Jumat, 02 November 2012

SEJARAH KEBUDAYAAN PENDAHULUAN oleh Fairuz Heriyanto Kebudayaan-kebudayaan prasejarah yang dibedakan menurut bahan alat-alatnya dapat dibagi dalam dua bagian, yaitu zaman batu dan zaman logam. Zaman logam bukan berarti berakhirnya zaman batu, karena pada zaman logam pun alat-alat dari batu terus berkembang bahkan sampai sekarang. Sesungguhnya nama zaman logam hanyalah untuk menyatakan bahwa pada zaman tersebut alat-alat dari logam telah dikenal dan dipergunakan secara dominan. Zaman logam disebut juga dengan zaman perundagian. Di Indonesia khususnya dan Asia Tenggara umumnya tidak mengalami zaman tembaga tetapi langsung memasuki zaman perunggu dan besi. Kepandaian mempergunakan bahan baru tentu saja disertai dengan cara kerja yang baru. Sehinga muncul orang-orang terampil (undagi). Selain itu perkembangan yang mengarah kemajuan di alami dalam berbagai aspek kehidupan manusia. Dalam pembuatan alat-alat dari logam tidak hanya digunakan untuk keperluan sehari-hari, akan tetapi alat-alat yang terbuat dari logampun dilibatkan dalam upacara-upacara tertentu.Untuk itu perlu adanya pembahasan lebih lanjut khususnya mengenai masa perundagian secara jelas. . BAB II PEMBABAKAN ZAMAN LOGAM Pada zaman Logam orang-orang sudah dapat membuat alat-alat dari logam di samping alat-alat dari batu. Logam tidak dapat dipukul atau di pecah seperti batu yang dapat dibentuk sesuai dengan apa yang diharapkan, selain itu logam tidak dapat dengan mudah diperoleh seperti batu yang banyak terdapat di berbagai tempat. Semakin berkembangnya pengetahuan sehingga orang-orang mengenal teknik melebur logam, mencetaknya menjadi alat-alat yang dihendaki sesuai dengan keperluan. Teknik pembuatan alat logam ada dua macam, yaitu dengan cetakan batu yang disebut bivalve dan dengan cetakan tanah liat dan lilin yang disebut a cire perdue. Periode ini juga disebut masa perundagian karena dalam masyarakat timbul golongan undagi yang terampil melakukan pekerjaan tangan. Zaman logam ini dibagi menjadi tiga zaman diantaranya : A. Zaman Tembaga Orang menggunakan tembaga sebagai alat kebudayaan. Alat kebudayaan ini hanya dikenal di beberapa bagian dunia saja. Di Asia Tenggara (termasuk Indonesia) tidak dikenal istilah zaman tembaga. B. Zaman Perunggu Pada zaman ini orang sudah dapat mencampur tembaga dengan timah dengan perbandingan 3 : 10 sehingga diperoleh logam yang lebih keras. C. Zaman Besi Pada zaman ini orang sudah dapat melebur besi dari bijinya untuk dituang menjadi alat-alat yang diperlukan. Teknik peleburan besi lebih sulit dari teknik peleburan tembaga maupun perunggu sebab melebur besi membutuhkan panas yang sangat tinggi, yaitu ±3500°C. Zaman logam di Indonesia di dominasi oleh alat-alat dari perunggu sehingga zaman logam juga disebut zaman perunggu. Alat-alat besi yang ditemukan pada zaman logam jumlahnya sedikit dan bentuknya seperti alat-alat perunggu, sebab kebanyakan alat-alat besi, ditemukan pada zaman sejarah. Antara zaman neolithicum dan zaman logam telah berkembang kebudayaan megalithicum, yaitu kebudayaan yang mengunakan media batu-batu besar sebagai alatnya, bahkan puncak kebudayaan megalithicum justru pada zaman logam. BAB III CORAK KEHIDUPAN MASYARAKAT PADA ZAMAN PERUNDAGIAN Kebudayaan dan masyarakat merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Masyarakat dapat bertahan hidup karena menghasilkan kebudayaan, kebudayaan itu ada karena dihasilkan oleh masyarakat. Dan melalui kebudayaanlah segala corak kehidupan masyarakat dapat diketahui. Kebudayaan perungggu Asia Tenggara bisa dinamakan kebudayaan Dongson menurut nama tempat penyelidikan pertama di daerah Tonkin. Disana ditemukan segala macam alat-alat dari perunggu dan nekara, alat-alat dari besi dan kuburan-kuburan zaman itu. A. Sistem Kepercayaan Sistem kepercayaan masyarakat prasejarah diperkirakan mulai tumbuh pada masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut atau disebut dengan masa bermukim dan berladang yang terjadi pada zaman Mesolithikum. Mengenai bukti adanya kepercayaan pada zaman Mesolithikum bukti lain yang turut memperkuat adanya corak kepercayaan pada zaman prasejarah adalah ditemukannya lukisan perahu pada nekara. Lukisan tersebut menggambarkan kendaraan yang akan mengantarkan roh nenek moyang ke alam baka. Hal ini berarti pada masa tersebut sudah mempercayai akan adanya roh. Kepercayaan terhadap roh terus berkembang pada zaman prasejarah hal ini tampak dari kompleksnya bentuk-bentuk upacara penghormatan, penguburan dan pemberian sesajen. Kepercayaan terhadap roh inilah dikenal dengan istilah Aninisme. Aninisme berasal dari kata Anima artinya jiwa atau roh, sedangkan isme artinya paham atau kepercayaan. Di samping adanya kepercayaan animisme, juga terdapat kepercayaan dinamisme. Dinamisme adalah kepercayaan terhadap benda-benda tertentu yang dianggap memiliki kekuatan gaib. Contohnya yaitu kapak yang dibuat dari batu chalcedon (batu indah) dianggap memiliki kekuatan. Dengan demikian kepercayaan masyarakat prasejarah adalah animisme dan dinamisme B. Kemasyarakatan Pada masa berburu dan mengumpulkan makanan, masyarakatnya hidup berkelompok dalam jumlah yang kecil. Tetapi hubungan antar kelompok sudah mulai erat karena mereka harus bersama-sama menghadapi kondisi alam yang kejam dan berat, sehingga sistem kemasyarakatan yang muncul pada masa tersebut sangat sederhana. Tetapi pada masa bercocok tanam, kehidupan masyarakat yang sudah menetap semakin mengalami perkembangan dan hal inilah yang mendorong masyarakat untuk membentuk keteraturan hidup. Dan aturan hidup dapat terlaksana dengan baik karena adanya seorang pemimpin yang mereka pilih atas dasar musyawarah. Pemilihan pemimpin tentunya tidak dapat dipilih dengan sembarangan, seseorang yang dipilih sebagai pemimpin adalah seseorang yang memiliki kemampuan untuk melakukan hubungan dengan roh-roh atau arwah nenek moyang demi keselamatan desa setempat, serta keahlian-keahlian yang lebih. Selanjutnya sistem kemasyarakatan terus mengalami perkembangan khususnya pada masa perundagian. Karena pada masa ini kehidupan masyarakat lebih kompleks. Masyarakat terbagi-bagi menjadi kelompok-kelompok sesuai dengan bidang keahliannya. Masing-masing kelompok memiliki aturan-aturan sendiri, dan di samping adanya aturan yang umum yang menjamin keharmonisan hubungan masing-masing kelompok. Aturan yang umum dibuat atas dasar kesepakatan bersama atau musyawarah dalam kehidupan yang demokratis. Dengan demikian sistem kemasyarakatan pada masa prasejarah di Indonesia telah dilandasi dengan musyawarah dan gotong royong. C. Pertanian Sistem pertanian yang dikenal oleh masyarakat prasejarah pada awalnya adalah perladangan, yang hanya mengandalkan pada humus, sehingga bentuk pertanian ini wujudnya berpindah tempat sesuai dengan tingkat kesuburan tanah. Apabila masyarakat menilai tanah sudah tidak lagi subur atau tidak ada humus, maka mereka akan pendah atau mencari tempat yang dianggap subur atau dapat di tanami tanam-tanaman. Selanjutnya masyarakat mulai mengembangkan sistem persawahan, sehingga tidak lagi bergantung pada humus, dan berusaha mengatasi kesuburan tanahnya melalui pengolahan tanah, irigasi dan pemupukan. Sistem persawahan dikenal oleh masyarakat prasejarah Indonesia pada masa neolithikum, karena pada masa tersebut kehidupan masyarakat sudah menetap dan teratur. Pada masa perundagian sistem persawahan mengalami perkembangan mengingat adanya spesialisasi atau pembagian tugas berdasarkan keahliannya. Sehingga masyarakat prasejarah semakin mahir dalam persaudaraan. D. Pelayaran Dengan adanya perpindahan bangsa-bangsa dari daratan Asia ke Indonesia membuktikan bahwa sejak abad sebelum masehi, nenek moyang bangsa Indonesia sudah memiliki kemampuan berlayar. Kemampuan berlayar terus mengalami perkembangan, mengingat kondisi geografis Indonesia terdiri dari pulau-pulau sehingga untuk sampai kepada pulau yang lain harus menggunakan perahu. Jenis perahu yang dipergunakan adalah perahu bercadik. Dari pembuatan perahu bercadik yang sederhana tetapi sudah mampu mengarungi samudera pada jaman prasejarah tersebut. Hal tersebut patutlah untuk dibanggakan kehebatan kemampuan berlayar nenek moyang bangsa Indonesia menjadi modal dasar dari kemampuan berdagang. Sehingga pada awal abad masehi bangsa Indonesia sudah turut ambil bagian dalam jalur perdagangan internasional. E. Sosial-Ekonomi Perkembangan kondisi sosial ekonomi masa Prasejarah di Indonesia sebenarnya mulai terlihat pada masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut atau zaman Mesolitik. Pada masa ini manusia mulai menyadari pentingnya pola kehidupan menetap pada suatu tempat. Hal ini disebabkan adanya kemajuan dan perkembangan pengetahuan masyarakat masa itu dalam berusaha mengolah alam lingkungan untuk pemenuhan kebutuhan hidup. Pada kehidupan menetap ini kemudian memunculkan bentuk-bentuk rumah yang sangat sederhana sebagai tempat tinggal, tempat berlindung terhadap iklim dan cuaca, serta terhadap gangguan binatang buas. Berdasarkan studi analogi etnografi dapat diperkirakan bahwa bentuk rumah tingkat awal sekali adalah berukuran kecil, berbentuk kebulat-bulatan dengan atap yang dibuat dari daun-daunan. Bentuk rumah semacam ini diduga merupakan bentuk awal rumah di Indonesia, dan sampai saat ini masih dijumpai di daerah Timor, Kalimantan Barat, Nikobar, dan Andaman. Berawal dari adanya kelompok-kelompok masyarakat dalam suatu daerah tertentu, dan mengalami perubahan yang mengarah kepada sistem komunal. Di samping itu teknologi pembuatan perkakas juga semakin maju. Hal ini terbukti dengan mulai ditemukannya alat-alat batu yang diasah secara halus, yaitu yang dikenal dengan beliung persegi. Kemajuan pada aspek teknologi ini selanjutnya akan memunculkan adanya stratifikasi sosial tertentu dalam suatu komuniti, misalnya muncul golongan-golongan yang pandai dalam membuat beliung persegi, mulai dari pembuatan bentuk dasar (plank) hingga menjadi beliung persegi yang siap pakai. Selanjutnya dikenal pula teknologi pembuatan gerabah sebagi salah satu sarana kebutuhan hidup sehari-hari yang sangat penting. Di sinipun akan memunculkan golongan-golongan tertentu yang memiliki kepandaian dalam pembuatan gerabah. Perkembangan lainnya yang sangat mendasar pada masa ini adalah mulai dikenalnya bercocok tanam sederhana, yaitu dengan Sistem Tebas-Bakar. Pada masa perundagian ini pola kehidupan perkampungan mengalami perkembangan dan semakin besar, hal ini disebabkan dengan mulai bersatunya kampung- kampung, atau terjadinya sebuah desa yang besar. Munculnya desa-desa besar ini salah satunya disebabkan semakin tinggi frekuensi perdagangan antar perkampungan dalam bentuk tukar menukar barang (barter). Perpindahan penduduk melalui jalur pelayaran juga menjadi penyebab semakin padatnya populasi penduduk dalam suatu perkampungan. Hal seperti ini dapat dibuktikan dari hasil ekskavasi di Situs Gilimanuk (Bali), yang berhasil diketahui jumlah penduduknya mencapai 300 orang. Dengan semakin luasnya hubungan antar wilayah maka kegiatan perdagangan pada masa perundagianpun menjadi semakin berkembang. Jenis-jenis barang daganganpun semakin kompleks karena hubungan-hubungan tersebut telah mencakup wilayah yang sangat luas. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya temuan benda-benda perunggu berupa nekara yang tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia, yang berasal dari kebudayaan DongSon di Vietnam Utara. Dalam kehidupan perkampungan ini mata pencaharian pokok adalah pertanian yang mulai dilakukan secara lebih teratur dan maju, yaitu dengan sistem pengairan dan sistem teras dalam pembuatan sawah-sawah. Hal ini juga didukung dengan semakin majunya sistem teknologi cetak peralatan dari logam (khususnya perunggu) untuk keperluan mengolah sawah. Usaha-usaha domestikasi hewanpun semakin memperlihatkan kemajuannya. