Sabtu, 29 September 2012

SEJARAH KEBUDAYAAN INDONESIA PENGARUH HINDU-BUDHA

ASAL USUL BANGSA INDONESIA Kajian Bahasa : H. Kern Persebaran benda-benda masa perunggu : Von Heine Geldern KEHIDUPAN MASA PRASEJARAH Berdasarkan kriteria bahan pembuatan alat, maka masa prasejarah diIndonesia dibagi kedalam : 1, Jaman Batu Jaman batu tua(Paleolithicum) Jaman Batu Madya(Mesolithicum) Jaman Batu Besar(Neolithicum) jaman batu besar(megalithikum), tetapi megalithikum ini bukan merupakan jaman melainkan kebudayaan yang berkembang terutama berkaitan dengan aspekreligi. 2. Jaman Logam jaman Perunggu Jaman Besi Selain didasarkan pada kriteria bahan pembuatan alat, pembagian jaman pra sejarah diIndonesia juga dibagi berdasarkan pada cara memenuhi kebutuhan hidup atau berdasarkan system mata pencaharian. Berdasarkan system mata pencaharian maka jaman pra sejarah diIndonesia dibagi kedalam : Jaman berburu dan mengumpulkan makanan Jaman bercocok tanam Jaman perundagian HIPOTESIS TENTANG PROSES AKULTURASI BUDAYA INDONESIA-INDIA Teori Kolonisasi -Hipotesis Ksatria -Hipotesis Waysa -Hipotesis Brahmana 2. Teori Arus Balik Candi Borobudur berbentuk punden berundak, yang terdiri dari enam tingkat berbentuk bujur sangkar, tiga tingkat berbentuk bundar melingkar dan sebuah stupautama sebagai puncaknya. Selain itu tersebar di semua tingkat-tingkatannya beberapa stupa. Borobudur yang bertingkat sepuluh menggambarkan secara jelas filsafat mazhab Mahayana. bagaikan sebuah kitab, Borobudur menggambarkan sepuluh tingkatan Bodhisattva yang harus dilalui untuk mencapai kesempurnaan menjadi Buddha. Bagian kaki Borobudur melambangkan Kamadhatu, yaitu dunia yang masih dikuasai oleh kamaatau "nafsurendah". Bagian ini sebagian besar tertutup oleh tumpukan batu yang diduga dibuat untuk memperkuat konstruk sicandi. Pada bagian yang tertutup struktur tambahan ini terdapat 120 panel cerita Kammawibhangga. Sebagian kecil struktur tambahan itu disisihkan sehingga orang masih dapat melihat relief pada bagian ini. Empat lantai dengan dinding berelief diatasnya oleh para ahli dinamakan Rupadhatu. Lantainya berbentuk persegi. Rupadhatu adalah dunia yang sudah dapat membebaskan diri dari nafsu, tetapi masih terikat oleh rupa dan bentuk. Tingkatan ini melambangkan alam antara yakni, antara alam bawah dan alam atas. Pada bagian Rupadhatu ini patung-patung Buddha terdapat pada ceruk-ceruk dinding diatas ballustrade atau selasar. Mulai lantai kelima hingga ketujuh dindingnya tidak berelief. Tingkatan ini dinamakan Arupadhatu (yang berarti tidak berupa atau tidak berwujud). Denah lantai berbentuk lingkaran. Tingkatan ini melambangkan alam atas, dimana manusia sudah bebas dari segala keinginan dan ikatan bentuk dan rupa, namun belum mencapai nirwana. Patung-patung Buddha ditempatkan didalam stupa yang ditutup berlubang-lubang seperti dalam kurungan. Dari luar patung-patung itu masih tampak samar-samar.

Sejarah Singkat Pusat Kebudayaan Indonesia di Mesir

1336672955288498356 Pusat Kebudayaan dan Informasi (PUSKIN) KBRI Kairo merupakan sebuah lembaga [badan hukum] yang bertujuan mempromosikan budaya dan bahasa Indonesia kepada orang asing. Sejak pertama kali didirikan secara resmi pada tahun 1987, PUSKIN menjalankan berbagai aktivitas, seperti pelajaran bahasa Indonesia dan pengenalan budaya Indonesia yang lain. Pada awalnya kegiatan PUSKIN terfokus pada pelajaran bahasa Indonesia dan belum banyak dikenal oleh masyarakat Mesir. Namun demikian, dengan berjalannya waktu PUSKIN semakin mendapat tempat di hati para pemerhati Indonesia dari kalangan masyarakat Mesir. Hal ini setidaknya bisa dilihat dari beraneka ragamnya status para peserta di kelas pelajaran bahasa, dari sisi umur maupun profesinya. Penggarapan PUSKIN ke arah yang lebih serius dilakukan semenjak Oktober 2009. Kongkretnya, jika sebelumnya berita mengenai PUSKIN hanya dari mulut ke mulut, semenjak saat itu PUSKIN dipromosikan melalui iklan di beberapa surat kabar di Mesir. Hasilnya cukup menggembirakan, lebih dari 300 (tiga ratus) orang mendaftar untuk belajar bahasa Indonesia di PUSKIN. Namun karena keterbatasan ruangan kelas, PUSKIN tidak dapat menampung seluruh pendaftar. Untuk itu, dilakukan tes seleksi dan diterima 120 siswa yang dibagi ke dalam 16 kelas dengan jam pengajaran dibagi menjadi dua, yaitu jam 16.30-18.00 dan 18.30-20.00. Di sisi lain, untuk mengimbangi jumlah murid yang semakin banyak, training dan tes bagi para calon guru PUSKIN dilakukan secara lebih baik. Dari 24 (dua puluh empat) peminat yang mendaftar sebagai calon guru pada tahun 2009, PUSKIN merekrut 7 (tujuh) orang yang terbaik untuk menjadi guru PUSKIN menambahi 3 (tiga) guru PUSKIN yang telah ada sehingga saat ini guru PUSKIN berjumlah 10 (sepuluh) guru. Selain itu, sistem belajar mengajar juga diperbaiki. Jika sebelumnya tidak ada buku pegangan pasti dan berjenjang, maka sejak 2009 mulai dibentuk tim perumus buku diktat bahasa Indonesia di bawah bimbingan Prof. Dr. Sangidu M. Hum. Tim yang terdiri dari para guru PUSKIN tersebut berhasil mennyelesaikan 5 jilid buku untuk 6 tingkat kursus Bahasa Indonesia. Hingga saat ini PUSKIN masih membuka diri untuk melakukan perbaikan kurikulum sesuai ketentuan yang berlaku dan tuntutan di lapangan sesuai dengan kebutuhan para peserta. Lebih jauh lagi, aktivitas PUSKIN juga tidak hanya terbatas pada belajar bahasa Indonesia, namun juga ditambah dengan pelatihan musik angklung. Tercatat ada sekitar 12 orang murid PUSKIN yang ikut aktif belajar angklung. Mereka juga ikut berpartisipasi dalam penampilan musik angklung bersama dengan mahasiswa Indonesia dalam peringatan 63 tahun hubungan diplomatik Indonesia Mesir. Selain belajar bahasa Indonesia dan musik, PUSKIN juga melakukan berbagai aktivitas lain, seperti nonton film Indonesia. Selain untuk pelatihan pemahaman dan pendengaran mereka terhadap bahasa Indonesia, juga sebagai sarana penyebaran budaya Indonesia. Agenda ini dilakukan setiap dua bulan sekali. Juga ada olah raga bersama, seperti voli dan tenis meja. Bahkan dalam peringatan 17 Agustus 2010 juga dilakukan berbagai aktivitas ke-Indonesiaan, seperti tarik tambang, lomba lari kelereng, lari karung, dan memasukkan jarum ke dalam botol. Selain itu, siswa PUSKIN juga ikut aktif dalam berbagai aktivitas yang diselenggarakan oleh KBRI Kairo. Pada tahun 2011, aktivitas PUSKIN semakin meningkat. Selain berbagai aktivitas di atas, juga ditambah dengan pelatihan memasak, tour bersama, pelatihan silat dan mengadakan berbagai seminar untuk para siswa Ke depan, selain melestarikan berbagai aktivitas yang sudah ada, juga akan dikembangkan berbagai pelatihan lain yang kiranya semakin mengenalkan budaya Indonesia dan menguatkan hubungan kebangsaan antara rakyat Mesir dan rakyat Indonesia. http://indomesir.com/id/sejarah-singkat-pusat-kebudayaan-indonesia-di-kairo/

