. Akibat kebijakan upah buruh murah pemerintah dan industrialisasi berorientasi ekspor, sengketa perburuhan meluas. Intensitas dan skala pemogokan meningkat luar biasa sejak awal 90-an. Tiada hari tanpa pemogokan atau unjuk rasa. Meskipun lebih bersifat spontan atau sporadis, sangat jarang terjadi gelombang pemogokan yang terorganisasikan. Sebabnya sangat jelas, karena lemah atau dilemahkannya serikat buruh serta kendali represif pemerintah yang sangat kokoh melalui birokrasi sipil dan militernya hingga ke kawasan pabrik. Dalam konteks ekonomi-politik inilah tuntutan buruh-buruh PT CPS di akhir April 1993 dan pemogokan mereka, 3-4 Mei 1993, yang berujung pada pembunuhan Marsinah, musti diletakkan. Tetapi dalam seluruh aktivitas perundingan yang melibatkan 24 orang perwakilan buruh (15 di antaranya wakil buruh yang dipilih spontan, dan sisanya 9 orang pengurus SPSI setempat) maupun aksi mogok di PT CPS, 3-4 Mei tersebut, Marsinah tak pernah ikut serta. Pada pemogokan 4 Mei, saat perundingan berlangsung antara wakil buruh dan para birkorat yang melibatkan pejabat Depnaker, DPC SPSI, Kanwil Sospol Sidorjo dan jajaran Muspika setemapat termasuk wakil Polsek dan Danramil Sidorjo, berlangsung di kantor pabrik, ia malah bekerja seperti biasa. Sementara, pagi hingga menjelang siang itu juga, seorang kawannya yang dituding sebagai pemrakarsa pemogokan tengah memenuhi surat panggilan Kodim dan dinterogasi di Makodim Sidoarjo. Perundingan yang tidak melibatkan pihak perusahaan itu sendiri berjalan lancar. Meskipun ada beberapa kompromi, hampir semua butir tuntutan buruh terpenuhi. Kecuali tuntutan yang lebih ‘politis’ seperti pembubaran unit kerja SPSI yang dianggap tidak berfungsi mewakili kepentingan mereka. Hal-hal yang dalam wacana pemerintah dipandang sebagai soal-soal normatif seperti kenaikan upah sesuai peraturan UMR, perhitungan upah lembur, cuti haid dan cuti hamil, dijanjikan pihak perusahaan. Meskipun demikian, dalam kerangka bekerjanya rejim pengandali buruh di Indonesia, seperti di negara-negara miltary-beareucratic-authoritarian lainnya, aparat militer menduduki peran sentral. Mereka bukan hanya centéng yang menjadi penjaga malam kepentingan para pemodal, tapi lebih dari itu adalah patron yang kekuasaannya melampaui imperatif kepentingan modal. Sudah menjadi rahasia umum, jajaran birokrasi komando teretorial Orde Baru memperoleh sumber daya ekonominya dari memeras para pengusaha. Baik buruh maupun majikan disandera untuk menciptakan ancaman satu sama lain. Dari ancaman itulah birokrasi militer memperoleh uang. Pada momen tertentu, meski tak harus melalui upaya provokasi, pemogokan buruh dijadikan senjata untuk menodong para pemilik perusahaan agar mereka rela mengeluarkan biaya-biaya keamanan. Pada momen yang lain, dan ini yang sering terjadi, buruh-buruh diancam, diintimidasi dan dikontrol sepenuhnya dalam kendali mereka, bukan kendali pabrik. Apa yang terjadi sore hari 4 Mei 1993 adalah awal dari ujung kematian Marsinah. Menyimpang dari ‘logika’ suksesnya sebuah perundingan, 13 buruh PT CPS yang dicap sebagai dalang oleh penguasa militer setempat dipanggil melalui surat yang ditandatangani sekretaris kelurahan Desa Siring agar menghadap Pasi Intel Kodim 0816 Sidoarjo. Malamnya, di pemukiman buruh sekitar pabrik, mengetahui teman-temanya besok akan dipanggil, Marsinah menulis suatu catatan kepada seorang temannnya. Isinya semacam petunjuk jawaban bagi rekan-rekannya bila mereka dinterogasi di Kodim. Ia pun mengatakan pada kepada rekan-rekannya, bila mereka diancam