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya temuan-temuan tulang-tulang hewan seperti babi, kerbau, kuda, anjing, dan beberapa jenis unggas pemukiman. Kemungkinan dilakukan untuk persediaan bahan makanan hewani, meskipun kegiatan perburuan masih dilakukan walau dengan jumlah yang lebih berkurang. Salah satu benda perunggu yang memiliki nilai estetika dan ekonomis sangat tinggi, dan ditemukan hampir di seluruh wilayah Asia Tenggara adalah nekara. Nekara tersebut merupakan hasil kebudayaan Dongson di Vietnam Utara yang kemudian menyebar hampir seluruh wilayah Asia Tenggara. Hal ini sekali lagi telah membuktikan adanya hubungan secara sosial-ekonomis antara Indonesia dengan wilayah Asia Tenggara lainnya Kegiatan ekonomis dalam bentuk perdagangan didorong oleh adanya temuan alat-alat transportasi air, yaitu perahu bercadik. Bentuk-bentuk perdagangan pada umumnya dilakukan dengan sistem tukar barang dengan barang. Kelangsungan hubungan perdagangan yang secara terus menerus dan cenderung semakin kompleks tersebut pada akhirnya memunculkan apa yang disebut dengan pasar dalam cakupan arti yang sederhana. F. Sosial-Budaya Seni ukir yang diterapkan pada benda-benda masa megalitikum dan seni hias pada benda-benda perunggu menggunakan pola-pola geometrik sebagai pola hias utama. Hal ini terlihat dari temuan di Watuweti (Flores) yang menggambarkan kapak perunggu, perahu dan melukis unsur-unsur dalam kehidupan yang dianggap penting. Pahatan-pahatan pada batu untuk menggambarkan orang atau binatang menghasilkan bentuk yang bergaya dinamis dan memperlihatkan gerak. Terdapat pula kecenderungan untuk melukiskan hal-hal yang bersifat simbolis dan abstrak-stelistis, seperti yang tampak pada gambar-gambar manusia yang diukir sebagai bulu burung bermata lingkaran pada nekara perunggu. Berbagai benda diciptakan guna keperluan religius. Pola topeng pada nekara tipe Pejeng dan pada beberapa jenis peti kubur berfungsi magis sebagai penolak bahaya. Yang sangat menonjol pada masa perundagian ini adalah segi kepercayaan kepada pengaruh arwah (roh) nenek moyang terhadap perjalanan hidup manusia dan masyarakatnya. Dengan demikian pula kepada orang-orang yang meninggal diberikan penghormatan dan persajian selengkap mungkin dengan maksud mengantar arwah dengan sebaik-baiknya ketempat tujuanya, yaitu dunia arwah. Kehidupan dalam masyarakat masa perundagian memperlihatkan rasa solidaritas yang kuat. Peranan solidaritas ini tertanan dalam hati setiap orang sebagai warisan yang telah berlaku sejak nenek moyang. Adat kebiasaan dan kepercayaan merupakan pengikat yang kuat dalam mewujudkan sifat itu. Akibatnya, kebebasan individu agak terbatas karena adanya aturan-atauran yang apabila dilanggar akan membahayakan masyarakat. Pada masa ini sudah ada kalkus kepemimpinan dan pemujaan kepada sesuatu yang suci diluar diri manusia yang tidak mungkin disaingi serta berada diluar batas kemampuan manusia. Dalam masyarakat ini mulai jelas mulai tampak perbedaan golongan-golongan tertentu seperti golongan pengatur upacara-upacara yang berhubungan dengan kepercayaan, petani, pedagang dan pembuat benda-benda dari logam (pandai logam). G. Kemajuan Teknologi Pada bidang teknologi, di samping berusaha menciptakan perkakas untuk keperluan sehari-hari, kemudian mengalami kemajuan dengan mulai diciptakannya benda-benda yang tidak saja bernilai profan tetapi yang bernilai estitika dan ekonomis. Pada teknologi pembuatan gerabah misalnya, ternyata di samping membuat untuk keperluan sehari-hari, mulai dilakukan juga pembuatan gerabah yang bernilai seni dan ekonomis. Hal ini dapat dilihat bahwa selain membuat benda-benda berupa periuk, cawan, tembikar, juga mulai dibuat bentuk-bentuk gerabah dengan aneka motif hiasan. Keragaman bentuk dan motif hias gerabah Indonesia ini kemudian memunculkan beberapa kompleks pembuatan gerabah yang sangat menonjol, antara lain kompleks gerabah Buni, (Bekasi), komplek gerabah Gilimanuk (Bali), dan kompleks gerabah Kalumpang (Sulawesi Selatan). Dari perkembangan teknologi pembuatan gerabah di beberapa situs tersebut, dilihat dari bentuk dan motif hiasnya serta proses pembuatannya, ternyata teknologi tersebut mendapat pengaruh dari luar sebagai akibat adanya hubungan-hubungan seperti disebutkan di atas. Pengaruh-pengaruh tersebut antara lain dari tradisi gerabah Sahuynh dari Vietnam dan tradisi Kalanay dari Filipina. Pada teknologi pembuatan benda-benda logam (khusus perunggu) kemudian juga mengalami perkembangan yang sangat pesat. Di samping membuat perkakas untuk keperluan sehari-hari (misalnya kapak, corong, tajak dan sebagainya) mulai dikembangkan pula pembuatan benda-benda yang memiliki nilai estetika dan ekonomis, misalnya nekara, boneka perunggu, gelang, cincin, bandul kalung, dan sebagainya. Benda-benda tersebut ternyata menjadi salah satu komoditi dalam hubungan perdagangan antara Indonesia dengan wilayah Asia Tenggara lainnya. BAB IV KEMAHIRAN MEMBUAT ALAT A. Kemahiran Membuat Alat Dalam masa perundagian ini, teknologi berkembang dengan pesat. Di pihak lain, terjadi peningkatan usaha perdaganganyang mengalami kemajuan. Teknologi pelayaran juga menentukan perkembangan teknologi secara umum. Hal tersebut berpengaruh pula pada sistem sosial yang telah mengklasifikasikan dari dalam segmen-segmen sosial-ekonomi karena pola-polanya telah terbentuk. Pada masa ini merupakan awal dari kemajuan, karena di zaman perundagian ini sudah mulai menganal teknik peleburan, percampuran, penempaan dan pencetakan jenis-jenis logam seperti tembaga, perunggu dan besi. Di Asia Tenggara logam mulai dikenal kia-kira 3000-2000 S.M. Di Indonesia penggunaan logam diketahui pada masa beberapa abad sebelum masehi, hal ini berdasarkan temuan-temuan arkeologis. Indonesia hanya menganal alat-alat yang dibuat dari perunggu dan besi, sedangkan perhiasan telah mengenal emas. Penggunaan logam tidak seketika menyeluruh di Indonesia, tetapi berjalan setahap demi setahap. Sedangkan beliung dan kampak batu masih digunakan. Benda-benda perunggu yang ditemukan di Indonesia menunjukan persamaan dengan temuan-temuan di Deng Son (Vietnam) diperkirakan adanya hubungan budaya. Jenis-jenis perhiasan pun beraneka ragam berupa gelang, cincin, bandul, kalung dan sebagainya yang terbuat dari perunggu, kulit kerang, tulang, batu dan kaca. B. Benda-Benda Perunggu Jenis benda perunggu yang dikenal di Indonesia ialah nekara, kapak, bejana, boneka atau patung, perhiasan dan senjata. Namaun yang menarikperhatian adalah nekara. Benda-benda lain sebenarnyatelah mendapatkan perhatian sejak abad ke-19, misalnya kapak corong, cincin, mata tombak, kapak upacara (candrasa). Dari penyelidikan dalam zaman perundagian pula orang-orang telah pandai membuat dan menuang kaca. Hanya saja tekniknya masih sederhana kadang masih tercampur pasir. Nekara Nekara merupakan semacam berumbung yang terbuat dari perunggu yang berpinggang dibagian tengahnya dan sisi atasnya tertutup. Diantara nekara yang ditemukan di Indonesia hanya beberapa saja yang ditemukan dalam keadaan utuh. Nekara banyak ditemukan di Sumatra, Jawa, Bali, Pulau Sangean dekat Sumbawa, Roti, Leti, Selayar dan di Pulau Kei. Nekara yang ditemukan di Indonesia pada umumnya bertipe Pejen. G.E. Rumphias pada tahun 1704 menguraikan nekara dari Pejeng (Bali). E.C. Barchowitz menguraikan nekara dari Pulau Luang (NTT). A.B. Meyer menemukan nekara dari Jawa, Salayar, Luang, Roti dan Leti. Nekara tipa Pejen berukuran kecil yang disebut “moka” atau “maka”, adapun tipe Heger I dan tipe Heger IV. Bentuk nekara Pejeng pada umumnya tersusun dalam tiga bagian yaitu : Bagian atas terdiri dari bidang pukul yang bergaris tengah 1,60m menjorong 25m ke luar. Bagian bahu yang meluas ke bawah dan melengkung ke dalam dibagian pinggang yang berbentuk silinder. Bagian kaki berbentuk genta yang melebar di bagian bawah. Menurut pendapat para ahli gambar-gambar yang terdapat di nekara seperti nekara yang berhiaskan gambar kapal dengan bagian depan dan belakangnya berbentuk kepala dan ekor burung dan terdapat lukisan orang yang disamarkan merupakan bukan lukisan perahu-perahu yang dipergunakan untuk berlayar, melainkan melukiskan perahu mayat yang membawa roh orang yang telah mati dari dunia ke akhirat. Kapak Perunggu Secara tipologis kapak perunggu dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu kapak corong dan kapak upacara. Kapak corong disebut juga kapak sepatu, maksudnya kapak yang bagian atasnya berbentuk corong yang sembirnya belah, sedangkan dalam corong itulah dimasukan tangkai kayunya yang menyiku kapada bidang kapak. Jadi seolah-olah kapak disamakan dengan sepatu dan tangkainya diibaratkan sebagai kaki orang. Van Heekeren mengklasifikasikan menjadi kapak corong, kapak upacara dan kalak tembilang (tajak). Soejono membagi kapak perunggu menjadi delapan yaitu : Ø Tipe I (tipe umum). Bentuknya lebar dengan panjang yang lonjong, garis puncak (pangka), tangkainya cekung dan bagian tajam cembung. Ø Tipe II (tipe ekor burung seriti). Bentuk tangkai dengan ujung yang membelah seperti ekor burung seriti, ujung tajam cembung, belahan pada ujung ada yang dalam dan ada yang dangkal. Ø Tipe III (tipe pahat). Bentuk tangkai menyempit dan lurus ada yang pendek dan lebar. Bentuk tajam cembung dan lurus, kapak terbesar berukuran 12,2 x 5,8 x 1,7 cm dan terkecil 5,4 x 3,6 x 1,3 cm. Ø Tipe IV (tipe tembilang). Bentuk tangkai pendek, mata kapak gepeng, bagian bahu lurus kea rah sisinya. Ukuran terbesar 15,7 x 9,6 x 2 cm dan terkecil 13,4 x 6,5 cm. Ø Tipe IV (tipe tembilang). Bentuk tangkai pendek, mata kapak gepeng, bagian bahu lurus kea rah sisinya. Ukuran terbesar 15,7 x 9,6 x 2 cm dan terkecil 13,4 x 6,5 x 1,6 cm. Ø Tipe V (tipe bulan sabit). Mata kapak berbentuk bulan sabit. Bagian tengah lebar dan menyempit, tangkai lebar dan bagian tajamnya menyempit. Jenis terbesar berukuran 16,5 x 15,6 x 3,4 cm dan terkecil 7,2 x 5,2 x 4,5 cm. Ø Tipe VI (tipe jantung). Bentuk tangkai panjang dengan pangkal cekung, bagian bahu melengkung. Ukuran terbesar 39,7 x 16,2 x 1,5 cm dan terkecil 13 x 7,2 x 0,6 cm. Ø Tipe VII (candrasa). Tangkai pendek dan melebar pada pangkalnya, mata kapak tipis dengan kedua ujungnya lebar. Kapak ini sangat besar dan pipih yang terbesar 133,7 cm dan terkecil 37 cm. Ø Tipe VIII (tipe kapak roti). Keseluruhannya gepeng berukuran 90 cm. pangkal tangkai cakram. Cakram ini dihiasi dengan pola roda atau pusaran (whirl). Kapak corong ditemukan di Sumatra Selatan, Jawa, Bali, Sulawesi Tengah dan Selatan, Pulau Selayar dan di Irian dekat danau Sentani. Tidak semua kapak dipergunakan sebagai kapak. Yang kecil umpamanya mungkin sebagai tugal, sedangkan yang indah dan candrasa dipergunakan sebagai tanda kebesaran dan alat upacara saja. Di Bandung ditemukan cetakan-cetakan dari tanah baker untuk menuangkan kapak corong. Bejana Di Indonesia di temukan dua bejana yaitu di Sumatra dan Madura. Bejana perunggu berbentuk bulat panjang seperti keranjang tempat ikan yang diikat di pinggang. Bejana ini dibuat dari dua lempengan perunggu yang cembung diletakan dengan pacuk besi pada sisinya. Bejana perunggu yang ditemukan di Kerici (Sumatra), bentuknya seperti periuk tetapi langsing dan gepeng berukuran panjang 50,8 cm dan lebar 37 cm. Sedangkan bejana yang ditemukan di Sampang (Madura)mempunyai ukuran tinggi 90 cm dan lebar 54 cm. Kedua-duanya memiliki hiasan ukiran