Pak Soekarno dan Kebudayaan Indonesia Atas Malaysia

1340159631376398023 Presiden Soekarno saat berpidato. Sumber:http://www.merdeka.com/peristiwa/ini-cara-soekarno-beli-bh-di-amerika.html ”Kalau kita lapar itu biasa. Kalau kita malu, itu juga biasa. Namun, kalau kita lapar atau malu itu karena Malaysia, kurang ajar! Kerahkan pasukan ke Kalimantan, hajar cecunguk Malayan itu! Pukul dan sikat, jangan sampai tanah dan udara kita diinjak-injak Malaysian keparat itu.” ”Doakan aku, aku akan berangkat ke medan juang sebagai patriot bangsa, sebagai martir bangsa, dan sebagai peluru bangsa yang tak mau diinjak-injak harga dirinya.” ”Serukan, serukan ke seluruh pelosok negeri bahwa kita akan bersatu untuk melawan kehinaan ini. Kita akan membalas perlakuan ini dan kita tunjukkan bahwa kita masih memiliki gigi yang kuat dan kita juga masih memiliki martabat.” ”Yoo… ayooo… kita ganyang. Ganyang Malaysia! Ganyang Malaysia! Bulatkan tekad. Semangat kita baja. Peluru kita banyak. Nyawa kita banyak. Bila perlu satoe- satoe!” Sumber: kompas.com Itulah pidato Pak Soekarno yang sangat berani menurut saya, namun saya keberanian seperti ini belum nampak pada pemipin-peminpin Indonesia setelah Pak Karno. Tidak adanya keberanian seperti Pak Karno menyebabkan negara Malaysia dengan mudah mengakui beberapa budaya Indonesai bahkan pulau perbatasan Indonesai. Konfrontasi Indonesia-Malaysia yang berlangsung sejak tahun 1962 rupanya belum berakhir. Malaysia terus-menerus mengakui kebudayaan-kebudayaan Indonesai sebagai kebudayaannya sendiri, mulai dari kebudayaan dalam bentuk tari dan seni rupa, sampai pada lagu-lagu cirikhas Indonesai. Selain itu juga Pulau Ambalat pernah direbut oleh Malaysia. Kebudayaan dalam bentuk tari dan seni yang pernah diakui Malaysia yaitu, Batik, Tari Pendet, Wayang kulit, Angklung, Reog Ponorogo, Kuda Lumping, Keris, Rendang Padang, Gamelan Jwa, Tari Piring, Ulos, dan akhir-akhir ini adalah Tari Tor-Tor. Sedangkan lagu-lagu khas Indonesai yang pernah diakui Malaysia yaitu, lagu Rasa Sarange, lagu Soleram, lagu Anak Kambing Saya, dan lagu Jali-jali. Pengakuan Malaysia terhadap batik telah membuat pengrajin batik Indonesai resah. Padahal batik Indonesai adalah asli milik Indonesai yang secara historis berasal dari zaman nenek moyang Indonesai yang dikenal sejak abad XVII yang ditulis dan dilukis pada daun lontar. Kemudian diteruskan pada zaman Kerajaan Majapahit, dikembangkan terus pada abad ke-XVII. Pengakuan Malaysia terhadap batik Indonesai dapat diakhiri dengan cara Indonesai mencantumkan batik sebagai Intangibe Cultur Haritage di UNESCO. 1340155967380178010 Batik Asli Indonesia. Sumber:http://taufiqurokhman.com/berita/175/batik-asli-indonesia.html Pengakuan Malaysia terhadap Tari Pendet sebagai Visit Malaysia Years atau sebagai iklan promosi kunjungan ke Malaysia. Padahal sudah jelas Tari Pandet adalah tari yang digunakan pada sebuah ritual sakral odalan di Pura yang dilakukan oleh masyarakat Bali sejak tahun 1950. Kemdian dikembangkan oleh I Wayan Beratha dan I Wayan Rindi sampai sekarang. 13401562641964248756 Seorang Nenek Menari Tari Pendet. Sumber:http://blogcollectionmediagallery.blogspot.com/2009/08/tari-pendet-or-pendet-dance.html Budaya Wayang kulit juga diakui oleh Malaysia. Padahal menurut sejarah kebudayaan Indonesia, budaya Wayang kulit merupakan Budaya asli Indonesia. Sejarawan budaya asal Belanda, Dr. GA.J dalam desertasinya yang berjudul Bijdrage tot de Kennis van het Javaanche (1897) mengatakan bahwa Wayang merupakan pertunjukan asli Jawa . Jadi Malaysia tidak pantas mengakui budaya Wayang Kulit sebagai budaya-nya karena tidak ada sejarah yang mengatakan bhawa budaya Wayang Kulit berasal dari Malaysia. 13401564341064956391 Gunungan dalam Wayang kulit. Sumber:http://www.semarweb.com/wayang.html Saya juga belum menemukan informasi sejarah yang yang menjelaskan bahwa Angklung berasal dari Malaysia. Saya menemukan informasi yang mnegatakan bahwa Angklung baru muncul merujuk pada masa Kerajaan Sunda (abada ke-12 samapai abad ke-16). Beberapa ahli sejarah kebudayaan seperti, J. Kunst (Mr. J dan C.J A Kunst “Musical Exploration in the Indian Archipelago” dalam Asiatic Review, Oktober 1936, hal.814 dan Will G. Gilbert Muziek uit Oost-en West, Inleiding tot de Inchemsche Muziek van Nederlandsch Oost-en West India, (tidak bertahun) hal.9-10) berpendapat, bahwa beberapa alat musik bambu berasal dari masa sebelum adanya pengaruh Hindu. 13401569261352993982 Angklung Indonesia tempo dulu. Sumber:http://beellaasam.blogspot.com/2011/11/angklung-si-alat-musik-tradisional.html Menurut dugaan mereka, permulaan berkembangnya alat musik dari Angklung di Indonesia sangat erat hubungannya dengan perpindahan penduduk dari daratan Asia yang kemudian menjadi nenek moyang suku-suku Melayu Polinesia, beberapa Melanium sebelum Masehi. Dari bukti-bukti yang dapat dikumpulkan, dengan terdapatnya alat musik dari bambu yang sama bentuknya di Asia Tenggara, dugaan tersebut dapat di terima. Menurut perkiraan Dr. Groneman, sebelum berkembangnya pengaruh Hindu di Indonesia Angklung sudah merupakan alat musik yang digemari penduduk (Dr. J. Groneman. “De Gamelan to Jogjakarta, Letterkundige Vehadelingen der Koninkl, Akademi, jilid XIX, hal. 4). Reog Porogo asli khas Jawa Timur yang populer sejak masa Kerajaan Majapahit pada abad ke-15 juga pernah diakui oleh Malaysia. Namun di Malaysia namanya bukan Reok Ponorogo, tapi bernama Tari Barongan. Malaysia hanya merubah nama dan ceritanya dikaitkan dengan cerita Islam, tapi gerakan dan tariannya sama. Adanya tari Reog Ponorogo di Malaysia dibawa oleh masyarakat Jawa yang sedang merantau sejak tahun 1722. Kontroversi timbul karena pada topeng dadak merak terdapat tulisan “Malaysia”. Namun pada akhir November 2007, Duta Besar Malaysia untuk Indonesia Datuk Zainal Abidin Muhammad Zain menyatakan bahwa Pemerintah Malaysia tidak pernah mengklaim Reog Ponorogo sebagai budaya asli negara itu. Reog yang disebut “Barongan” di Malaysia dapat dijumpai di Johor dan Selangor, karena dibawa oleh rakyat Jawa yang merantau ke negeri tersebut. 