Kodim, ia akan membawa perosalan ini ke seorang pamannya di Kejaksaan Surabaya. Rabu 5 Mei 1993, 13 buruh PT CPS memenuhi panggilan Kodim. Di markasnya, Sidoarjo, mereka dipaksa menandatangani surat pengunduran diri di atas kertas bermaterai dengan berbagai intimidasi maupun bujukan, termasuk akan diberi uang pesangon dan ‘uang kebijaksanaan’. Tak ada pilihan lain bagi mereka kecuali patuh, menandatangani surat tersebut. Selepas Maghrib, mereka menerima pembagian uang pesangon yang diberikan langsung oleh pihak menejemen di markas itu. Sempat terlontar dari salah seorang menejer PT CPS bahwa pemecatan tersebut bukan kemauan perusahaan, tapi kehendak Kodim. Suatu kaidah normal dalam logika rejim pengendali buruh. Sementara itu, sepulang kerja giliran pagi, Marsinah bertemu dengan salah satu temannya dan mengingatkan rencana pertemuan para buruh untuk mendengar informasi rekan-rekannnya yang dipanggil. Di rumah pondokannya, ia membuat surat pernyataan kepada perusahaan, yang dituliskan oleh teman satu kosnya yang juga buruh PT CPS. Sorenya, surat itu difotokopi dan berencana dibagikan ke teman-temannya pada pertemuan malama hari. Tadinya surat itu hendak disampaikan ke perusahaan melalui ketua unit kerja SPSI PT CPS, tapi Marsinah dan seorang temannya yang memboncengkannya dengan motor tidak berhasil menemukan rumah si ketua. Akhirnya ia sampaikkan langsung ke pabrik melalui satpam. Memenuhi rasa ingin tahu perkembangan ke-13 teman-temannya, sepulang mengantar surat, Marsinah kembali ke pondokan seorang temannya. Menjelang Maghrib, bersama empat temannya mereka memutuskan menyusul ke Kodim untuk mencari kabar. Tiga temannya naik kendaraan umum. Ia sendiri membonceng sepeda motor, dan sempat tersesat hingga pusat kota Sidoarjo. Di Makodim Sidoarjo, tiga temannya sudah tiba lebih dulu. Tapi mereka semua terlambat. Ke 13 temannya sudah kembali pulang. Dalam perjalalan pulang besepeda motor, Marsinah sempat mampir ke beberapa teman buruhnya untuk membagi-bagikan foto kopi surat pernyataannya. Di perempatan desa Siring, Marsinah bertemu dengan empat dari 13 temannya. Karena silang pembicaraan di antara mereka terlalu ramai, Marsinah mengajak dua orang temannya bercakap-cakap di teras rumah pondokannya. Ia menceritakan bahwa telah membuat surat ke perusahaan dan menunjukkannya. Sebaliknya, Marsinah sangat terkejut dan gusar, ketika mengetahui ke-13 buruh yang dianggap biang pemogokan sudah dipecat di Makodim. Ia tidak menerima pemecatan itu, dan menegaskan akan mengadu ke pamanya yang jaksa di Surabaya itu. Setalah teman-temannya pamit pulang, Marsinah masuk ke dalam rumah. Beberapa menit kemudian ia pamit kepada ibu pondokannya untuk ke rumah seorang teman perempuannya. Ia mengenakan kaos putih, rok coklat dan bersandal jepit. Tapi ia tidak bertemu temannya itu karena kerja giliran malam. Dalam perjalanan kembali ke pondokannya, ia berjumpa dengan dua orang kawannya yang lain, lalu mengajak mereka ke rumah pondokan teman lainnya untuk meminta Surat Persetujuan Bersama hasil perundingan 4 Mei 1993. Baginya surat kesapakatan itu penting untuk memastikan janji pihak perusahaan pada butir 10 kesepakatan tersebut, (kutipan aslinya): “Sehubungan dengan unjuk rasa ini (pemogokan kerja), pengusaha dimohon untuk tidak mencari-cari kesalahan karyawan” Tetapi kesalahan buruh tetap dicari, dengan akibat pemecatan mereka. Janji tidak dipatuhi. Ia merasa diperlakukan sewenang-wenang, tidak adil. Kuasa otoriter tiba-tiba muncul dihadapannya, mengoyak akal sehatnya. Membuatnya geram, merasa