yang serupa dan sangat indah, berupa gambar-gambar geometrid an pilin-pilinyang mirip huruf ‘j’. Patung Seni patung rupanya mengalami kemajuan, beberapa buah patung diantaranya arca-arca orang yang sikapnya aneh dan satu arca berbentuk kerbau. Ada pula yang berbentuk cincin yang sangat kecil yang diperkirakan sebagai alat penukaran (uang). Patung-patung yang ditemukan di Indonesia memiliki bentuk seperti orang atau binatang. Patung yang berbentuk orang antara lain berupa penari yang bergaya dinamis. Patung ini beragam bentuk (sikap) baik lurus, melompat, kesamping atau kedepan yang menunjukan babak-babak sebuah tarian. Patung besar berukuran kira-kira 9,4 cm. sedangkan patung berbentuk binatang ditemukan di Limbang (Bogor). Patung yang menggambarkan hewan kerbau berukuran panjang 10,9 cm dan tinggi 7,2 cm. Perhiasan Biasanya dibuat berupa gelang, cincin, kalung dan hiasan lainnya. Gelang yang berhias pada umumnya besar dan tebal. Pola hias pada gelang-gelang berupa pola tumpal, garis tangga dan duri ikan. Teknik Pembuatan Benda Perunggu Cara mengelola logam berbeda dengan cara mengelola batu untuk di bentuk sedemikian rupa agar menjadi sesuatu yang dihendaki. Batu lebih mudah dibentuk, sedangkan loham harus melakukan cara-cara atau teknik-teknik tertentu untuk membentuk logam itu sesuai dengan apa yang dihendaki. Teknik pembuatan benda logam atau perunggu ada dua macam : 1. Teknik Setangkup (Bivalve) Teknik cetakan setangkup menggunakan dua cetakan yang dapat di tangkupkan. Cetakan diberi lubang pada bagian atas, dari lubang itu dituangkan logam cair. Bila sudah dingin, maka cetakan di buka dan selesailah pengerjaannya. Pembuatan benda-benda perunggu dari cara seperti ini dapat dikatakn praktis dan benda atau alat-alatnya bersifat tahan lama, sehingga dapat dipergunakan kembali. Namun hanya dapat mencetak satu jenis saja atau tidak bervariasi. 2. Teknik Cetakan Lilin (à cire perdue) Teknik cetakan lilin mempergunakan bentuk benda yang terlebih dahulu terbuat dari lilin yang berisi tabah liat sebagai inti. Lilin di bentuk sesuai dengan keinginan. Setelah lengkap lilin dibungkus dengan tanah liat yang lunak, agar tanah liat mengikuti bentuk dari lilin tersebut. Pada bagian atas dan bawah diberi lubang, dari atas tuangkan perunggu cair dan dari bawah akan mengalir lilin yang meleleh. Bila telah dingin maka cetakan di pecah dan selesai. Teknik ini lebih sukar dibandingkan dengan teknik setangkup karena banyak langkah yang harus dilakukan, namun benda yang dihasilkan lebih bervariasi. C. Benda-Benda Besi Jenis-jenis benda besi dapat digolongkan sebagai alat keperluan sehari-hari dan senjata. Benda-benda besi yang banyak ditemukan berupa : · Mata kapak atau sejenis beliaung yang diikat secara melintang pada tangkai kayu · Alat bermata panjang dan gepeng dan mungkin digunakan untuk merapatkan benang-banang kain tenun · Mata pisau · Mata sabit yang berbentuk melingkar · Mata alat penyiang rumput · Mata pedang · Mata tombak D. Gerabah Dalam masa perundagian, pembuatan gerabah lebih maju dari masa sebelumnya. Peranan gerabah dalam kehidupan masyarakat dianggap penting dan fungsinya tidak dapat dengan mudah digantikan dengan alat logam. Hal ini terbukti dengan ditemukan gerabag di banyak daerah. Gerabah Malolo dapat digolongkan sebagai komples gerakan yang berkembang di masa perundagian. Pada umumnya gerabah digunakan untuk kepentingan sehari-hari, sedangkan dalam upacara keagamaan gerabah digunakan sebagai tempayan kubur dan sebagai bekal kubur. Kebudayaan gerabah terbagi menjadi tiga kompleks diantaranya : Ø Kompeks gerabah Buni Ø Kopleks gerabah Gilimanuk Ø Kompleks gerabah Kalumpang PENUTUP A. Kesimpulan Dalam masa bercocok tanam, manusia sudah mulai bertempat tinggal secara menetap dan berkelompok. Berbagai upaya dilakukan manusia menuju penyempurnaan, misalnya adalam bidang pertanian, peternakan, pembuatan alat-alat kebutuhan dan lain-lain. Hal-hal barupun telah ditemukan diantaranya peleburan bijih-bijih logam. Sejalan dengan kemajuan yang dicapai, sehingga taraf penghidupannya dan tata-susunan masyarakat menjadi makin kompleks. Masyarakat mulai hidup secara teratur, sehingga muncul golongan undagi (golongan orang-orang terampil). Di zaman perundagian ini banyak kemajuan-kemajuaan dalam berbagai bidang masyarakat, kepercayaan, sosial, ekonomi dan sebagainya. Sehingga diketahui bahwa sejak masa ini sudah adanya hubungan dengan daerah-daerah yang ada di Asia Tenggara. Hal ini di perkuat dengan ditemukannya benda-benda yang ditemukan di Indonesia dengan benda yang berada si Asia Tenggara yang lain seperti Vietnam. DAFTAR PUSTAKA - P. Djoenad, Marwati dan Notosusanto, Nugroho. Sejarah Nasional Indonesia I. 1993. Balai Pustaka: Jakarta - DR. Soekmono, R. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia I. 2006. Kanisius: Yogyakarta - Notosusanto, Nugroho dan Basri, Yusman. Sejarah Nasional Indonesia untuk SMA I. 1980. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan: Jakarta - Rusdiyanto, Bambang dan Junartono, Aris. Panduan Belajar XII SMA. 2006. Primagama: Jakarta - Sardiman, AM dan Kusriyantinah. Sejarah Nasional dan Sejarah Umum. 1995. Kendang Sari: Surabaya - William A. Haviland dan R.G. Soekadijo. Antropologi I. 1998. Erlangga: Jakarta PERANG NUKLIR ZAMAN PRASEJARAH ? Pernah dengar yang namanya epik Ramayana dan Mahabarata? dua epos terkenal dari India kuno. Epos Mahabarata mengisahkan konflik hebat keturunan Pandu dan Dritarasta dalam memperebutkan tahta Kerajaan. Epos ini ditulis pada tahun 1500 SM dan menurut perkiraan perang tsb meletus sekitar 5000 tahun yang lalu. Banyak spekulasi bermunculan dari peristiwa ini, diantaranya ada sebuah spekulasi baru dengan berani menyebutkan bahwa perang Mahabarata adalah semacam perang NUKLIR!! Tapi, benarkah demikian yang terjadi sebenarnya? Mungkinkah jauh sebelum era modern seperti masa kita ini ada sebuah peradaban maju yang telah menguasai teknologi nuklir? Masa sebelum 4000 SM dianggap sebagai masa pra sejarah dan peradaban Sumeria dianggap peradaban tertua didunia. Akan selama ini terdapat berbagai diskusi, teori dan penyelidikan mengenai kemungkinan bahwa dunia pernah mencapai sebuah peradaban yang maju sebelum tahun 4000 SM. Teori Atlantis, Lemuria, kini makin diperkuat dengan bukti tertulis seperti percakapan Plato mengenai dialog Solon dan pendeta Mesir kuno mengenai Atlantis, naskah kuno Hinduisme mengenai Ramayana & Bharatayudha mengenai dinasti Rama kuno dan bukti arkeologi mengenai peradaban Monhenjo-Daroo, Easter Island dan Pyramid Mesir maupun Amerika Selatan. kemungkinan manusia pernah memasuki zaman nuklir lebih dari 6000 tahun yang lalu. Peradaban Atlantis di barat dan dinasti Rama di Timur diperkirakan berkembang dan mengalami masa keemasan antara tahun 30000 SM hingga 15000 SM. Atlantis memiliki wilayah mulai dari Mediteranian hingga Pegunungan Andes di seberang Samudra Atlantis sedangkan Dinasti Rama berkuasa di bagian Utara India-Pakistan-Tibet hingga Asia Tengah. Peninggalan Prasasti di Indus, Mohenjo Daroo dan Easter Island (Pasifik Selatan) hingga kini belum bisa diterjemahkan dan para ahli memperkirakan peradaban itu berasal jauh lebih tua dari peradaban tertua yang selama ini diyakini manusia (4000 BC). Beberapa naskah Wedha dan Jain yang antara lain mengenai Ramayana dan Mahabharata ternyata memuat bukti historis maupun gambaran teknologi dari Dinasti Rama yang diyakini pernah mengalami zaman keemasan dengan tujuh kota utamanya ‘Seven Rishi City’ yg salah satunya adalah Mohenjo Daroo (Pakistan Utara). Dalam suatu cuplikan cerita dalam Epos Mahabarata dikisahkan bahwa Arjuna dengan gagah berani duduk dalam Weimana (sebuah benda mirip pesawat terbang) dan mendarat di tengah air, lalu meluncurkan Gendewa, semacam senjata yang mirip rudal/roket yang dapat menimbulkan sekaligus melepaskan nyala api yang gencar di atas wilayah musuh, lalu dalam sekejap bumi bergetar hebat, asap tebal membumbung tinggi diatas cakrawala, dalam detik itu juga akibat kekuatan ledakan yang ditimbulkan dengan segera menghancurkan dan menghanguskan semua apa saja yang ada disitu. Yang membuat orang tidak habis pikir, sebenarnya senjata semacam apakah yang dilepaskan Arjuna dengan Weimana-nya itu? Dari hasil riset dan penelitian yang dilakukan ditepian sungai Gangga di India, para arkeolog menemukan banyak sekali sisa-sisa puing-puing yang telah menjadi batu hangus di atas hulu sungai.Batu yang besar-besar pada reruntuhan ini dilekatkan jadi satu, permukaannya menonjol dan cekung tidak merata. Jika ingin melebur bebatuan tersebut, dibutuhkan suhu paling rendah 1.800 C. Bara api yang biasa tidak mampu mencapai suhu seperti ini, hanya pada ledakan nuklir baru bisa mencapai suhu yang demikian. Di dalam hutan primitif di pedalaman India, orang-orang juga menemukan lebih banyak reruntuhan batu hangus. Tembok kota yang runtuh dikristalisasi, licin seperti kaca, lapisan luar perabot rumah tangga yang terbuat dari batuan di dalam bangunan juga telah dikacalisasi. Selain di India, Babilon kuno, gurun sahara, dan guru Gobi di Mongolia juga telah ditemukan reruntuhan perang nuklir prasejarah. Batu kaca pada reruntuhan semuanya sama persis dengan batu kaca pada kawasan percobaan nuklir saat ini. Dari berbagai sumber yang saya pelajari, secara umum dapat digambarkan berbagai macam teori dan Penelitian mengenai subyek ini memberikan beberapa bahan kajian yang menarik. Antara lain adalah : Atlantis dan Dinasti Rama pernah mengalami masa keemasan (Golden Age) pada saat yang bersamaan (30000-15000 BC). Keduanya sudah menguasai teknologi nuklir. Keduanya memiliki teknologi dirgantara dan aeronautika yang canggih hingga memiliki pesawat berkemampuan dan berbentuk seperti UFO (berdasarkan beberapa catatan) yang disebut Vimana (Rama) dan Valakri (Atlantis). Penduduk Atlantis memiliki sifat agresif dan dipimpin oleh para pendeta (enlighten priests), sesuai naskah Plato. Dinasti Rama memiliki tujuh kota besar (Seven Rishi’s City) dengan ibukota Ayodhya dimana salah satu kota yang berhasil ditemukan adalah Mohenjo-Daroo. Persaingan dari kedua peradaban tersebut mencapai puncaknya dengan menggunakan senjata nuklir. Para ahli menemukan bahwa pada puing-puing maupun sisa-sisa tengkorak manusia yang ditemukan di Mohenjo-Daroo mengandung residu radio-aktif yang hanya bisa dihasilkan lewat ledakan Thermonuklir skala besar. Dalam sebuah seloka mengenai Mahabharata, diceritakan dengan kiasan sebuah senjata penghancur massal yang akibatnya mirip sekali dengan senjata nuklir masa kini. Beberapa Seloka dalam kitab Wedha dan Jain secara eksplisit dan lengkap menggambarkan bentuk dari ‘wahana terbang’ yang disebut ‘Vimana’ yang ciri-cirinya mirip piring terbang masa kini. Sebagian besar bukti tertulis justru berada di India dalam bentuk naskah sastra, sedangkan bukti fisik justru berada di belahan dunia barat yaitu Piramid di Mesir dan Amerika Selatan. Singkatnya segala penyelidikan diatas berusaha menyatakan bahwa umat manusia pernah maju dalam peradaban Atlantis dan Rama. Bahkan jauh sebelum 4000SM manusia pernah memasuki abad antariksa dan teknologi nuklir. Akan tetapi zaman keemasan tersebut berakhir akibat perang nuklir yang dahsyat hingga pada masa sesudahnya, manusia sempat kembali ke zaman primitif hingga munculnya peradaban Sumeria sekitar 4000 SM atau 6000 tahun yang lalu. tahun 1972 silam, ada sebuah penemuan luar biasa yang barangkali bisa semakin memperkuat dugaan bahwa memang benar peradaban masa silam telah mengalami era Nuklir yaitu penemuan tambang Reaktor Nuklir berusia dua miliyar tahun di Oklo,Republik Gabon