1340157155939501515 Tari Reog Ponorogo.Sumber:http://jembatan-pengetahuan.blogspot.com/2011/04/tari-reog-ponorogo.html Tari Kuda Lumping yang bersala dari Jawa Indonesai diakui oleh Malaysia, padahal tidak ada dalam catatan sejarah manapun yang meyatakan bahwa Tari Kuda Lumping berasal dari Malaysia. Dalam catatan sejarah Indonesai juga tidak ada catatan secara tertulis mengenai Tari Kuda Lumping, hanya sebuah riwayat yang diceritakan dari generasi ke generasi. Dalam riwayat masyarakat Jawa menceritakan bahwa tari Kuda Lumping merupakan bentuk apresiasi dan dukungan rakyat jelata terhadap pasukan berkuda Pangeran Diponegoro dalam menghadapi penjajah Belanda. Ada pula versi yang menyebutkan, bahwa tari Kuda Lumping menggambarkan kisah perjuangan Raden Patah, yang dibantu oleh Sunan Kalijaga, melawan penjajah Belanda. Versi lain menyebutkan bahwa, tarian ini mengisahkan tentang latihan perang pasukan Mataram yang dipimpin Sultan Hamengku Buwono I, Raja Mataram, untuk menghadapi pasukan Belanda. 13401576851499940528 Teri Kuda Lumping. Sumber:http://teknoclever.blogspot.com/2012/03/nuansa-magis-seni-tradisional-di.html Selanjutnya masalah Keris. Keris merupakan salah satu karya seni budaya adiluhung yang bernilai tinggi. Keris awalnya sebagai senjata tradisional Jawa yang melambangkan estetika tinggi, memiliki arti seremonial dan teknologi tinggi metalurgi unggul, disamping benda antik yang berharga. Keris juga diakui sebagai Worl Heritage dan memperoleh penghargaan Master pice of The Oral snd Intangible Heritage of Huminity dari UNESCO, yang merupakan pengakuan dunia bahwa keris merupakan karya agung warisan Indonesai, bukan milik Malaysia. 1340157847215532939 Karis Indonesia. Sumber: http://bonikasten99.blogspot.com/2011/05/keris-budaya-indonesia.html Rendang Padang merupakan masakan tradisional Minangkabau Indonesia, bukan dari Malaysia. Prof. Gusti Asnan menduga, rendang telah menjadi masakan yang tersebar luas sejak orang Minang mulai merantau dan berlayar ke Malaka untuk berdagang pada awal abad ke-16. “Karena perjalanan melewati sungai dan memakan waktu lama, rendang mungkin menjadi pilihan tepat saat itu sebagai bekal. Hal ini karena rendang kering sangat awet, tahan disimpan hingga berbulan lamanya, sehingga tepat dijadikan bekal kala merantau atau dalam perjalanan niaga. Rendang juga disebut dalam kesusastraan Melayu klasik seperti Hikayat Amir Hamzah yang membuktikan bahwa rendang sudah dikenal dalam seni masakan Melayu sejak 1550-an (pertengahan abad ke-16). Jadi tidak ada alasan bagi Malaysia untuk mengakui masakan Rendang asal Padang tersebut. 13401579901311198178 Masakan Rendang Padang. Sumber:http://inforesep.com/resep-rendang-daging-2.html Setelah mengakui Rendang Padang, Malaysia mengakui budaya Gamelan Jawa. Malaysia memasukan alat musik gamelan dalam daftar kesenian dan budaya warisan kebangsaan Malaysia. Malaysia bahkan telah mendaftarkan paten gamelan pada 23 Februari 2009. Padahal seorang sarjana berkebangsaan Belanda bernama Dr. J.L.A. Brandes secara teoritis mengatakan bahwa jauh sebelum datangnya pengaruh budaya India, bangsa Jawa telah rnemiliki ketrampilan budaya atau pengetahuan yang mencakup 10 butir (Brandes, 1889).Diantara yang 10 tersebut adalah gamelan. Istilah “karawitan” yang digunakan untuk merujuk pada kesenian gamelan banyak dipakai oleh kalangan masyarakat Jawa. Istilah tersebut mengalami perkembangan penggunaan maupun pemaknaannya. Banyak orang memaknai “karawitan” berangkat dari kata dasar “rawit” yang berarti kecil, halus atau rumit. Konon, di lingkungan kraton Surakarta, istilah karawitan pernah juga digunakan sebagai payung dari beberapa cabang kesenian seperti: tatah sungging, ukir, tari, hingga pedhalangan (Supanggah, 2002:5¬6). Nah dari sejarahnya, Malaysia jelas ingin merebut kebudayaan Gamelan ini. 13401581204426889 Gamelan Jawa. Sumber:http://kmk312ratna.wordpress.com/kesenian-4/gamelan/ Setelah Gamelan, Malaysia mengakui seni Tari piring. Padahal tari piring sudah jelas-jelas milik bangsa Indonesia sejak dulu kala. Tidak dapat dipastikan dengan tepat mengenai sejarah Tari Piring. Namum, dipercayai bahawa ia telah wujud sekian lama di kepulauan Melayu sejak lebih 800 tahun yang lalu. Tarian ini dipercayai telah bertapak di Sumatra Barat atau lebih dikenali sebagai Minangkabau, dan berkembang hingga ke zaman Sri Viiaya. Kemunculan kerajaan Majapahit pada kurun ke 16, yang menjatuhkan kerajaan Sri Vijaya telah mendorong perkembangan Tari Piring ke negeri-negeri Melayu bersama-sama penghijrah atau orang-orang pelarian Sri Vijaya ketika itu. Sampai sekarang tari piring terus berkembang dan banyak yang menggemarinya. 1340158512759161145 Penari Tari Piring. Sumber:http://su.wikipedia.org/wiki/Gambar:Tari_Piring.jpg Selanjutnya Kain Ulos yang menjadi incaran Malaysia. Padahal Kain Ulos ini merupakan bagian kebudayaan masyarakat Batak, sejak zaman dulu hingga sekarang.Ulos juga menjadi souvenir khas Sumatera Utara. Jadi Kain Ulos bukan milik Malaysia, sekali lagi bukan milik Malaysia. Melainkan Milik Indonesia. 1340158904462600954 Kain ulos sadum angkola untuk atasan dan kain taffeta yang dibordir untuk bawahan, rok. Sumber:http://oliviacantabile.blogspot.com/2011/01/karya-saya-di-kuliah-kriya-studio.html Terakhir, baru-baru ini Malaysia akan mencatat budaya masyarakat Mandailing, Tari Tor Tor dan alat musik Gordang Sembilan, dalam Undang-Undang Warisan Nasional 2005, yang dinyatakan oleh Menteri Budaya, Komunikasi dan Informasi Malaysia, Datuk Seri Rais Yatim setelah menghadiri peluncuran Komunitas Mandailing di Kuala Lumpur pada hari Jumat (15/6). 13401591691655198432 Tari Tor-Tor. Sumber:http://skalanews.com/baca/news/8/0/115305/politik/ruhut-sitompul-desak-anas-mundur.html Pengakuan-pengakuan kebudayaan Indonesia di atas oleh Malaysia sangat nampak bahwa Malaysia miskin kebudayaan dan ingin menguasai Indonesia memlalui pintu kebudayaan. Terus menerus Malaysia menggerogoti bangsa Indonesia. Tidak hanya Seni dan budaya serta lagu-lagu khas Indonesai yang direbut oleh Malaysia, pulau-pulau perbatasan juga direbut oleh Malaysia, seperti di Sipadan dan Ligitan (sebelah utara Ambalat). Melihat kejadian-kejadian di atas, diam-diam Malaysia lambat laun akan menguasai Indonesai. Sedangkan Indonessai tidak sadar dengan hal tersebut, menganggap negara Malaysia adalah negara tetangga sebagaimana biasanya. Saya yakin setelah Tari Tor-tor suatu nanti akan ada lagi yang akan diakui Malaysia dari Indonesia. Mari selamatkan kebudayaan-kebudayaan Indonesai. 1340159283356886860 Mari pertahankan budaya kita. Sumber:http://amnesssia.wordpress.com/2009/11/12/budaya-kita-milik-siapa/