dikhianati. Meskipun belum jelas baginya, siapa yang berkhianat? Pihak perusahaan atau Kodim? Tak seorangpun dapat mengetahui apa yang ada dalam benak Marsinah malam itu: Rabu 5 Mei 1993. Yang diketahui, sepulang dari rumah temannya yang memberi Surat Persetujuan tersebut, ia mengajak dua kawan yang menemaninya untuk membeli makanan. Tapi karena sudah larut malam, menjelang setangah sepuluh, keduanya menolak. Mereka berpisah di bawah pohon mangga dekat Tugu Kuning, desa Siring. Sejak saat itulah ia ‘hilang’. Tak ada yang mengetahui kemana Marsinah pergi. Mungkin ia pergi makan, atau bertemu seseorang, yang mungkin ‘menculiknya’. Atau mungkin ia kembali ke Makodim Sidoarjo? Yang bisa dipastikan, ia tidak kembali ke pondokannya malam itu. Ia tidak pergi ke pabrik. Ia juga tidak berkunjung ke rumah pamannya di Surabaya. Missing link itu tak pernah terungkap di pengadilan sesat yang sarat rekayasa. Majikannya, pemilik PT CPS, para menejer perusahaan, bagian personalia, kepala bagian mesin, dan seorang satpam dan seorang supir perusahaan disekap dan disiksa Bakorstranasda selama 19 hari, di bulan Oktober 1993. Mereka dituduh bersekongkol memperkosa, menganiaya dan kemudian membunuh Marsinah. Bersama Danramil Porong, mereka diadili dan diputus bersalah oleh Pengadilan Militer dan Pengadilan Negeri Sidoarjo, dan diperkuat Pengadilan Tinggir Surabaya setahun kemudian. Meskipun dua tahun kemudian, 3 Mei 1995, mereka divonis bebas Mahkamah Agung, tapi ini hanya menunjukkan betapa sistem peradilan dan hukum kita bukan tempat untuk menegakkan keadilan. Maka penyelidikan dan penyidikan ulang dilakukan, pertangahan 1995. Kepolisian RI turun tangan. Tim forensik dari Jakarta membongkar ulang (yang ketiga kalinya!) makam Marsinah. Berbagai komentar dan analisa merebak di surat kabar. Komnas HAM mendukung penyelidikan ulang. Panglima ABRI menginstruksikan pengusutan. Bahkan Menaker Abdul Latief berjanji mengungkapnya hingga tuntas, dan Presiden Suharto kala itu mendukungnya. Namun tak ada ‘hasil’ apapaun yang dicapai dari hiruk-pikuk wacana itu. Isu-isu lain menelan kasus ini kembali ke bawah permukaan, dan orang lupa atau coba melupakannya. Pun saat rejim berganti. Ingatan banyak orang mencuat kembali. Baik pemerintahan Habibie maupun Gus Dur menunjukkan niatnya untuk mengungkap kegegeran lama itu, apapun penyebabnya: tekanan internasional, tuntutan LSM, legitimasi politik, hak asasi manusia, rasa bersalah ataupun upaya sungguh-sungguh untuk menegakkan keadilan, rule of law. Bahkan, terakhir ini, DPRD Jawa Timur sudah meminta keterangan dan penjelasan beberapa perwira tinggi dan intelejen ABRI yang dianggap mengetahui dan bertanggungjawab atas kebijakan rejim saat itu. Mereka semua mengelak. Tak ada informasi yang signifikan, tak ada argumen yang bermakna, tak ada fakta-fakta dan bukit-bukti ‘baru’, yang dapat dijadikan dasar bagi upaya meraih keadilan. Semua pertanyaan kunci sederhana tak pernah terjawab: kapan Marsinah mati, di mana, oleh siapa, dengan cara bagaimana? Atau mungkin memang tak hendak dijawab, oleh siapapun kita. Kita merasa cukup puas, bahkan terpuaskan, sekedar menyatakan: “Marsinah, seperti halnya sebagaian besar kita, adalah korban dari suatu mesin kekuasaan dan kekerasan, yang bernama Orde Baru”. Dan kita merasa mampu, dengan rasa bangga, menobatkannya menjadi seorang pahlawan, yang mengasingkan dirinya, juga diri kita, dari kehidupan sehari-hari. Karena kita masih menjadi bagian: Orde Baru.
Artikel dikolom kiri Artikel dikolom tengah Artikel dikolom kanan