SEJARAH KEBUDAYAAN INDONESIA

1. Zaman Batu dan Logam Indonesia adalah bangsa yang besar dengan sejarah kebudayaan yang sangat panjang. Menurut hasil temuan-temuan yang ada kebudayaan Indonesia sudah dimulai dari zaman Zaman batu, kira-kira 1.7 juta tahun yang lalu. Berdasarkan pendapat-pendapat para ahli prehistoris, zaman batu dibagi menjadi 3, yaitu : a. Zaman Batu Tua (Paleolitikum) b. Zaman Batu Pertengahan (Mesolitikum) c. Zaman Batu Muda (Neolitikum) a. Zaman Batu Tua (Paleolitikum) Periode zaman ini adalah antara tahun 50.000 SM - 10.000 SM. Pada zaman ini, manusia hidup secara nomaden dalam kumpulan kecil untuk mencari makanan. Mereka memburu binatang, menangkap ikan dan mengambil hasil hutan sebagai makanan. Mereka belum bisa bercocok tanam. Mereka menggunakan batu, kayu dan tulang binatang untuk membuat peralatan memburu. Mereka membuat pakaian dari kulit binatang tangkapan mereka. Selain itu, mereka telah pandai menggunakan api untuk memasak, memanaskan badan dan mengusir binatang. b. Zaman Batu Pertengahan (Mesolitikum) Ketika masa mesolitikum, penduduk Indonesia sudah mulai hidup dengan cara menetap dan sudah mulai bercocok tanam secara sederhana untuk memenuhi kebutuhan makanan mereka, disamping berburu hewan dan menangkap ikan. Tempat tinggal yang mereka pilih umumnya berlokasi di tepi pantai (kjokkenmoddinger) dan goa-goa (abris sous roche). · Kjokkenmoddinger adalah sampah dapur yang berisi siput, kerang dan barang-barang hasil kebudayaan seperti kapak genggam, ditemukan di sepanjang pantai timur Pulau Sumatera. · Abris sous roche adalah goa menyerupai ceruk batu karang yang digunakan manusia sebagai tempat tinggal. Ditemukan didaerah Madiun, Besuki, Timor dan Rote. c. Zaman Batu Muda (Neolitikum) Zaman batu muda (Neolitikum) benar-benar membawa revolusi dalam kehidupan manusia. Pada zaman ini, mereka telah hidup menetap, membuat rumah, membentuk kelompok masyarakat desa, bertani dan berternak untuk memenuhi kebutuhan hidup. Sejalan dengan itu revolusi alat-alat penunjang kehidupanpun terjadi. Setelah masa Neolitikum, kemudian kebudayaan Indonesia berlanjut kemasa zaman logam. Hal ini ditandai dengan dikenalnya tekhnik untuk mengecor / mencairkan logam dari biji besi, dan menuangkan kedalam cetakan-cetakan serta mendinginkannya. Oleh karena itulah mereka mampu membuat aneka ragam senjata berburu dan berperang serta alat-alat lain yang mereka perlukan. 2. Kebudayaan Hindu dan Budha Berkat hubungan dagang dengan negara-negara tetangga maupun dengan yang lebih jauh seperti India, Tiongkok, dan wilayah Timur tengah, di Indonesia pun mulai berkembang kerajaan-kerajaan Hindu dan Budha. Agama Hindu masuk ke Indonesia diperkirakan pada awal tarikh Masehi (sekitar abad ke 2 sampai abad ke 4), dibawa oleh para musafir dari India antara lain: Maha Resi Agastya, yang di Jawa terkenal dengan sebutan Batara Guru atau Dwipayana dan juga para musafir dari Tiongkok yakni musafir Budha Pahyien. Agama Budha sendiri mulai masuk ke Indonesia pada sekitar abad ke-5. Agama Budha sendiri dikemudian hari berkembang lebih pesat, dikarenakan dalam agama Budha tidak menghendaki adanya kasta-kasta dalam masyarakat. Kedua agama tersebut tumbuh dan berkembang secara berdampingan secara damai. Kebudayaan Hindu dan Budha beralkulturasi dengan kebudayaan asli Indonesia yang sebelumnya telah ada. Masa kedua agama tersebut ditandai dengan munculnya banyak kerajaan-kerajaan di Nusantara. Berikut adalah daftar kerajaan-kerajaan Hindu-Budha yang ada di Nusantara : · Kerajaan Hindu/Buddha di Kalimantan a. Kerajaan Kutai · Kerajaan Hindu/Buddha di Jawa a. Kerajaan Salakanagara (150-362) b. Kerajaan Tarumanegara (358-669) c. Kerajaan Sunda Galuh (669-1482) d. Kerajaan Kalingga e. Kerajaan Mataram Hindu f. Kerajaan Kadiri (1042 - 1222) g. Kerajaan Singasari (1222-1292) h. Kerajaan Majapahit (1292-1527) · Kerajaan Hindu/Buddha di Sumatra a. Kerajaan Malayu Dharmasraya b. Kerajaan Sriwijaya Baik penganut agama Budha dan Hindu sama-sama melahirkan karya-karya budaya yang bernilai tinggi dalam seni bangunan/arsitektur, seni pahat, seni ukir maupun seni sastra, seperti tercermin dalam bangunan/arsitektur, relief-relief yang dibuat dalam dalam candi-candi di Jawa Tengah maupun Jawa Timur. Candi-candi yang dimaksud diantaranya : Borobudur, Mendut, Prambanan, Kalasan (Jawa Tengah), Badut, Kidal, Jago, Singosari (Jawa Timur). Candi Borobudur sendiri adalah candi terbesar dan termegah di Asia Tenggara. 3. Kebudayaan Islam Pada abad ke 11, diperkirakan agama Islam telah masuk ke Indonesia, khususnya daerah Jawa dan Sumatra. Hal ini ditandai dengan ditemukannya makam dari seorang wanita islam di kota Gresik. Islam sendiri masuk ke Indonesia melalui jalur perdagangan, di bawa oleh para saudagar-saudagar yang berasal dari Timur Tengah. Karena Islam masuk dengan damai tanpa adanya pemaksaan, Islam pun dengan cepat dapat berkembang di Indonesia. Bersamaan dengan makin surutnya kejayaan Majapahit di Nusantara pada abad ke-15, muncullah kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara. Kerajaan-kerajaan yang dimaksud adalah kerajaan Malaka di Semenanjung Malaka, kerajaan Aceh di Ujung Pulau Sumatera, kerajaan Banten di Jawa Barat, kerajaan Demak dipesisir Utara pulau Jawa Tengah. Persebaran Islam di Indonesia, khususnya di jawa sebagian besar dilakukan oleh wali songo. "Walisongo" berarti sembilan orang wali. Mereka adalah Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Dradjad, Sunan Kalijaga, Sunan Kudus, Sunan Muria, dan Sunan Gunung Jati. Mereka tidak hidup pada saat yang persis bersamaan. Namun satu sama lain mempunyai keterkaitan erat, bila tidak dalam ikatan darah juga dalam hubungan guru-murid. Mereka tinggal di pantai utara Jawa dari awal abad 15 hingga pertengahan abad 16, di tiga wilayah penting. Yakni Surabaya-Gresik-Lamongan di Jawa Timur, Demak-Kudus-Muria di Jawa Tengah, serta Cirebon di Jawa Barat. Mereka adalah para intelektual yang menjadi pembaharu masyarakat pada masanya. Mereka mengenalkan berbagai bentuk peradaban baru: mulai dari kesehatan, bercocok tanam, niaga, kebudayaan dan kesenian, kemasyarakatan hingga pemerintahan. Era Walisongo adalah era berakhirnya dominasi Hindu-Budha dalam budaya Nusantara untuk digantikan dengan kebudayaan Islam. Mereka adalah simbol penyebaran Islam di Indonesia. Khususnya di Jawa. Tentu banyak tokoh lain yang juga berperan. Namun peranan mereka yang sangat besar dalam mendirikan Kerajaan Islam di Jawa, juga pengaruhnya terhadap kebudayaan masyarakat secara luas serta dakwah secara langsung, membuat "sembilan wali" ini lebih banyak disebut dibanding yang lain. Sekarang agama islam telah menjadi agama terbesar di Indonesia, dengan persentase sekitar 90% warga Indonesia memeluk agama Islam. Bahkan Indonesia sekarang adalah negara dengan jumlah pemeluk agama Islam di dunia. Tak dapat dipungkiri lagi bahwa kebudayaan islam adalah pemberi saham yang besar dalam perkembangan kebudayaan dan kepribadian bangsa. 4. Kebudayaan Barat Dimulai dengan kedatangan bangsa Portugis pada tahun 1512 di Ternate, setelah itu disusul oleh Spanyol dan Belanda. Inilah awal dari masuknya kebudayaan Barat di Indonesia. Portugis dan Belanda yang akhirnya menjajah nusantara juga menyebarkan agama Nasrani di Indonesia, terutama di wilayah-wilayah yang hampir belum tersentuh agama Islam. Selama sekitar 350 Indonesia dijajah oleh bangsa asing, selama itu pula Indonesia mendapat masukan kebudayaan dari barat. Setelah Indonesia dikuasai mereka, munculnya budaya-budaya barat, contohnya bangunan-bangunan bergaya arsitektur barat, tradisi-tradisi dari barat seperti acara pesta dansa, dan lain-lain. 5. Kebudayaan dan Kepribadian Sudah menjadi watak dan kepribadian Timur pada umumnya, serta masyarakat Jawa khususnya, bahwa dalam menerima setiap kebudayaan yang datang dari luar, kebudayaan yang dimilikinya tidaklah diabaikan. Hal ini harus kita pertahankan terus untuk memfilter kebudayaan asing yang tidak sesuai dengan kebudayaan kita. Kita harus menjaga kebudayaan kita dengan baik agar kebudayaan kita berkembang makin baik dan kita tidak kehilangan jati diri kita sebagai bangsa Indonesia.