SEJARAH KEBUDAYAAN SEJAK ZAMAN MERDEKA

Buku Sejarah Kebudayaan Indonesia (SKI) mengulas tahapan perkembangan kebudayaan Indonesia pada setiap periode. Perencanaan peluncuran buku ini dijadwalkan berbarengan dengan buku Sejarah Nasional Indonesia. Adapun waktunya masih menunggu konfirmasi kesiapan dari Presiden SBY yang akan didampingi oleh Menbudpar. Acara peluncuran buku ini sedianya akan diisi dengan pembahasan mengenai isi buku. Pembahas - Roger Tol, Direktur KITLV Jakarta - Budayawan Dr. Muji Sutrisno - Penulis Gunawan Muhammad Moderator Dr. Mukhlis PaEni, Sejarawan, Antropolog, Ketua MSI, dan Ketua Lembaga Sensor Film. Team Redaksi: - Endjat Djaenuderadjat (Direktur Geografi Sejarah) - Triana Wulandari (Kasubdit Perkembangan Wilayah Sejarah) - Dwiana Hercahyani (Kasi Perbatasan Wilayah) - Tirmizi - Dewaki Kramadibrata (Staf Pengajar FIB UI). Ulasan singkat tentang Buku Sejarah Kebudayaan Indonesia. 1. Religi dan Falsafah Sejarah Kebudayaan Indonesia (SKI) merupakan bahasan tahapan perkembangan kebudayaan Indonesia pada setiap periode. Kawasan Indonesia mempunyai banyak pulau yang dipisahkan oleh laut dan selat memiliki sejarah perkembangan budaya yang tidak seragam. Daerah yang berada dalam satu wilayah pun kadang mengalami perbedaan perkembangan kebudayaan. Beberapa penyebabnya adalah (1) perbedaan intensitas budaya asing yang masuk ke masing-masing daerah dan (2) perbedaan periode (lama waktu) intervensi budaya luar terhadap budaya lokal daerah. Dua faktor utama tersebut berperan dalam membentuk budaya Indonesia saat ini. Dalam perkembangannya, ada unsur yang melatari perkembangan unsur lainnya, yaitu unsur Religi. Unsur tersebut melahirkan pandangan hidup. Buku SKI jilid I ini membahas mengenai religi dan falsafah yang berkembang di Indonesia. Pembahasan tersebut dikemas secara ringkas sehingga dapat diapresiasi oleh pembaca. Religi selalu hadir dalam bentuk apa pun di setiap kebudayaan etnik di dunia. Tak terkecuali etnik di Nusantara. Bentuk Religi dalam wujudnya yang paling pertama adalah menghormati kekuatan yang mengisi ruang alam. Kekuatan tersebut mencakup kekuatan negatif maupun positif. Tak bisa disangkal bahwa kedua kekuatan tersebut hadir dalam kehidupan manusia. Kekuatan tidak berbentuk dan dapat menghuni berbagai ruang seperti bebatuan, sungai, pepohonan atau lembah. Saat peradaban mulai berkembang, religi menyesuaikan bentuknya dengan pemikiran manusia. Ketua kelompok dipilih oleh anggotanya berdasarkan konsep Primus Interpares (yaitu orang yang paling unggul di antara para unggulan). Selama menjadi pemimpin, ketua kelompok diharuskan sanggup menyelenggarakan pesta jasa (fiest of merit) pada seluruh anggotanya. Pesta tersebut bisa berupa pendirian monumen untuk mengenangnya. Monumen tersebut biasanya berbentuk punden berundak, dengan menhir yang menjulang tegak di atasnya. Jika meninggal, roh ketua kelompok akan mendiami puncak-puncak gunung bersama roh leluhur. Roh ketua kelompok dapat dipanggil sewaktu-waktu rakyatnya memerlukan pertolongan dengan memasuki menhir yang menjadi simbolitas. Dengan demikian lahirlah Religi Pemujaan terhadap Arwah Leluhur (ancestor worship) di Nusantara. Demikianlah ketika agama besar dunia hadir ke kehidupan penduduk di kepulauan Nusantara pada awal tarikh Masehi. Dalam bidang religi, nenek moyang kita sudah mempunyai dasar yang baik, yaitu sudah bisa mengidentifikasikan kekuatan supranatural. Mereka sudah mampu mengatur warganya sesuai dengan pandangan hidup terhadap kekuatan supranatural. Mereka juga mampu menciptakan kesenian yang didedikasikan untuk kekuatan supranatural, dan masih banyak lagi bentuk apresiasi lainnya untuk alam supranatural. Agama Hindu dan Buddha yang diterima secara luas di Jawa, Sumatera, Bali, dan sedikit di Kalimantan sebenarnya merupakan pembungkus dari ritual pemujaan terhadap arwah leluhur. Agama Islam, Kristen, Katholik yang datang menyusul mendapatkan sambutan yang baik dan berkembang dengan subur di beberapa wilayah berbeda Nusantara. Perbedaan pendalaman agama-agama besar itu terjadi karena akulturasi dengan lapisan kebudayaan yang sudah mengendap sebelumnya. Hingga dewasa ini kehidupan religi di Indonesia berjalan dengan baik, rasa toleransi, dan melanjutkan tradisi tetap hidup, di antara etnik-etnik besar atau pun kecil. 2. Masa Kejayaan Hindu-Buddha Pada masa kekuasaan Hindu-Buddha, masyarakat bisa mengangkat negeri ini hingga mencapai kejayaan. Masyarakat saat ini masih merasa ikut memiliki peninggalan peradaban tersebut, misalnya peninggalan kerajaan Sriwijaya atau Mataram Kuno. Peninggalan tersebut rupanya bisa dimanfaatkan menjadi sumber penghidupan masyarakat saat ini. Wisatawan berdatangan untuk melihat peninggalan sejarah yang dijadikan sebagai objek wisata, mengagumi kejayaan masa lalu. Hal itu membuktikan bahwa sistem sosial masyarakat di masa lalu tidaklah buruk, bahkan mereka mampu membangun karya monumental yang membanggakan. Masa kejayaan Islam merupakan kebanggaan bagi sebagian masyarakat. Hal itu ditimbulkan dari anggapan bahwa keberhasilan penyebar agama Islam mampu menanamkan kekuasaan di Nusantara. Masyarakat yang tadinya tidak beragama / kafir, bisa diubah menjadi masyarakat yang bermartabat dan agamis. Agama Islam menjadi rujukan pembuatan tata nilai atau seluruh tindakan sosial di Nusantara. Beberapa kesultanan didirikan oleh bangsa Arab atau setidaknya mengadopsi nama-nama Arab yang menandakan mereka adalah Islam. Istilah “sulthan” menjadi sebutan bagi penguasa di berbagai kerajaan kecil yang mampu bertahan. Pertikaian antarkelompok mewarnai kerajaan-kerajaan Islam. Di Aceh, pengikut Hamzah Fansyuri diburu dan seluruh buku karangan Hamzah Fansyuri pun dibakar. Pengikut Ar Raniri, orang Arab dari Kerala, membantu mempertahankan kelangsungan Islam di Aceh. Penyebar Islam di Jawa kebanyakan merujuk pada