Menyunting Sejarah Indonesia (bagian)

== Dampak Spanyol Bagi Ekonomi Indonesia Utara == Diplomasi para pemimpin pemerintahan Walak mendekati Belanda berhasil mengusir Spanyol dari Minahasa. Namun konsekwensi yang harus dialami adalah rintisan jalur niaga laut di Pasifik hasil rintisan Spanyol sejak abad ke-17 terhenti dan memengaruhi perekonomian Sulawesi Utara. Sebab jalur niaga ini sangat bermanfaat bagi penyebaran komoditi eskpor ke Pasifik. Sejak itupun pelabuhan Manado menjadi sepi dan tidak berkembang yang turut memengaruhi pengembangan kawasan Indonesia bagian Timur hingga Pasifik Barat Daya. Dilain pihak, pelabuhan Manado hanya menjadi persinggahan jalur niaga dari Selatan (berpusat di Surabaya, Tanjung Priok yang dibangun oleh Belanda sejak abad ke-XVIII) ke Asia-Timur melalui lintasan Selat Makassar. Itupun hanya digunakan musiman saat laut Cina Selatan tidak di landa gelombang ganas bagi kapal-kapal. Sedangkan semua jalur niaga Asia-Timur dipusatkan melalui Laut Cina Selatan, Selat Malaka, Samudera Hindia, Tanjung Harapan Atlantik-Utara yang merupakan pusat perdagangan dunia. Sebagai akibatnya kegiatan hubungan ekonomi diseputar Laut Sulawesi secara langsung dengan dunia luar praktis terlantar. Karena penyaluran semua komoditi diseluruh gugusan nusantara melulu diatur oleh Batavia yang mengendalikan semua jaringan tata-niaga dibawah kebijakan satu pintu. Penekanan ini membawa derita berkepanjangan bagi kegiatan usaha penduduk pedalaman Minahasa.