Kamis, 01 November 2012

SEJARAH SEBELUM KEMERDEKAAN

Selatan Maluku menelusuri nenek moyang mereka kembali ke cabang Alifoeroes orang Melanesia yang menduduki pulau-pulau sedini 1000 SM Pedagang Arab mulai mengirimkan Selatan cengkeh dan pala Maluku ke Eropa sebesar 300 SM, sementara orang Eropa pertama yang mencapai Ambon melalui laut adalah Portugis pada tahun 1513 Masehi, juga terlibat dalam perdagangan rempah-rempah. (Cengkeh diperoleh oleh kapal Ferdinand Magellan di Maluku melunasi biaya mengelilingi pertama dunia.) Belanda adalah kekuasaan kolonial untuk 350 tahun, dimulai dengan perebutan Ambon tahun 1605. Seperti kebanyakan kekuasaan kolonial, Belanda terutama tertarik pada jangka pendek, keuntungan besar, tetapi administrasi mereka ditandai oleh manajemen yang sangat buruk. (Misalnya, pohon pala ditebang mana-mana kecuali di Banda, dan mereka mencoba untuk memaksa para pemimpin lebih luas pertanian Maluku untuk cengkeh tanaman di daerah, dll) Dalam proses penegakan hukum, pemberontakan yang dihadapi Belanda di 1636, 1646 dan 1816 yang hancur tanpa belas kasihan. Karena maladministrasi Belanda, menurut sejarawan Willard Hanna, Maluku kehilangan posisi onccommanding mereka dalam perdagangan rempah-rempah dunia ke Zanzibar, Madagaskar dan Grenada.

PEMBENTUKAN REPUBLIK MALUKU SELATAN

Jepang menduduki seluruh Hindia Belanda dari 1942 sampai 1945. Berbeda dengan collaborationists ditemukan di Barat pulau-pulau Indonesia, orang Maluku mundur ke pegunungan untuk mempertahankan perang gerilya melawan Jepang, akhirnya membentuk brigade Selatan Maluku. Dan, pada akhir perang, mereka melihat dalam kemerdekaan mendekati dari 3.500 sekali-Belanda pulau, realisasi dari mimpi kenegaraan Maluku Selatan. Indonesia menjadi negara semi-otonom di bawah Perjanjian Linggarjati tahun 1947 yang membuat Belanda Hindia federasi "negara otonom" sebagai bagian dari yang lebih besar Belanda Commonwealth di bawah kekuasaan militer Belanda. Jawa dan Sumatra adalah negara utama. Maluku Selatan secara teknis menjadi bagian dari Negara Indonesia Timur, yang juga termasuk Sulawesi dan didominasi Muslim Maluku Utara. (Selatan Maluku brigade itu incorporatecd ke dalam pasukan Belanda dari Indonesia Timur dan membantu memukul mundur invasi Jvanese melanggar Perjanjian Linggarjati.) Perwakilan dari Belanda, bersama-sama dengan orang-orang dari Jawa, Maluku Selatan dan semua negara otonom lain dari Hindia Timur, berkumpul pada tahun 1948 pada Konferensi Meja Bundar di Den Haag. Di sini 'Amerika Serikat Indonesia "dibentuk. Pihak hadir setuju sebagai berikut: • Bahwa federasi baru akan terdiri dari diri memerintah negara • Bahwa rakyat masing-masing negara akan memiliki kesempatan untuk setuju atau tidak setuju dengan "definitif" konstitusi; • Bahwa di mana salah satu negara otonom menolak untuk menyetujui kondisi, negara akan memiliki hak untuk menegosiasikan hubungan khusus untuk kedua Belanda dan Republik Indonesia Serikat, dan • Bahwa sambil menunggu penyelesaian struktur konstitusional, STAE masing-masing akan dimiliki sama hak. Namun, segera setelah kontrol diasumsikan Jawa di Jakarta, mereka melanggar perjanjian Meja Bundar. Jawa Presiden Sukarno berusaha kebangsaan terpadu didominasi oleh pulau utama. Gagal dalam upaya untuk bernegosiasi dengan Sukarno, Daerah yang terpilih secara demokratis (Majelis) dari Maluku Selatan mendeklarasikan kemerdekaannya seperti sebuah republik pada April 25,1950. Ini berarti perang. Selain pasukan yang telah bertempur melawan, direkrut Jepang baru siap untuk memenuhi invasi dari pulau-pulau barat. Dan di luar pulau, beberapa 4000 prajurit dari brigade Maluku dari tentara Belanda digagalkan dalam upaya mereka untuk bergabung dengan rekan senegaranya. Alih-alih dibuang, mereka dan keluarga mereka - 12.000 di semua - diangkut tanpa persetujuan mereka ke Belanda. Invasi Jawa awal terjadi di Buru pada tanggal 13 Juli 1950 dengan lebih dari 1.000 tentara tewas. Pada tanggal 25 Juli, orang Maluku Selatan mengajukan petisi kepada PBB untuk bersyafaat. Upaya mediasi yang ditolak. Invasi utama adalah mendarat di Ambon pada 25 September, 1950; dan lebih dari 15.000 orang Jawa yang dipimpin tentara jatuh sebelum kota itu diambil pada tanggal 5 November. Pada 5 Desember, Selatan Maluku tentara mundur ke pulau Seram ibu.

Dampak dari penjajahan

Dampak dari penjajahan besar pada Indonesia, baik dalam aspek jangka pendek dan jangka panjang setelah itu dijajah. Dampak jangka pendek Orang-orang Portugis, yang adalah yang pertama untuk mengkolonisasi Indonesia, berhasil membangun dan memperluas pengaruhnya di Indonesia, melalui penaklukan militer dan aliansi. Portugis memiliki aturan agama-berorientasi, yang membuat dampak yang besar pada kehidupan orang Indonesia ', karena kemerdekaan yang pernah dinikmati pergi, dan mereka tidak mengatakan dalam agama mana yang mereka pilih untuk mengikuti. Ini mungkin kesal orang Indonesia, yang marah pada kenyataan bahwa mereka sedang dikendalikan, bukan oleh Raja mereka, namun oleh orang asing yang mereka berpikir bahwa tidak punya alasan untuk campur tangan dalam urusan mereka. Juga, dampak dari peluncuran Politik Etis Belanda hebat. Warga sipil marah bagaimana kebebasan berbicara dikompromikan, dan harus mentoleransi Belanda diam-diam kebijakan membuat dampak dengan memicu cita-cita nasionalistik, seperti perubahan yang diinginkan banyak.. Penjajahan pasti berdampak Indonesia, sebagaimana cita-cita nasionalisme akan tidak terbentuk tanpa tekanan dari Belanda dan Portugis. Selain itu, penjajahan telah menciptakan dampak pada Indonesia karena Indonesia berjuang untuk kemerdekaan. Setelah pemerintah masa perang Belanda menyingkirkan oleh Jepang, Indonesia ditinggalkan sendirian. Meskipun Indonesia senang untuk menyingkirkan Belanda, pengelolaan negara berada dalam kekacauan dengan seperti perubahan mendadak, yang mengakibatkan memburuknya kondisi hidup BAGIAN INI KARENA DIASUMSIKAN memburuknya KONDISI HIDUP..-Urutan manajemen , yang dikendalikan oleh Belanda, hilang tiba-tiba dan Indonesia, memiliki pengalaman, harus mengelola negara mereka sendiri dengan awal ini membuat dampak pada Indonesia, meskipun mereka akhirnya dibuat UUD 1945 dari awal.. penjajahan pasti berdampak Indonesia, karena jika Indonesia tidak dijajah di tempat pertama, mereka akan tahu bagaimana mengelola negara mereka, daripada mengandalkan Belanda untuk manajemen. Selain itu, Belanda berjuang untuk mendapatkan kembali Indonesia setelah perang setelah Jepang dikalahkan. Ini dampak yang dibuat, seperti Indonesia, yang berpikir bahwa mereka akhirnya bebas dan independen, dapat dikendalikan oleh Belanda sekali lagi. Hal ini membuat marah orang Indonesia, karena mereka tidak siap untuk menyerahkan kepada Belanda lagi. Kolonisasi sekali lagi membuat dampak lain dengan meningkatkan kebencian umum di antara orang-orang untuk kolonisasi, dan karena itu menimbulkan nasionalisme oleh massa yang bertujuan menggulingkan dan mencegah kolonisasi apapun. Dampak Jangka Panjang Dampak dari penjajahan membuat dampak jangka panjang dalam sejarah Indonesia. Kolonisasi membeli tentang kebencian, yang telah diteruskan. Penjajahan awal oleh kekuatan asing menjabat sebagai pelajaran yang dapat dipetik. Republik Indonesia modern sekarang berjalan dengan demokrasi, dan Indonesia akan memerintah diri mereka sendiri tanpa campur tangan orang asing. Kolonisasi juga menjabat sebagai bagian dari perjuangan Indonesia menuju kemerdekaan, untuk menguji kehendak bangsa dan tekad. Aksi protes awal yang dibuat oleh nenek moyang modern Indonesia 'juga bertindak sebagai sebuah gerakan nasionalis yang akan diingat dan diwariskan dari generasi ke generasi, mengingatkan muda Indonesia sekarang dan kemudian untuk menahan tanah air mereka dalam kesombongan, tanah air nenek moyang mereka yang berjuang untuk.

Sejarah kuno

Sejarah kuno adalah studi mengenai masa lalu tertulis[1] dari awal mula sejarah manusia tertulis sampai Abad Pertengahan Awal. Jangka waktunya sekitar lima ribu tahun, dengan aksara kuneiform, bentuk tulisan koheren tertua yang pernah ditemukan, dari periode protoliterat sekitar abad ke-30 SM.[2] Ini adalah awal dari "sejarah," sebagai kebalikan dari prasejarah, berdasarkan pengertian yang digunakan oleh sebagian besar sejarawan.[3] Istilah antikuitas klasik sering digunakan untuk merujuk kepada sejarah kuno di Dunia Lama sejak permulaan sejarah Yunani tertulis pada tahun 776 SM (Olimpiade kuno pertama). Ini kurang lebih bertepatan dengan penanggalan tradisional pendirian kota Roma pada tahun 753 SM, yang merupakan awal mula sejarah Romawi kuno, dan sekaligus merupakan permulaan periode Arkaik di Yunani kuno. Meskipun waktu akhir untuk sejarah kuno diperdebatkan, beberapa sejarawan barat berpendapat bahwa Keruntuhan Kekaisaran Romawi Barat pada tahun 476 M,[4][5] penutupan Akademi Plato pada tahun 529 M,[6] kematian kaisar Yustinianus I,[7] kedatangan Islam,[8] ataupun kenaikan Charlemagne[9] sebagai peristiwa yang menandai akhir sejarah Eropa Klasik dan kuno. Di India, periode ini meliputi periode Kerajaan-kerajaan Pertengahan,[10][11][12] dan, di Cina, masa sampai Dinasti Qin juga termasuk.Prasejarah adalah istilah yang sering digunakan untuk menggambarkan periode sebelum sejarah tertulis. Pola Migrasi manusia awal[15] pada Paleolitikum Rendah menunjukkan penyebaran Homo Erectus di seluruh Eurasia. Kemampuan mengendalikan api dimulai sekitar delapan ratus ribu tahun yang lalu pada Paleolitikum Pertengahan. Sekitar 250 ribu tahun yang lalu, Homo Sapiens berevolusi di Afrika. Sekitar 70–60 ribu tahun yang llau, manusia modern bermigrasi ke luar dari Afrika di sepanjang pesisir ke Asia Selatan dan Asia Tenggara dan mencapai Australia. Sekitar 50 ribu tahun yang lalu, manusia modern menyebar dari Asia ke Timur Dekat. Eropa dicapai oleh manusia modern sekitar 40 ribu tahun yang lalu. Akhirnya, sekitar 15 ribu tahun yang lalu pada Paleolitikum Atas, migrasi ke Amerika berlangusng. Milenium ke-10 SM adalah waktu terawal yang diketahui untuk penemuan pertanian dan permulaan zaman kuno. Göbekli Tepe didirikan oleh para pengumpul-pemburu pada milenium ke-10 SM (sek. 11.500 tahun yang lalu). Bersama dengan Nevalı Çori, ini merevolusi pemahaman mengenai Neolitikum Eurasia. Pada milenium ke-7 SM, kebudayaan Jiahu muncul di Cina. Pada milenium ke-5 SM, peradaban Neolitikum akhir ditandai dengan penemuan roda dan penyebaran tulisan proto. Pada milenium ke-4 SM, kebudayaan Cucuteni-Trypillia berkembang di daerah Ukraina-Moldova-Romania. Pada tahun 3400-an SM, kuneiform "protoliterat" menyebar di Timur Tengah.[16] Pada abad ke-30 SM, yang disebut sebagai Zaman Perunggu Awal II, terjadi permulaan periode literat di Mesopotamia dan Mesir kuno. Sekitar abad ke-27 SM, Kerajaan Lama Mesir dan Dinasti Pertama Uruk didirikan, berdasarkan masa pemerintahan yang terawal yang dapat dipercaya.