satu dewan wali yang dikenal dengan Walisongo. Beberapa anggotanya seperti Sunan Kalijogo, Sunan Kudus, Sunan Bonang, Sunan Giri, Sunan Gunung Jati, kyai Pandan Aran masih menjadi tokoh yang sangat dikagumi hingga masa kini. Di Sulawesi ada kesan khusus pada satu tokoh Islam karena dianggap sebagai simbol perlawanan pada kaum kafir, orang Belanda, yaitu Syeh Yusuf yang diasingkan ke Afrika Selatan. Masyarakat Islam Indonesia pada masa kini belum berhasil menghasilkan sesuatu yang bermakna. Mungkin satu-satunya peninggalan kerajaan Islam yang tersisa adalah “Serat Centhini di Jawa”, yang berupa sebuah ensiklopedi yang cukup tebal. Serat itu mungkin hanya tertandingi oleh “La Galigo” dari Sulawesi Selatan yang mungkin dibuat pada masa Kerajaan Sawungaling. Masyarakat saat ini tidak mampu bersatu untuk menciptakan karya-karya monumental seperti masa dahulu. Masa pendudukan Belanda di Indonesia merupakan masa-masa paling gelap. Bangsa Indonesia sama sekali tidak memiliki kesempatan untuk berkembang sebagai suatu bangsa yang mandiri. Kita hanya bisa mengagumi bagaimana bangsa Jepang mampu bertahan dan melakukan restorasi Meiji yang terkenal sehingga menyejajarkan kedudukan Jepang dengan bangsa-bangsa Barat. Selanjutnya, orang-orang yang digolongkan ke kelompok ‘abangan’ ini mampu melahirkan ide-ide cemerlang untuk bangsa. Kita semua mengenal nama-nama seperti Tan Malaka, Douwes Dekker, atau bahkan Bung Karno. Tokoh-tokoh tersebut telah merintis jalur ke arah kemerdekaan dan memungkinkan pembebasan bangsa ini dari segala bentuk penjajahan baik fisik, ekonomi, dan mental spiritual. Sejak 1945, setelah Jepang menyerah pada sekutu, bangsa Indonesia merasa bebas dan bersatu mendirikan negara Indonesia. Undang-undang Dasar 1945 dan Pancasila menjadi landasan falsafah bangsa.

SEJARAH KEBUDAYAAN INDONESIA

1. Zaman Batu dan Logam Indonesia adalah bangsa yang besar dengan sejarah kebudayaan yang sangat panjang. Menurut hasil temuan-temuan yang ada kebudayaan Indonesia sudah dimulai dari zaman Zaman batu, kira-kira 1.7 juta tahun yang lalu. Berdasarkan pendapat-pendapat para ahli prehistoris, zaman batu dibagi menjadi 3, yaitu : a. Zaman Batu Tua (Paleolitikum) b. Zaman Batu Pertengahan (Mesolitikum) c. Zaman Batu Muda (Neolitikum) a. Zaman Batu Tua (Paleolitikum) Periode zaman ini adalah antara tahun 50.000 SM - 10.000 SM. Pada zaman ini, manusia hidup secara nomaden dalam kumpulan kecil untuk mencari makanan. Mereka memburu binatang, menangkap ikan dan mengambil hasil hutan sebagai makanan. Mereka belum bisa bercocok tanam. Mereka menggunakan batu, kayu dan tulang binatang untuk membuat peralatan memburu. Mereka membuat pakaian dari kulit binatang tangkapan mereka. Selain itu, mereka telah pandai menggunakan api untuk memasak, memanaskan badan dan mengusir binatang. b. Zaman Batu Pertengahan (Mesolitikum) Ketika masa mesolitikum, penduduk Indonesia sudah mulai hidup dengan cara menetap dan sudah mulai bercocok tanam secara sederhana untuk memenuhi kebutuhan makanan mereka, disamping berburu hewan dan menangkap ikan. Tempat tinggal yang mereka pilih umumnya berlokasi di tepi pantai (kjokkenmoddinger) dan goa-goa (abris sous roche). · Kjokkenmoddinger adalah sampah dapur yang berisi siput, kerang dan barang-barang hasil kebudayaan seperti kapak genggam, ditemukan di sepanjang pantai timur Pulau Sumatera. · Abris sous roche adalah goa menyerupai ceruk batu karang yang digunakan manusia sebagai tempat tinggal. Ditemukan didaerah Madiun, Besuki, Timor dan Rote. c. Zaman Batu Muda (Neolitikum) Zaman batu muda (Neolitikum) benar-benar membawa revolusi dalam kehidupan manusia. Pada zaman ini, mereka telah hidup menetap, membuat rumah, membentuk kelompok masyarakat desa, bertani dan berternak untuk memenuhi kebutuhan hidup. Sejalan dengan itu revolusi alat-alat penunjang kehidupanpun terjadi. Setelah masa Neolitikum, kemudian kebudayaan Indonesia berlanjut kemasa zaman logam. Hal ini ditandai dengan dikenalnya tekhnik untuk mengecor / mencairkan logam dari biji besi, dan menuangkan kedalam cetakan-cetakan serta mendinginkannya. Oleh karena itulah mereka mampu membuat aneka ragam senjata berburu dan berperang serta alat-alat lain yang mereka perlukan. 2. Kebudayaan Hindu dan Budha Berkat hubungan dagang dengan negara-negara tetangga maupun dengan yang lebih jauh seperti India, Tiongkok, dan wilayah Timur tengah, di Indonesia pun mulai berkembang kerajaan-kerajaan Hindu dan Budha. Agama Hindu masuk ke Indonesia diperkirakan pada awal tarikh Masehi (sekitar abad ke 2 sampai abad ke 4), dibawa oleh para musafir dari India antara lain: Maha Resi Agastya, yang di Jawa terkenal dengan sebutan Batara Guru atau Dwipayana dan juga para musafir dari Tiongkok yakni musafir Budha Pahyien. Agama Budha sendiri mulai masuk ke Indonesia pada sekitar abad ke-5. Agama Budha sendiri dikemudian hari berkembang lebih pesat, dikarenakan dalam agama Budha tidak menghendaki adanya kasta-kasta dalam masyarakat. Kedua agama tersebut tumbuh dan berkembang secara berdampingan secara damai. Kebudayaan Hindu dan Budha beralkulturasi dengan kebudayaan asli Indonesia yang sebelumnya telah ada. Masa kedua agama tersebut ditandai dengan munculnya banyak kerajaan-kerajaan di Nusantara. Berikut adalah daftar kerajaan-kerajaan Hindu-Budha yang ada di Nusantara : · Kerajaan Hindu/Buddha di Kalimantan a. Kerajaan Kutai · Kerajaan Hindu/Buddha di Jawa a. Kerajaan Salakanagara (150-362) b. Kerajaan Tarumanegara (358-669) c. Kerajaan Sunda Galuh (669-1482) d. Kerajaan Kalingga e. Kerajaan Mataram Hindu f. Kerajaan Kadiri (1042 - 1222) g. Kerajaan Singasari (1222-1292) h. Kerajaan Majapahit (1292-1527) · Kerajaan Hindu/Buddha di Sumatra a. Kerajaan Malayu Dharmasraya b. Kerajaan Sriwijaya Baik penganut agama Budha dan Hindu sama-sama melahirkan karya-karya budaya yang bernilai tinggi dalam seni bangunan/arsitektur, seni pahat, seni ukir maupun seni sastra, seperti tercermin dalam bangunan/arsitektur, relief-relief yang dibuat dalam dalam candi-candi di Jawa Tengah maupun Jawa Timur. Candi-candi yang dimaksud diantaranya : Borobudur, Mendut, Prambanan, Kalasan (Jawa Tengah), Badut, Kidal, Jago, Singosari (Jawa Timur). Candi Borobudur sendiri adalah candi terbesar dan termegah di Asia Tenggara. 