Palagan Ambarawa 12-15 Desember 1945

Perjuangan heroik rakyat Indonesia dalam mempertahankan dan memperjuangkan Kemerdekaannya sungguh tidak bisa diabaikan begitu saja, mereka bahu membahu dengan segala golongan, mulai dari petani, pedagang, guru, hingga para pelajar bersama dengan tentara tanpa mengenal rasa lelah, takut serta kelaparan berjuang menghadapi desingan peluru serta berondongan persenjataan modern milik para penjajah. Sungguh perjuangan yang sangat menguras tenaga dan airmata, mengorbankan segalanya baik nyawa ataupun harta. Beribu bahkan berjuta nyawa rakyat Indonesia melayang demi kemerdekaan bangsa ini, mereka rela menyerahkan nyawanya menjadi martir demi anak cucunya nanti. Seperti yang terjadi di Ambarawa, sebuah daerah yang terletak di sebelah selatan kota Semarang-Jawa Tengah, dimana rakyat beserta tentara Indonesia berjuang mempertahankan daerahnya dari cengkeraman tentara sekutu yang mencoba membebaskan para tahanan tentara Belanda ( NICA ). Pada tanggal 20 Oktober 1945, tentara Sekutu di bawah pimpinan Brigadir Bethell mendarat di Semarang dengan maksud mengurus tawanan perang dan tentara Jepang yang berada di Jawa Tengah. Kedatangan sekutu ini diboncengi oleh NICA. Kedatangan Sekutu ini mulanya disambut baik, bahkan Gubernur Jawa Tegah Mr. Wongsonegoro menyepakati akan menyediakan bahan makanan dan keperluan lain bagi kelancaran tugas Sekutu, sedang Sekutu berjanji tidak akan mengganggu kedaulatan Republik Indonesia. Namun, ketika pasukan Sekutu dan NICA telah sampai di Ambarawa dan Magelang untuk membebaskan para tawanan tentara Belanda, justru mempersenjatai mereka sehingga menimbulkan amarah pihak Indonesia. Insiden bersenjata timbul di kota Magelang, hingga terjadi pertempuran. Di Magelang, tentara Sekutu bertindak sebagai penguasa yang mencoba melucuti Tentara Keamanan Rakyat ( TKR ) dan membuat kekacauan. TKR Resimen Magelang pimpinan M. Sarbini membalas tindakan tersebut dengan mengepung tentara Sekutu dari segala penjuru. Namun mereka selamat dari kehancuran berkat campur tangan Presiden Soekarno yang berhasil menenangkan suasana. Kemudian pasukan Sekutu secara diam-diam meninggalkan Kota Magelang menuju ke benteng Ambarawa. Akibat peristiwa tersebut, Resimen Kedu Tengah di bawah pimpinan Letnan Kolonel M. Sarbini segera mengadakan pengejaran terhadap mereka. Gerakan mundur tentara Sekutu tertahan di Desa Jambu karena dihadang oleh pasukan Angkatan Muda di bawah pimpinan Oni Sastrodihardjo yang diperkuat oleh pasukan gabungan dari Ambarawa, Suruh dan Surakarta. Sekutu kembali dihadang oleh Batalyon I Suryosumpeno di Ngipik. Pada saat pengunduran, tentara Sekutu mencoba menduduki dua desa di sekitar Ambarawa. Pasukan Indonesia di bawah pimpinan Letnan Kolonel Isdiman berusaha membebaskan kedua desa tersebut, Letnan Kolonel Isdiman gugur. Sejak gugurnya Letkol Isdiman, Komandan Divisi V Banyumas, Soedirman merasa kehilangan perwira terbaiknya dan ia langsung turun ke lapangan untuk memimpin pertempuran. Kehadiran Kolonel Sudirman memberikan nafas baru kepada pasukan-pasukan RI. Koordinasi diadakan diantara komando-komando sektor dan pengepungan terhadap musuh semakin ketat. Siasat yang diterapkan adalah serangan pendadakan serentak di semua sektor. Bala bantuan terus mengalir dari Yogyakarta, Solo, Salatiga, Purwokerto, Magelang, Semarang, dan lain-lain. Tanggal 23 Nopember 1945 ketika matahari mulai terbit, mulailah tembak-menembak dengan pasukan Sekutu yang bertahan di kompleks gereja dan pekuburan Belanda di Jalan Margo Agung. Pasukan Indonesia antara lain dari Yon Imam Adrongi, Yon Soeharto dan Yon Sugeng. Tentara Sekutu mengerahkan tawanan-tawanan Jepang dengan diperkuat tanknya, menyusup ke kedudukan Indonesia dari arah belakang, karena itu pasukan Indonesia pindah ke Bedono. Pada tanggal 11 Desember 1945, Kolonel Soedirman mengadakan rapat dengan para Komandan Sektor TKR dan Laskar. Pada tanggal 12 Desember 1945 jam 04.30 pagi, serangan mulai dilancarkan. Pertempuran berkobar di Ambarawa. Satu setengah jam kemudian, jalan raya Semarang-Ambarawa dikuasai oleh kesatuan-kesatuan TKR. Pertempuran Ambarawa berlangsung sengit, Kolonel Soedirman langsung memimpin pasukannya yang menggunakan taktik gelar supit urang, atau pengepungan rangkap sehingga musuh benar-benar terkurung. Suplai dan komunikasi dengan pasukan induknya terputus sama sekali. Setelah bertempur selama 4 hari, pada tanggal 15 Desember 1945 pertempuran berakhir dan Indonesia berhasil merebut Ambarawa dan Sekutu dibuat mundur ke Semarang. Kedahsyatan Palagan Ambarawa juga tercermin dalam laporan pihak Inggris yang menulis: “The battle of Ambarawa had been a fierce struggle between Indonesian troops and Pemuda and, on the other hand, Indian soldiers, assisted by a Japanese company….” Yang juga ditambahi dengan kalimat, “The British had bombed Ungaran intensively to open the road and strafed Ambarawa from air repeatedly. Air raids too had taken place upon Solo and Yogya, to destroy the local radio stations, from where the fighting spirit was sustained…” Kemenangan pertempuran ini kini diabadikan dengan didirikannya Monumen Palagan Ambarawa dan diperingatinya Hari Jadi TNI Angkatan Darat atau Hari Juang Kartika. Dan hingga kini, darah pejuang yang membasahi bumi Ambarawa adalah bukti dari keteguhan serta pengorbanan untuk mempertahankan harga diri bangsa yang harus tetap kita pertahankan sampai kapanpun.