Sejarah Bendera Merah Putih Indonesia

Dalam sejarah Indonesia terbukti, bahwa Bendera Merah Putih dikibarkan pada tahun 1292 oleh tentara Jayakatwang ketika berperang melawan kekuasaan Kertanegara dari Singosari (1222-1292). Sejarah itu disebut dalam tulisan bahwa Jawa kuno yang memakai tahun 1216 Caka (1254 Masehi), menceritakan tentang perang antara Jayakatwang melawan R. Wijaya. Mpu Prapanca di dalam buku karangannya Negara Kertagama mencerirakan tentang digunakannya warna Merah Putih dalam upacara hari kebesaran raja pada waktu pemerintahan Hayam Wuruk yang bertahta di kerajaan Majapahit tahun 1350-1389 M. Menurut Prapanca, gambar-gambar yang dilukiskan pada kereta-kereta raja-raja yang menghadiri hari kebesaran itu bermacam-macam antara lain kereta raja puteri Lasem dihiasi dengan gambar buah meja yang berwarna merah. Atas dasar uraian itu, bahwa dalam kerajaan Majapahit warna merah dan putih merupakan warna yang dimuliakan. Dalam suatu kitab tembo alam Minangkabau yang disalin pada tahun 1840 dari kitab yang lebih tua terdapat ambar bendera alam Minangkabau, berwarna Merah Putih Hitam. Bendera ini merupakan pusaka peninggalan jaman kerajaan Melayu Minangkabau dalam abad ke 14, ketika Maharaja Adityawarman memerintah (1340-1347). Warna Merah = warna hulubalang (yang menjalankan perintah) Warna Putih = warna agama (alim ulama) Warna Hitam = warna adat Minangkabau (penghulu adat) – Warna merah putih dikenal pula dengan sebutan warna Gula Kelapa. Di Kraton Solo terdapat pusaka berbentuk bendera Merah Putih peninggalan Kyai Ageng Tarub, putra Raden Wijaya, yang menurunkan raja-raja Jawa. Dalam babat tanah Jawa yang bernama babad Mentawis (Jilid II hal 123) disebutkan bahwa Ketika Sultan Agung berperang melawan negeri Pati. Tentaranya bernaung di bawah bendera Merah. Sultan Agung memerintah tahun 1613-1645. Di bagian kepulauan lain di Indonesia juga menggunakan bendera merah putih. Antara lain, bendera perang Sisingamangaraja IX dari tanah Batak pun memakai warna merah putih sebagai warna benderanya , bergambar pedang kembar warna putih dengan dasar merah menyala dan putih. Warna merah dan putih ini adalah bendera perang Sisingamangaraja XII. Dua pedang kembar melambangkan piso gaja dompak, pusaka raja-raja Sisingamangaraja I-XII. Ketika terjadi perang di Aceh, pejuang – pejuang Aceh telah menggunakan bendera perang berupa umbul-umbul dengan warna merah dan putih, di bagian belakang diaplikasikan gambar pedang, bulan sabit, matahari, dan bintang serta beberapa ayat suci Al Quran. Di jaman kerajaan Bugis Bone,Sulawesi Selatan sebelum Arung Palakka, bendera Merah Putih, adalah simbol kekuasaan dan kebesaran kerajaan Bone.Bendera Bone itu dikenal dengan nama Woromporang. Pada umumnya warna Merah Putih merupakan lambing keberanian, kewiraan sedangkan warna Putih merupakan lambang kesucian.Bendera Merah Putih berkibar untuk pertama kali dalam abad XX sebagai lambang kemerdekaan ialah di benua Eropa. Pada tahun 1922 Perhimpunan Indonesia mengibarkan bendera Merah Putih di negeri Belanda dengan kepala banteng ditengah-tengahnya. Tujuan perhimpunan Indonesia Merdeka semboyan itu juga digunakan untuk nama majalah yang diterbitkan. Pada tahun 1924 Perhimpunan Indonesia mengeluarkan buku peringatan 1908-1923 untuk memperingati hidup perkumpulan itu selama 15 tahun di Eropa. Kulit buku peringatan itu bergambar bendera Merah Putih kepala banteng. Dalam tahun 1927 lahirlah di kota Bandung Partai Nasional Indonesia (PNI) yang mempunyai tujuan Indonesia Merdeka. PNI mengibarkan bendera Merah Putih kepala banteng. Pada tanggal 28 Oktober 1928 berkibarlah untuk pertama kalinya bendera merah putih sebagai bandera kebangsaan yaitu dalam Konggres Indonesia Muda di Jakarta. Sejak itu berkibarlah bendera kebangsaan Merah Putih di seluruh kepulauan Indonesia. SANG SAKA MERAH PUTIH DI BUMI INDONESIA MERDEKA Pada tanggal 18 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang dibentuk pada tanggal 9 Agustus 1945 mengadakan sidang yang pertama dan menetapkan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia yang kemudian dikenal sebagai Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945). Dalam UUD 1945, Bab I, pasal I, ditetapkan bahwa Negara Indonesia ialah Negara kesatuan yang berbentuk Republik. Dalam UUD 1945 pasal 35 ditetapkan pula bahwa bendera Negara Indonesia ialah Sang Merah Putih. Dengan demikian , sejak ditetapkannya UUD 1945 , Sang Merah Putih merupakan bendera kebangsaan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sang Saka Merah Putih merupakan julukan kehormatan terhadap bendera Merah Putih negara Indonesia. Pada mulanya sebutan ini ditujukan untuk bendera Merah Putih yang dikibarkan pada tanggal 17 Agustus 1945 di Jalan Pegangsaan Timur 56, Jakarta, saat Proklamasi dilaksanakan. Tetapi selanjutnya dalam penggunaan umum, Sang Saka Merah Putih ditujukan kepada setiap bendera Merah Putih yang dikibarkan dalam setiap upacara bendera. Bendera pusaka dibuat oleh Ibu Fatmawati, istri Presiden Soekarno, pada tahun 1944. Bendera berbahan katun Jepang (ada juga yang menyebutkan bahan bendera tersebut adalah kain wool dari London yang diperoleh dari seorang Jepang. Bahan ini memang pada saat itu digunakan khusus untuk membuat bendera-bendera negara di dunia karena terkenal dengan keawetannya) berukuran 276 x 200 cm. Sejak tahun 1946 sampai dengan 1968, bendera tersebut hanya dikibarkan pada setiap hari ulang tahun kemerdekaan RI. Sejak tahun 1969, bendera itu tidak pernah dikibarkan lagi dan sampai saat ini disimpan di Istana Merdeka. Bendera itu sempat sobek di dua ujungnya, ujung berwarna putih sobek sebesar 12 X 42 cm. Ujung berwarna merah sobek sebesar 15x 47 cm. Lalu ada bolong-bolong kecil karena jamur dan gigitan serangga, noda berwarna kecoklatan, hitam, dan putih. Karena terlalu lama dilipat, lipatan-lipatan itu pun sobek dan warna di sekitar lipatannya memudar. Setelah tahun 1969, yang dikerek dan dikibarkan pada hari ulang tahun kemerdekaan RI adalah bendera duplikatnya yang terbuat dari sutra. Bendera pusaka turut pula dihadirkan namun ia hanya ‘menyaksikan’ dari dalam kotak penyimpanannya. Bendera Indonesia memiliki makna filosofis. Merah berarti berani, putih berarti suci. Merah melambangkan tubuh manusia, sedangkan putih melambangkan jiwa manusia. Keduanya saling melengkapi dan menyempurnakan untuk Indonesia. Ditinjau dari segi sejarah, sejak dahulu kala kedua warna merah dan putih mengandung makna yang suci. Warna merah mirip dengan warna gula jawa/gula aren dan warna putih mirip dengan warna nasi. Kedua bahan ini adalah bahan utama dalam masakan Indonesia, terutama di pulau Jawa. Ketika Kerajaan Majapahit berjaya di Nusantara, warna panji-panji yang digunakan adalah merah dan putih (umbul-umbul abang putih). Sejak dulu warna merah dan putih ini oleh orang Jawa digunakan untuk upacara selamatan kandungan bayi sesudah berusia empat bulan di dalam rahim berupa bubur yang diberi pewarna merah sebagian. Orang Jawa percaya bahwa kehamilan dimulai sejak bersatunya unsur merah sebagai lambang ibu, yaitu darah yang tumpah ketika sang jabang bayi lahir, dan unsur putih sebagai lambang ayah, yang ditanam di gua garba. Dalam sejarah perjuangan kemrdekaan Indonesia, Bendera Pusaka tidak pernah jatuh ke tangan musuh, meskipun tentara kolonial Belanda menduduki Ibukota Negara Republik Indonesia.
Bendera Negara Republik Indonesia, yang secara singkat disebut Bendera Negara, adalah Sang Saka Merah Putih, Sang Merah Putih, Merah Putih, atau kadang disebut Sang Dwiwarna (dua warna). Bendera Negara Sang Merah Putih berbentuk empat persegi panjang dengan ukuran lebar 2/3 (dua-pertiga) dari panjang serta bagian atas berwarna merah dan bagian bawah berwarna putih yang kedua bagiannya berukuran sama.
Warna merah-putih bendera negara diambil dari warna panji atau pataka Kerajaan Majapahit yang berpusat di Jawa Timur pada abad ke-13.[1] Akan tetapi ada pendapat bahwa pemuliaan terhadap warna merah dan putih dapat ditelusuri akar asal-mulanya dari mitologi bangsa Austronesia mengenai Bunda Bumi dan Bapak Langit; keduanya dilambangkan dengan warna merah (tanah) dan putih (langit). Karena hal inilah maka warna merah dan putih kerap muncul dalam lambang-lambang Austronesia — dari Tahiti, Indonesia, sampai Madagaskar. Merah dan putih kemudian digunakan untuk melambangkan dualisme alam yang saling berpasangan.[2] Catatan paling awal yang menyebut penggunaan bendera merah putih dapat ditemukan dalam Pararaton; menurut sumber ini disebutkan balatentara Jayakatwang dari Gelang-gelang mengibarkan panji berwarna merah dan putih saat menyerang Singhasari. Hal ini berarti sebelum masa Majapahit pun warna merah dan putih telah digunakan sebagai panji kerajaan, mungkin sejak masa Kerajaan Kediri. Pembuatan panji merah putih pun sudah dimungkinkan dalam teknik pewarnaan tekstil di Indonesia purba. Warna putih adalah warna alami kapuk atau kapas katun yang ditenun menjadi selembar kain, sementara zat pewarna merah alami diperoleh dari daun pohon jati, bunga belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi), atau dari kulit buah manggis. Sebenarnya tidak hanya kerajaan Majapahit saja yang memakai bendera merah putih sebagai lambang kebesaran. Sebelum Majapahit, kerajaan Kediri telah memakai panji-panji merah putih. Selain itu, bendera perang Sisingamangaraja IX dari tanah Batak pun memakai warna merah putih sebagai warna benderanya , bergambar pedang kembar warna putih dengan dasar merah menyala dan putih. Warna merah dan putih ini adalah bendera perang Sisingamangaraja XII. Dua pedang kembar melambangkan piso gaja dompak, pusaka raja-raja Sisingamangaraja I-XII.[3] Ketika terjadi perang di Aceh, pejuang – pejuang Aceh telah menggunakan bendera perang berupa umbul-umbul dengan warna merah dan putih, di bagian belakang diaplikasikan gambar pedang, bulan sabit, matahari, dan bintang serta beberapa ayat suci Al Quran.[4] Di zaman kerajaan Bugis Bone,Sulawesi Selatan sebelum Arung Palakka, bendera Merah Putih, adalah simbol kekuasaan dan kebesaran kerajaan Bone.Bendera Bone itu dikenal dengan nama Woromporang.[5] Panji kerajaan Badung yang berpusat di Puri Pamecutan juga mengandung warna merah dan putih, panji mereka berwarna merah, putih, dan hitam[6] yang mungkin juga berasal dari warna Majapahit. Pada waktu perang Jawa (1825-1830 M) Pangeran Diponegoro memakai panji-panji berwarna merah putih dalam perjuangannya melawan Belanda. Kemudian, warna-warna yang dihidupkan kembali oleh para mahasiswa dan kemudian nasionalis di awal abad 20 sebagai ekspresi nasionalisme terhadap Belanda. Bendera merah putih digunakan untuk pertama kalinya di Jawa pada tahun 1928. Di bawah pemerintahan kolonialisme, bendera itu dilarang digunakan. Bendera ini resmi dijadikan sebagai bendera nasional Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, ketika kemerdekaan diumumkan dan resmi digunakan sejak saat itu pula. [7]
Warna merah-putih bendera negara diambil dari warna panji atau pataka Kerajaan Majapahit yang berpusat di Jawa Timur pada abad ke-13.[1] Akan tetapi ada pendapat bahwa pemuliaan terhadap warna merah dan putih dapat ditelusuri akar asal-mulanya dari mitologi bangsa Austronesia mengenai Bunda Bumi dan Bapak Langit; keduanya dilambangkan dengan warna merah (tanah) dan putih (langit). Karena hal inilah maka warna merah dan putih kerap muncul dalam lambang-lambang Austronesia — dari Tahiti, Indonesia, sampai Madagaskar. Merah dan putih kemudian digunakan untuk melambangkan dualisme alam yang saling berpasangan.[2] Catatan paling awal yang menyebut penggunaan bendera merah putih dapat ditemukan dalam Pararaton; menurut sumber ini disebutkan balatentara Jayakatwang dari Gelang-gelang mengibarkan panji berwarna merah dan putih saat menyerang Singhasari. Hal ini berarti sebelum masa Majapahit pun warna merah dan putih telah digunakan sebagai panji kerajaan, mungkin sejak masa Kerajaan Kediri. Pembuatan panji merah putih pun sudah dimungkinkan dalam teknik pewarnaan tekstil di Indonesia purba. Warna putih adalah warna alami kapuk atau kapas katun yang ditenun menjadi selembar kain, sementara zat pewarna merah alami diperoleh dari daun pohon jati, bunga belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi), atau dari kulit buah manggis. Sebenarnya tidak hanya kerajaan Majapahit saja yang memakai bendera merah putih sebagai lambang kebesaran. Sebelum Majapahit, kerajaan Kediri telah memakai panji-panji merah putih. Selain itu, bendera perang Sisingamangaraja IX dari tanah Batak pun memakai warna merah putih sebagai warna benderanya , bergambar pedang kembar warna putih dengan dasar merah menyala dan putih. Warna merah dan putih ini adalah bendera perang Sisingamangaraja XII. Dua pedang kembar melambangkan piso gaja dompak, pusaka raja-raja Sisingamangaraja I-XII.[3] Ketika terjadi perang di Aceh, pejuang – pejuang Aceh telah menggunakan bendera perang berupa umbul-umbul dengan warna merah dan putih, di bagian belakang diaplikasikan gambar pedang, bulan sabit, matahari, dan bintang serta beberapa ayat suci Al Quran.[4] Di zaman kerajaan Bugis Bone,Sulawesi Selatan sebelum Arung Palakka, bendera Merah Putih, adalah simbol kekuasaan dan kebesaran kerajaan Bone.Bendera Bone itu dikenal dengan nama Woromporang.[5] Panji kerajaan Badung yang berpusat di Puri Pamecutan juga mengandung warna merah dan putih, panji mereka berwarna merah, putih, dan hitam[6] yang mungkin juga berasal dari warna Majapahit. Pada waktu perang Jawa (1825-1830 M) Pangeran Diponegoro memakai panji-panji berwarna merah putih dalam perjuangannya melawan Belanda. Kemudian, warna-warna yang dihidupkan kembali oleh para mahasiswa dan kemudian nasionalis di awal abad 20 sebagai ekspresi nasionalisme terhadap Belanda. Bendera merah putih digunakan untuk pertama kalinya di Jawa pada tahun 1928. Di bawah pemerintahan kolonialisme, bendera itu dilarang digunakan. Bendera ini resmi dijadikan sebagai bendera nasional Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, ketika kemerdekaan diumumkan dan resmi digunakan sejak saat itu pula. [7]