3. Kebudayaan Islam Pada abad ke 11, diperkirakan agama Islam telah masuk ke Indonesia, khususnya daerah Jawa dan Sumatra. Hal ini ditandai dengan ditemukannya makam dari seorang wanita islam di kota Gresik. Islam sendiri masuk ke Indonesia melalui jalur perdagangan, di bawa oleh para saudagar-saudagar yang berasal dari Timur Tengah. Karena Islam masuk dengan damai tanpa adanya pemaksaan, Islam pun dengan cepat dapat berkembang di Indonesia. Bersamaan dengan makin surutnya kejayaan Majapahit di Nusantara pada abad ke-15, muncullah kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara. Kerajaan-kerajaan yang dimaksud adalah kerajaan Malaka di Semenanjung Malaka, kerajaan Aceh di Ujung Pulau Sumatera, kerajaan Banten di Jawa Barat, kerajaan Demak dipesisir Utara pulau Jawa Tengah. Persebaran Islam di Indonesia, khususnya di jawa sebagian besar dilakukan oleh wali songo. "Walisongo" berarti sembilan orang wali. Mereka adalah Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Dradjad, Sunan Kalijaga, Sunan Kudus, Sunan Muria, dan Sunan Gunung Jati. Mereka tidak hidup pada saat yang persis bersamaan. Namun satu sama lain mempunyai keterkaitan erat, bila tidak dalam ikatan darah juga dalam hubungan guru-murid. Mereka tinggal di pantai utara Jawa dari awal abad 15 hingga pertengahan abad 16, di tiga wilayah penting. Yakni Surabaya-Gresik-Lamongan di Jawa Timur, Demak-Kudus-Muria di Jawa Tengah, serta Cirebon di Jawa Barat. Mereka adalah para intelektual yang menjadi pembaharu masyarakat pada masanya. Mereka mengenalkan berbagai bentuk peradaban baru: mulai dari kesehatan, bercocok tanam, niaga, kebudayaan dan kesenian, kemasyarakatan hingga pemerintahan. Era Walisongo adalah era berakhirnya dominasi Hindu-Budha dalam budaya Nusantara untuk digantikan dengan kebudayaan Islam. Mereka adalah simbol penyebaran Islam di Indonesia. Khususnya di Jawa. Tentu banyak tokoh lain yang juga berperan. Namun peranan mereka yang sangat besar dalam mendirikan Kerajaan Islam di Jawa, juga pengaruhnya terhadap kebudayaan masyarakat secara luas serta dakwah secara langsung, membuat "sembilan wali" ini lebih banyak disebut dibanding yang lain. Sekarang agama islam telah menjadi agama terbesar di Indonesia, dengan persentase sekitar 90% warga Indonesia memeluk agama Islam. Bahkan Indonesia sekarang adalah negara dengan jumlah pemeluk agama Islam di dunia. Tak dapat dipungkiri lagi bahwa kebudayaan islam adalah pemberi saham yang besar dalam perkembangan kebudayaan dan kepribadian bangsa. 4. Kebudayaan Barat Dimulai dengan kedatangan bangsa Portugis pada tahun 1512 di Ternate, setelah itu disusul oleh Spanyol dan Belanda. Inilah awal dari masuknya kebudayaan Barat di Indonesia. Portugis dan Belanda yang akhirnya menjajah nusantara juga menyebarkan agama Nasrani di Indonesia, terutama di wilayah-wilayah yang hampir belum tersentuh agama Islam. Selama sekitar 350 Indonesia dijajah oleh bangsa asing, selama itu pula Indonesia mendapat masukan kebudayaan dari barat. Setelah Indonesia dikuasai mereka, munculnya budaya-budaya barat, contohnya bangunan-bangunan bergaya arsitektur barat, tradisi-tradisi dari barat seperti acara pesta dansa, dan lain-lain. 5. Kebudayaan dan Kepribadian Sudah menjadi watak dan kepribadian Timur pada umumnya, serta masyarakat Jawa khususnya, bahwa dalam menerima setiap kebudayaan yang datang dari luar, kebudayaan yang dimilikinya tidaklah diabaikan. Hal ini harus kita pertahankan terus untuk memfilter kebudayaan asing yang tidak sesuai dengan kebudayaan kita. Kita harus menjaga kebudayaan kita dengan baik agar kebudayaan kita berkembang makin baik dan kita tidak kehilangan jati diri kita sebagai bangsa Indonesia.

Kamis, 27 September 2012

Kompas, edisi khusus ulang tahun, Rabu, 28 Juni 2000. Jasad Marsinah diketahui publik tergeletak di sebuah gubuk berdinding terbuka di pinggir sawah dekat hutan jati, di dusun Jegong, desa Wilangan, kabupaten Nganjuk, lebih seratus kilometer dari pondokannya di pemukiman buruh desa Siring, Porong. Tak pernah diketahui dengan pasti siapa yang meletakkan mayatnya, siapa yang kebetulan menemukkannya pertama kali, dan kapan? Sabtu 8 Mei 1993 atau keesokan hari Minggunya? Seperti juga tak pernah terungkap melalui cara apapun: liputan pers, pencaraian fakta, penyidikan polisi, bahkan para dukun maupun pengadilan, oleh siapa ia dianaya dan di(ter)bunuh? Di mana dan kapan ia meregang nyawa, Rabu malam 5 Mei 1993 atau beberapa hari sesudahnya? Kita cuma bisa berspekulasi dan menduga-duga. Kita memang bisa mereka-reka motif pembunuhan dan menafsirkan kesimpulannya senidri. Tapi kita tak mampu mengungkap fakta-faktanya. Kunci kematiannya tetap gelap penuh misteri hingga kini, walau tujuh tahun berselang. Memang bukan fakta-fakta pembunuhan itu yang penting kemudian, melainkan jalinan citra yang tersusun melalui serangkain pertarungan wacana yang rumit. Para pembunuh mengesankan Marsinah diperkosa. Para aktivis perburuhan menyanjungnya sebagai suri teladan pejuang buruh. Penguasa militer pusat dibantu setempat merekayasa penyelubungan kasusnya sekaligus menyusun skenario peradilan. Kepolisian setempat menyidik tersangka palsu. Para feminis mengagungkannya sebagai korban kekerasan perempuan. Para seniman mendramatisasi nasibnya ke dalam lagu, mengabadikanya dalam monumen, patung, lukisan, panggung teater dan seni rupa instalasi. Para aktivis hak asasi menganugerahi Yap Thiam Hien Award bagi kegigihannya. Khalayak awam prihatin dan bersimpati membuka dompet sumbangan bagi keluarganya. Para birokrat serikat pekerja melambangkanya sebagai korban kesewenangan majikan. Keluarganya sendiri yang sederhana, sebagaimana kebanyakan sikap keluarga pedesaan Jawa, menerimanya dengan pasrah dan tabah. Dan seterusnya, dan seterusnya. Marsinah, tipikal buruh perempuan desa yang mengkota tapi terpinggirkan, tiba-tiba muncul sebagai pahlawan di tengah hiruk pikuk industrialisasi manufaktur dan represi penguasa di pertengahan dasawarsa 90-an. Ia bukan hanya mewakili ‘nasib malang’ jutaan buruh perempuan yang menggantungkan masa depannya pada pabrik-pabrik padat karya berupah rendah, berkondisi kerja buruk, dan tak terlindungi hukum, tapi pembunuhannya yang dimediasikan dan diartikulasikan oleh media massa menyediakan arena diskursif bagi pertarungan berbagai kepentingan dan hubungan kuasa: buruh-buruh, pengusaha, serikat buruh, lembaga swadaya masyarakat, birokrasi militer, kepolisian, dan sistem