I Love INDONESIA

Total Tayangan Halaman

Fairuz's COM

Jika Anda Cinta INDONESIA Klik Like Ia..... :D

blog-indonesia.com
Flag Counter

Sabtu, 29 September 2012

SEJARAH KEBUDAYAAN
.SEJARAH KEBUDAYAAN PENDAHULUAN Kebudayaan-kebudayaan prasejarah yang dibedakan menurut bahan alat-alatnya dapat dibagi dalam dua bagian,...
SEJARAH KEBUDAYAAN INDONESIA PENGARUH HINDU-BUDHA
ASAL USUL BANGSA INDONESIA Kajian Bahasa : H. Kern Persebaran benda-benda masa perunggu : Von Heine Geldern KEHIDUPAN MASA PRASEJ...
Sejarah Singkat Pusat Kebudayaan Indonesia di Mesir
1336672955288498356 Pusat Kebudayaan dan Informasi (PUSKIN) KBRI Kairo merupakan sebuah lembaga [badan hukum] yang bertujuan mempromosika...
Pak Soekarno dan Kebudayaan Indonesia Atas Malaysia
1340159631376398023 Presiden Soekarno saat berpidato. Sumber:http://www.merdeka.com/peristiwa/ini-cara-soekarno-beli-bh-di-amerika.html ”K...
SEJARAH KEBUDAYAAN SEJAK ZAMAN MERDEKA
Buku Sejarah Kebudayaan Indonesia (SKI) mengulas tahapan perkembangan kebudayaan Indonesia pada setiap periode. Perencanaan peluncuran buku ...
SEJARAH KEBUDAYAAN INDONESIA
1. Zaman Batu dan Logam Indonesia adalah bangsa yang besar dengan sejarah kebudayaan yang sangat panjang. Menurut hasil temuan-temuan yan...


Kamis, 27 September 2012


Kompas, edisi khusus ulang tahun, Rabu, 28 Juni 2000. Jasad Marsinah diketahui publik tergeletak di sebuah gubuk berdinding terbuka di ping...

Artikel dikolom kiri Artikel dikolom tengah Artikel dikolom kanan
Menyunting Sejarah Indonesia (bagian)
== Dampak Spanyol Bagi Ekonomi Indonesia Utara == Diplomasi para pemimpin pemerintahan Walak mendekati Belanda berhasil mengusir Spanyol da...
Palagan Ambarawa 12-15 Desember 1945
Perjuangan heroik rakyat Indonesia dalam mempertahankan dan memperjuangkan Kemerdekaannya sungguh tidak bisa diabaikan begitu saja, mereka ...

Free INDONESIA Cursors at www.totallyfreecursors.com
Microsoft Windows 2000 Professional with SP4 - Indowebster.com Date upload: 1-Sep-2008 Size: 380.81 MB

Entri Populer

 
Template Indonesia | Cintailah Tanah Air Kita Seperti Kita Cinta Dengan Kedua Orang Tua Kita
Aku cinta Indonesia