Selasa, 30 Oktober 2012

Asal-usul Lambang Negara Kita (Garuda Pancasila) APA lambang Negara Republik Indonesia? Ya betul, BURUNG GARUDA. Mengapa Negara kita menggunakan lambing Negara seperti itu? Sejak kapan kita menggunakan lambing Negara tersebut? Apa saja arti dari Lambang Negara RI itu? Burung garuda berdekatan dengan burung elang Rajawali. Burung ini terdapat dalam lukisan di candi-candi Dieng yang dilukiskan sebagai manusia berparuh dan bersayap, lalu di candi Prambanan, dan Panataran berbentuk menyerupai raksasa, berparuh, bercakar dan berrambut panjang. Beberapa kerajaan di pulau jawa menggunakan Garuda sebagai materai/stempel kerajaan, seperti yang disimpan di Musium Nasional, adalah stempel milik kerajaan Erlangga. Burung Garuda ditetapkan sebagai lambing Negara RI sejak diresmikan penggunaannya pada 11 Februari 1950, dan dituangkan dalam Perautan Pemerintah no 66 tahun 1951. Penggagasnya adalah Sultan Abdurrahman Hamid Alkadrie II atau dikenal dengan Sultan Hamid II, yang saat itu sebagai Mentri Negara Republik Indonesia Serikat (RIS). —————- Me: Garuda itu adalah seekor burung yang hidup dalam dunia khayalan, terutama dalam perwayangan. garuda dianggap mulia karena memiliki kekuatan dan kecantikan parasnya. Sehingga banyak yang menggunakannya dalam berbagai kegiatan yang dianggapnya menunjukkan sebuah power dan tentunya kebebasan karena garuda bebas bisa terbang ke mana saja. Cerita garuda bisa jadi lambang negara adalah benar kalau itu ada pengaruh sultan hamid 2 yang cenderung, dulunya memihak belanda (ingat dia ketua BFO=perserikatan negara2 non-RI setelah agresi militer belanda 1). Namun setelah dia diangkat menjadi salahsatu pejabat negara, sebagai wakil yang memiliki pengaruh di Indonesia bagian Timur, beliau ikut sebuah sayembara yang dikeluarkan Pres. Soekarno untuk menemukan sosok lambang negara. RI 5 tahun tanpa lambang!…. 3 tahun lalu, ketika menjelang HUT RI ke 60, di SCTV saya nonton cerita seorang yang meneliti tentang asal-usul lambang negara ini. Penelitian ini adalah thesis S2 di UGM (?). Dari sekian gambar yang masuk, dipilihlah burung garuda ini (peserta harus menyematkan 5 pilar/sila yang dikenal sebagai Pancasila). Dari gambar burung purba sampai garuda diperlihatkan dalam siaran tersebut. Saya hafal banget, karena memang mencari jawaban tanya selama ini: siapa yang menggagas lambang RI?, banyak yang bilang Moh. Yamin, namun ternyata usulan Moh. Yamin, ditolak Pres. Soekarno. Penasaran ini terjawab sudah, karena di buku jarang banget yang bahas, sama sebelum tahun 2000-an, bila mencari siapa yang menggagas nama Indonesia…. Sumber: Kaskus, Detik ————————————————————————————————– Pencipta Lambang Negara Burung Garuda Pancasila Sepanjang orang Indonesia, siapa tak kenal burung garuda berkalung perisai yang merangkum lima sila (Pancasila)? Tapi orang Indonesia mana sajakah yang tahu, siapa pembuat lambang negara itu dulu? Dia adalah Sultan Hamid II, yang terlahir dengan nama Syarif Abdul Hamid Alkadrie, putra sulung sultan Pontianak; Sultan Syarif Muhammad Alkadrie. Lahir di Pontianak tanggal 12 Juli 1913. Dalam tubuhnya mengalir darah Indonesia, Arab–walau pernah diurus ibu asuh berkebangsaan Inggris. Istri beliau seorang perempuan Belanda yang kemudian melahirkan dua anak–keduanya sekarang di Negeri Belanda. Syarif menempuh pendidikan ELS di Sukabumi, Pontianak, Yogyakarta, dan Bandung. HBS di Bandung satu tahun, THS Bandung tidak tamat, kemudian KMA di Breda, Negeri Belanda hingga tamat dan meraih pangkat letnan pada kesatuan tentara Hindia Belanda. Ketika Jepang mengalahkan Belanda dan sekutunya, pada 10 Maret 1942, ia tertawan dan dibebaskan ketika Jepang menyerah kepada Sekutu dan mendapat kenaikan pangkat menjadi kolonel. Ketika ayahnya mangkat akibat agresi Jepang, pada 29 Oktober 1945 dia diangkat menjadi sultan Pontianak menggantikan ayahnya dengan gelar Sultan Hamid II. Dalam perjuangan federalisme, Sultan Hamid II memperoleh jabatan penting sebagai wakil daerah istimewa Kalbar dan selalu turut dalam perundingan-perundingan Malino, Denpasar, BFO, BFC, IJC dan KMB di Indonesia dan Belanda. Sultan Hamid II kemudian memperoleh jabatan Ajudant in Buitenfgewone Dienst bij HN Koningin der Nederlanden, yakni sebuah pangkat tertinggi sebagai asisten ratu Kerajaan Belanda dan orang Indonesia pertama yang memperoleh pangkat tertinggi dalam kemiliteran. Pada 21-22 Desember 1949, beberapa hari setelah diangkat menjadi Menteri Negara Zonder Porto Folio, Westerling yang telah melakukan makar di Tanah Air menawarkan “over commando” kepadanya, namun dia menolak tegas. Karena tahu Westerling adalah gembong APRA. Selanjutnya dia berangkat ke Negeri Belanda, dan pada 2 Januari 1950, sepulangnya dari Negeri Kincir itu dia merasa kecewa atas pengiriman pasukan TNI ke Kalbar–karena tidak mengikutsertakan anak buahnya dari KNIL. Pada saat yang hampir bersamaan, terjadi peristiwa yang menggegerkan; Westerling menyerbu Bandung pada 23 Januari 1950. Sultan Hamid II tidak setuju dengan tindakan anak buahnya itu, Westerling sempat marah. Sewaktu Republik Indonesia Serikat dibentuk, dia diangkat menjadi Menteri Negara Zonder Porto Folio dan selama jabatan menteri negara itu ditugaskan Presiden Soekarno merencanakan, merancang dan merumuskan gambar lambang negara. Dari transkrip rekaman dialog Sultan Hamid II dengan Masagung (1974) sewaktu penyerahan file dokumen proses perancangan lambang negara, disebutkan “ide perisai Pancasila” muncul saat Sultan Hamid II sedang merancang lambang negara. Dia teringat ucapan Presiden Soekarno, bahwa hendaknya lambang negara mencerminkan pandangan hidup bangsa, dasar negara Indonesia, di mana sila-sila dari dasar negara, yaitu Pancasila divisualisasikan dalam lambang negara. Tanggal 10 Januari 1950 dibentuk Panitia Teknis dengan nama Panitia Lencana Negara di bawah koordinator Menteri Negara Zonder Porto Folio Sultan Hamid II dengan susunan panitia teknis M Yamin sebagai ketua, Ki Hajar Dewantoro, MA Pellaupessy, Moh Natsir, dan RM Ng Purbatjaraka sebagai anggota. Panitia ini bertugas menyeleksi usulan rancangan lambang negara untuk dipilih dan diajukan kepada pemerintah. Merujuk keterangan Bung Hatta dalam buku “Bung Hatta Menjawab” untuk melaksanakan Keputusan Sidang Kabinet tersebut Menteri Priyono melaksanakan sayembara. Terpilih dua rancangan lambang negara terbaik, yaitu karya Sultan Hamid II dan karya M Yamin. Pada proses selanjutnya yang diterima pemerintah dan DPR adalah rancangan Sultan Hamid II. Karya M Yamin ditolak karena menyertakan sinar-sinar matahari dan menampakkan pengaruh Jepang. Setelah rancangan terpilih, dialog intensif antara perancang (Sultan Hamid II), Presiden RIS Soekarno dan Perdana Menteri Mohammad Hatta, terus dilakukan untuk keperluan penyempurnaan rancangan itu. Terjadi kesepakatan mereka bertiga, mengganti pita yang dicengkeram Garuda, yang semula adalah pita merah putih menjadi pita putih dengan menambahkan semboyan “Bhineka Tunggal Ika”. Tanggal 8 Februari 1950, rancangan final lambang negara yang dibuat Menteri Negara RIS, Sultan Hamid II diajukan kepada Presiden Soekarno. Rancangan final lambang negara tersebut mendapat masukan dari Partai Masyumi untuk dipertimbangkan, karena adanya keberatan terhadap gambar burung garuda dengan tangan dan bahu manusia yang memegang perisai dan dianggap bersifat mitologis. Sultan Hamid II kembali mengajukan rancangan gambar lambang negara yang telah disempurnakan berdasarkan aspirasi yang berkembang, sehingga tercipta bentuk Rajawali-Garuda Pancasila. Disingkat Garuda Pancasila. Presiden Soekarno kemudian menyerahkan rancangan tersebut kepada Kabinet RIS melalui Moh Hatta sebagai perdana menteri. AG Pringgodigdo dalam bukunya “Sekitar Pancasila” terbitan Dep Hankam, Pusat Sejarah ABRI menyebutkan, rancangan lambang negara karya Sultan Hamid II akhirnya diresmikan pemakaiannya dalam Sidang Kabinet RIS. Ketika itu gambar bentuk kepala Rajawali Garuda Pancasila masih “gundul” dan “tidak berjambul” seperti bentuk sekarang ini. Inilah karya kebangsaan anak-anak negeri yang diramu dari berbagai aspirasi dan kemudian dirancang oleh seorang anak bangsa, Sultan Hamid II Menteri Negara RIS. Presiden Soekarno kemudian memperkenalkan untuk pertama kalinya lambang negara itu kepada khalayak umum di Hotel Des Indes Jakarta pada 15 Februari 1950. Penyempurnaan kembali lambang negara itu terus diupayakan. Kepala burung Rajawali Garuda Pancasila yang “gundul” menjadi “berjambul” dilakukan. Bentuk cakar kaki yang mencengkram pita dari semula menghadap ke belakang menjadi menghadap ke depan juga diperbaiki, atas masukan Presiden Soekarno. Tanggal 20 Maret 1940, bentuk final gambar lambang negara yang telah diperbaiki mendapat disposisi Presiden Soekarno, yang kemudian memerintahkan pelukis istana, Dullah, untuk melukis kembali rancangan tersebut sesuai bentuk final rancangan Menteri Negara RIS Sultan Hamid II yang dipergunakan secara resmi sampai saat ini. Untuk terakhir kalinya, Sultan Hamid II menyelesaikan penyempurnaan bentuk final gambar lambang negara, yaitu dengan menambah skala ukuran dan tata warna gambar lambang negara di mana lukisan otentiknya diserahkan kepada H Masagung, Yayasan Idayu Jakarta pada 18 Juli 1974. Sedangkan Lambang Negara yang ada disposisi Presiden Soekarno dan foto gambar lambang negara yang diserahkan ke Presiden Soekarno pada awal Februari 1950 masih tetap disimpan oleh Kraton Kadriyah Pontianak. Sultan Hamid II wafat pada 30 Maret 1978 di Jakarta dan dimakamkan di pemakaman Keluarga Kesultanan Pontianak di Batulayang.