peradilan. Marsinah anak kedua dari tiga bersaudara yang semuanya perempuan, Marsini kakaknya dan Wijiati adiknya, lahir dari pasangan Astin dan Sumini di desa Nglundo, kecamatan Sukomoro, kabupaten Nganjuk. Ibunya meninggal saat ia berusia 3 tahun (lahir 1968) dan adiknya Wijiati berumur 40 hari. Ayahnya kemudian menikah lagi dengan dengan Sarini, perempuan dari desa lain. Sejak itulah Marsinah kecil diasuh neneknya, Paerah, yang tinggal bersama paman dan bibinya, pasangan Suraji-Sini. Tak ada yang istimewa dari masa kecil Marsinah. Ia tipikal anak perempuan kalangan menengah pedesaan yang hidup subsisten, tak terlampau miskin, walaupun tidak kaya. Seperti mayoritas anak-anak pedesaan di Indonesia, juga di negeri-negeri Dunia Ketiga lainnya, ia sudah bekerja pada usia dini dan tampak lebih dewasa dari usianya. Bekerja bagi mereka sangat lazim, termasuk kerja upahan di rumah maupun di pabrik. Sepulang sekolah, ia membantu neneknya menjual beli gabah dan jagung, dan menerima sekedar upah untuk mengangkut gabah dengan bersepeda dari sawah atau rumah orang yang gabahnya sudah dibeli. Di kalangan teman-teman dan gurunyanya, di SD Negeri Nglundo, meskipun kepandaiannya dipandang biasa-biasa saja, tapi kerajinan, minat baca, sikap kritis dan tanggungjawabnya menonjol. Setiap tugas sekolah selalu berupaya diselesikannya. Jika ada penuturan gurunya yang kurang jelas, tak segan ia mengacungkan tangan meminta penjelasan. Setelah naik kelas VI, ia pindah ke SDN Karangsemi, dan kemudian melanjutkan ke SMP Negeri V Nganjuk pada tahun ajaran 1981/82. Di sinilah, sebagaimana harapan banyak anak Indonesia sesusianya, cita-citanya terbentuk. Mencoba melanjutkan ke SMA Negeri, namun gagal, dan akhirnya ke SMA Muhammadiyah dengan bantuan biaya seorang pamannya yang lain. Di SLTA, minat bacanya semakin meluas. Di waktu senggang ia lebih banyak ke perpustakaan ketimbang bermain. Lagi-lagi seperti banyak gadis desa sebayanya, cita-citanya untuk melanjutkan ke Fakultas Hukum kandas, karena keluarganya tak mampu membiayai kuliah. Tak ada pilihan lain kecuali mencari lapangan kerja di kota besar. Tahun 1989, ia ke Surabaya, menumpang di rumah kakaknya, Marsini, yang sudah berkeluarga. Setelah berkali-kali melamar kerja ke berbagai perusahaan, akhirnya Marsinah diterima bekerja pertama kali di pabrik plastik SKW kawasan industri Rungkut. Gajinya jauh dari cukup. Untuk memperoleh tambahan penghasilan ia nyambi jualan nasi bungkus di sekitar pabrik seharaga Rp.150,-/bungkus. Sebelum akhirnya, tahun 1990, bekerja di PT Catur Putra Surya –Rungkut, ia sempat bekerja di sebuah perusahaan pengemasan barang. Urbanisasi, berdagang untuk penghasilan tambahan, dan berpindah kerja dari satu pabrik ke pabrik lainnya untuk mendapatkan upah yang lebih layak, merupakan kisah klasik buruh perempuan di Jawa sejak awal dasawarsa 80-an. Di pabrik pembuatan arloji di Rungkut, Surabaya, dengan beberapa kawannya, Marsinah menuntut berdirinya unit serikat pekerja formal (SPSI). Tuntutan inilah mungkin membuatnya dipindah pihak menejemen ke pabrik PT CPS lainnya di Porong, Sidoarjo pada awal tahun 1992. Ia mondok di pemukiman sekitar pabrik, desa Siring, dan bekerja sebagai operator mesin bagian injeksi dengan upah Rp. 1.700,- dan uang hadir Rp. 550,- per hari. Di pabrik itu, seperti kebanyakan buruh lainnya, Marsinah bukanlah termasuk kelompok aktivis. Ia tidak masuk dalam kepengurusan unit kerja SPSI di pabrik ini maupun ikut kelompok informal buruh yang sering berdiskusi membahas kondisi kerja mereka. Waktu luangnya dimanfaatkan secara pribadi untuk mengikuti kursus komputer dan bahasa Inggris. Belajar menambah pengetahuan menjadi hasratnya sejak bersekolah dulu, karena ia percaya melalui pendidikanlah masa depan seseorang menjadi lebih baik. Suatu common sense yang dianut banyak orang. Pemogokan buruh untuk meningkatkan posisi berunding mereka merupakan hal umum pada ribuan perusahaan manufaktur di berbagai kawasan industri sejak akhir dasawarsa 80-an. Akibat kebijakan upah buruh murah pemerintah dan industrialisasi berorientasi ekspor, sengketa perburuhan meluas. Intensitas dan skala pemogokan meningkat luar biasa sejak awal 90-an. Tiada hari tanpa pemogokan atau unjuk rasa. Meskipun lebih bersifat spontan atau sporadis, sangat jarang terjadi gelombang pemogokan yang terorganisasikan. Sebabnya sangat jelas, karena lemah atau dilemahkannya serikat buruh serta kendali represif pemerintah yang sangat kokoh melalui birokrasi sipil dan militernya hingga ke kawasan pabrik. Dalam konteks ekonomi-politik inilah tuntutan buruh-buruh PT CPS di akhir April 1993 dan pemogokan mereka, 3-4 Mei 1993, yang berujung pada pembunuhan Marsinah, musti diletakkan. Tetapi dalam seluruh aktivitas perundingan yang melibatkan 24 orang perwakilan buruh (15 di antaranya wakil buruh yang dipilih spontan, dan sisanya 9 orang pengurus SPSI setempat) maupun aksi mogok di PT CPS, 3-4 Mei tersebut, Marsinah tak pernah ikut serta. Pada pemogokan 4 Mei, saat perundingan berlangsung antara wakil buruh dan para birkorat yang melibatkan pejabat Depnaker, DPC SPSI, Kanwil Sospol Sidorjo dan jajaran Muspika setemapat termasuk wakil Polsek dan Danramil Sidorjo, berlangsung di kantor pabrik, ia malah bekerja seperti biasa. Sementara, pagi hingga menjelang siang itu juga, seorang kawannya yang dituding sebagai pemrakarsa pemogokan tengah memenuhi surat panggilan Kodim dan dinterogasi di Makodim Sidoarjo. Perundingan yang tidak melibatkan pihak perusahaan itu sendiri berjalan lancar. Meskipun ada beberapa kompromi, hampir semua butir tuntutan buruh terpenuhi. Kecuali tuntutan yang lebih ‘politis’ seperti pembubaran unit kerja SPSI yang dianggap tidak berfungsi mewakili kepentingan mereka. Hal-hal yang dalam wacana pemerintah dipandang sebagai soal-soal normatif seperti kenaikan upah sesuai peraturan UMR, perhitungan upah lembur, cuti haid dan cuti hamil, dijanjikan pihak perusahaan. Meskipun demikian, dalam kerangka bekerjanya rejim pengandali buruh di Indonesia, seperti di negara-negara miltary-beareucratic-authoritarian lainnya, aparat militer menduduki peran sentral. Mereka bukan hanya centéng yang menjadi penjaga malam kepentingan para pemodal, tapi lebih dari itu adalah patron yang kekuasaannya melampaui imperatif kepentingan modal. Sudah menjadi rahasia umum, jajaran birokrasi komando teretorial