Sejarah Penciptaan Lambang Burung Garuda

Garuda merupakan lambang Negara Indonesia, hampir semua orang tahu itu. Namun hanya sebagian orang saja yang mengetahui siapa penemunya dan bagaimana kisah hingga menjadi lambang kebanggaan negara ini. Sewaktu Republik Indonesia Serikat dibentuk, dia diangkat menjadi Menteri Negara Zonder Porto Folio dan selama jabatan menteri negara itu ditugaskan Presiden Soekarno merencanakan, merancang dan merumuskan gambar lambang negara.Dia lah Sultan Hamid II yang berasal dari Pontianak. Dia teringat ucapan Presiden Soekarno, bahwa hendaknya lambang negara mencerminkan pandangan hidup bangsa, dasar negara Indonesia, di mana sila-sila dari dasar negara, yaitu Pancasila divisualisasikan dalam lambang negara. Tanggal 10 Januari 1950 dibentuk Panitia Teknis dengan nama Panitia Lencana Negara di bawah koordinator Menteri Negara Zonder Porto Folio Sultan Hamid II dengan susunan panitia teknis M Yamin sebagai ketua, Ki Hajar Dewantoro, M A Pellaupessy, Moh Natsir, dan RM Ng Purbatjaraka sebagai anggota. Panitia ini bertugas menyeleksi usulan rancangan lambang negara untuk dipilih dan diajukan kepada pemerintah. Merujuk keterangan Bung Hatta dalam buku “Bung Hatta Menjawab” untuk melaksanakan Keputusan Sidang Kabinet tersebut Menteri Priyono melaksanakan sayembara. Terpilih dua rancangan lambang negara terbaik, yaitu karya Sultan Hamid II dan karya M Yamin. Pada proses selanjutnya yang diterima pemerintah dan DPR RIS adalah rancangan Sultan Hamid II. Karya M Yamin ditolak karena menyertakan sinar-sinar matahari dan menampakkan pengaruh Jepang. Setelah rancangan terpilih, dialog intensif antara perancang (Sultan Hamid II), Presiden RIS Soekarno dan Perdana Menteri Mohammad Hatta, terus dilakukan untuk keperluan penyempurnaan rancangan itu. Terjadi kesepakatan mereka bertiga, mengganti pita yang dicengkeram Garuda, yang semula adalah pita merah putih menjadi pita putih dengan menambahkan semboyan “Bhineka Tunggal Ika”. Tanggal 8 Februari 1950, rancangan final lambang negara yang dibuat Menteri Negara RIS, Sultan Hamid II diajukan kepada Presiden Soekarno. Rancangan final lambang negara tersebut mendapat masukan dari Partai Masyumi untuk dipertimbangkan, karena adanya keberatan terhadap gambar burung garuda dengan tangan dan bahu manusia yang memegang perisai dan dianggap bersifat mitologis. Sultan Hamid II kembali mengajukan rancangan gambar lambang negara yang telah disempurnakan berdasarkan aspirasi yang berkembang, sehingga tercipta bentuk Rajawali-Garuda Pancasila. Disingkat Garuda Pancasila. Presiden Soekarno kemudian menyerahkan rancangan tersebut kepada Kabinet RIS melalui Moh Hatta sebagai perdana menteri. AG Pringgodigdo dalam bukunya “Sekitar Pancasila” terbitan Dep Hankam, Pusat Sejarah ABRI menyebutkan, rancangan lambang negara karya Sultan Hamid II akhirnya diresmikan pemakaiannya dalam Sidang Kabinet RIS. Ketika itu gambar bentuk kepala Rajawali Garuda Pancasila masih “gundul” dan “tidak berjambul” seperti bentuk sekarang ini. Inilah karya kebangsaan anak-anak negeri yang diramu dari berbagai aspirasi dan kemudian dirancang oleh seorang anak bangsa, Sultan Hamid II Menteri Negara RIS. Presiden Soekarno kemudian memperkenalkan untuk pertama kalinya lambang negara itu kepada khalayak umum di Hotel Des Indes Jakarta pada 15 Februari 1950. Penyempurnaan kembali lambang negara itu terus diupayakan. Kepala burung Rajawali Garuda Pancasila yang “gundul” menjadi “berjambul” dilakukan. Bentuk cakar kaki yang mencengkram pita dari semula menghadap ke belakang menjadi menghadap ke depan juga diperbaiki, atas masukan Presiden Soekarno. Tanggal 20 Maret 1950, bentuk final gambar lambang negara yang telah diperbaiki mendapat disposisi Presiden Soekarno, yang kemudian memerintahkan pelukis istana, Dullah, untuk melukis kembali rancangan tersebut sesuai bentuk final rancangan Menteri Negara RIS Sultan Hamid II yang dipergunakan secara resmi sampai saat ini. source: http://halpalingunik.blogspot.com/2010/11/penemu-lambang-garuda.html

I Love INDONESIA

Total Tayangan Halaman

Fairuz's COM

Jika Anda Cinta INDONESIA Klik Like Ia..... :D

blog-indonesia.com
Flag Counter

Jumat, 02 November 2012


SEJARAH KEBUDAYAAN PENDAHULUAN oleh Fairuz Heriyanto Kebudayaan-kebudayaan prasejarah yang dibedakan menurut bahan alat-alatnya dapat di...
SEJARAH KEBUDAYAAN INDONESIA
1. Zaman Batu dan Logam Indonesia adalah bangsa yang besar dengan sejarah kebudayaan yang sangat panjang. Menurut hasil temuan-temuan yan...

Kamis, 01 November 2012

SEJARAH SEBELUM KEMERDEKAAN
Selatan Maluku menelusuri nenek moyang mereka kembali ke cabang Alifoeroes orang Melanesia yang menduduki pulau-pulau sedini 1000 SM Pedag...
PEMBENTUKAN REPUBLIK MALUKU SELATAN
Jepang menduduki seluruh Hindia Belanda dari 1942 sampai 1945. Berbeda dengan collaborationists ditemukan di Barat pulau-pulau Indonesia, or...
Dampak dari penjajahan
Dampak dari penjajahan besar pada Indonesia, baik dalam aspek jangka pendek dan jangka panjang setelah itu dijajah. Dampak jangka pendek...
Sejarah kuno
Sejarah kuno adalah studi mengenai masa lalu tertulis[1] dari awal mula sejarah manusia tertulis sampai Abad Pertengahan Awal. Jangka waktun...
Sejarah Bendera Merah Putih Indonesia
Dalam sejarah Indonesia terbukti, bahwa Bendera Merah Putih dikibarkan pada tahun 1292 oleh tentara Jayakatwang ketika berperang melawan kek...

Bendera Negara Republik Indonesia, yang secara singkat disebut Bendera Negara, adalah Sang Saka Merah Putih, Sang Merah Putih, Merah Putih, ...

Warna merah-putih bendera negara diambil dari warna panji atau pataka Kerajaan Majapahit yang berpusat di Jawa Timur pada abad ke-13.[1] Aka...

Selasa, 30 Oktober 2012


Asal-usul Lambang Negara Kita (Garuda Pancasila) APA lambang Negara Republik Indonesia? Ya betul, BURUNG GARUDA. Mengapa Negara kita m...
Sejarah Penciptaan Lambang Burung Garuda
Garuda merupakan lambang Negara Indonesia, hampir semua orang tahu itu. Namun hanya sebagian orang saja yang mengetahui siapa penemunya dan ...

Free INDONESIA Cursors at www.totallyfreecursors.com
Microsoft Windows 2000 Professional with SP4 - Indowebster.com Date upload: 1-Sep-2008 Size: 380.81 MB

Entri Populer

 
Template Indonesia | Cintailah Tanah Air Kita Seperti Kita Cinta Dengan Kedua Orang Tua Kita
Aku cinta Indonesia