Orde Baru memperoleh sumber daya ekonominya dari memeras para pengusaha. Baik buruh maupun majikan disandera untuk menciptakan ancaman satu sama lain. Dari ancaman itulah birokrasi militer memperoleh uang. Pada momen tertentu, meski tak harus melalui upaya provokasi, pemogokan buruh dijadikan senjata untuk menodong para pemilik perusahaan agar mereka rela mengeluarkan biaya-biaya keamanan. Pada momen yang lain, dan ini yang sering terjadi, buruh-buruh diancam, diintimidasi dan dikontrol sepenuhnya dalam kendali mereka, bukan kendali pabrik. Apa yang terjadi sore hari 4 Mei 1993 adalah awal dari ujung kematian Marsinah. Menyimpang dari ‘logika’ suksesnya sebuah perundingan, 13 buruh PT CPS yang dicap sebagai dalang oleh penguasa militer setempat dipanggil melalui surat yang ditandatangani sekretaris kelurahan Desa Siring agar menghadap Pasi Intel Kodim 0816 Sidoarjo. Malamnya, di pemukiman buruh sekitar pabrik, mengetahui teman-temanya besok akan dipanggil, Marsinah menulis suatu catatan kepada seorang temannnya. Isinya semacam petunjuk jawaban bagi rekan-rekannya bila mereka dinterogasi di Kodim. Ia pun mengatakan pada kepada rekan-rekannya, bila mereka diancam Kodim, ia akan membawa perosalan ini ke seorang pamannya di Kejaksaan Surabaya. Rabu 5 Mei 1993, 13 buruh PT CPS memenuhi panggilan Kodim. Di markasnya, Sidoarjo, mereka dipaksa menandatangani surat pengunduran diri di atas kertas bermaterai dengan berbagai intimidasi maupun bujukan, termasuk akan diberi uang pesangon dan ‘uang kebijaksanaan’. Tak ada pilihan lain bagi mereka kecuali patuh, menandatangani surat tersebut. Selepas Maghrib, mereka menerima pembagian uang pesangon yang diberikan langsung oleh pihak menejemen di markas itu. Sempat terlontar dari salah seorang menejer PT CPS bahwa pemecatan tersebut bukan kemauan perusahaan, tapi kehendak Kodim. Suatu kaidah normal dalam logika rejim pengendali buruh. Sementara itu, sepulang kerja giliran pagi, Marsinah bertemu dengan salah satu temannya dan mengingatkan rencana pertemuan para buruh untuk mendengar informasi rekan-rekannnya yang dipanggil. Di rumah pondokannya, ia membuat surat pernyataan kepada perusahaan, yang dituliskan oleh teman satu kosnya yang juga buruh PT CPS. Sorenya, surat itu difotokopi dan berencana dibagikan ke teman-temannya pada pertemuan malama hari. Tadinya surat itu hendak disampaikan ke perusahaan melalui ketua unit kerja SPSI PT CPS, tapi Marsinah dan seorang temannya yang memboncengkannya dengan motor tidak berhasil menemukan rumah si ketua. Akhirnya ia sampaikkan langsung ke pabrik melalui satpam. Memenuhi rasa ingin tahu perkembangan ke-13 teman-temannya, sepulang mengantar surat, Marsinah kembali ke pondokan seorang temannya. Menjelang Maghrib, bersama empat temannya mereka memutuskan menyusul ke Kodim untuk mencari kabar. Tiga temannya naik kendaraan umum. Ia sendiri membonceng sepeda motor, dan sempat tersesat hingga pusat kota Sidoarjo. Di Makodim Sidoarjo, tiga temannya sudah tiba lebih dulu. Tapi mereka semua terlambat. Ke 13 temannya sudah kembali pulang. Dalam perjalalan pulang besepeda motor, Marsinah sempat mampir ke beberapa teman buruhnya untuk membagi-bagikan foto kopi surat pernyataannya. Di perempatan desa Siring, Marsinah bertemu dengan empat dari 13 temannya. Karena silang pembicaraan di antara mereka terlalu ramai, Marsinah mengajak dua orang temannya bercakap-cakap di teras rumah pondokannya. Ia menceritakan bahwa telah membuat surat ke perusahaan dan menunjukkannya. Sebaliknya, Marsinah sangat terkejut dan gusar, ketika mengetahui ke-13 buruh yang dianggap biang pemogokan sudah dipecat di Makodim. Ia tidak menerima pemecatan itu, dan menegaskan akan mengadu ke pamanya yang jaksa di Surabaya itu. Setalah teman-temannya pamit pulang, Marsinah masuk ke dalam rumah. Beberapa menit kemudian ia pamit kepada ibu pondokannya untuk ke rumah seorang teman perempuannya. Ia mengenakan kaos putih, rok coklat dan bersandal jepit. Tapi ia tidak bertemu temannya itu karena kerja giliran malam. Dalam perjalanan kembali ke pondokannya, ia berjumpa dengan dua orang kawannya yang lain, lalu mengajak mereka ke rumah pondokan teman lainnya untuk meminta Surat Persetujuan Bersama hasil perundingan 4 Mei 1993. Baginya surat kesapakatan itu penting untuk memastikan janji pihak perusahaan pada butir 10 kesepakatan tersebut, (kutipan aslinya): “Sehubungan dengan unjuk rasa ini (pemogokan kerja), pengusaha dimohon untuk tidak mencari-cari kesalahan karyawan” Tetapi kesalahan buruh tetap dicari, dengan akibat pemecatan mereka. Janji tidak dipatuhi. Ia merasa diperlakukan sewenang-wenang, tidak adil. Kuasa otoriter tiba-tiba muncul dihadapannya, mengoyak akal sehatnya. Membuatnya geram, merasa dikhianati. Meskipun belum jelas baginya, siapa yang berkhianat? Pihak perusahaan atau Kodim? Tak seorangpun dapat mengetahui apa yang ada dalam benak Marsinah malam itu: Rabu 5 Mei 1993. Yang diketahui, sepulang dari rumah temannya yang memberi Surat Persetujuan tersebut, ia mengajak dua kawan yang menemaninya untuk membeli makanan. Tapi karena sudah larut malam, menjelang setangah sepuluh, keduanya menolak. Mereka berpisah di bawah pohon mangga dekat Tugu Kuning, desa Siring. Sejak saat itulah ia ‘hilang’. Tak ada yang mengetahui kemana Marsinah pergi. Mungkin ia pergi makan, atau bertemu seseorang, yang mungkin ‘menculiknya’. Atau mungkin ia kembali ke Makodim Sidoarjo? Yang bisa dipastikan, ia tidak kembali ke pondokannya malam itu. Ia tidak pergi ke pabrik. Ia juga tidak berkunjung ke rumah pamannya di Surabaya. Missing link itu tak pernah terungkap di pengadilan sesat yang sarat rekayasa. Majikannya, pemilik PT CPS, para menejer perusahaan, bagian personalia, kepala bagian mesin, dan seorang satpam dan seorang supir perusahaan disekap dan disiksa Bakorstranasda selama 19 hari, di bulan Oktober 1993. Mereka dituduh bersekongkol memperkosa, menganiaya dan kemudian membunuh Marsinah. Bersama Danramil Porong, mereka diadili dan diputus bersalah oleh Pengadilan Militer dan Pengadilan Negeri Sidoarjo, dan diperkuat Pengadilan Tinggir Surabaya setahun kemudian. Meskipun dua tahun kemudian, 3 Mei 1995, mereka divonis bebas Mahkamah Agung, tapi ini hanya menunjukkan betapa sistem peradilan dan hukum kita bukan tempat untuk menegakkan keadilan. Maka penyelidikan dan penyidikan ulang dilakukan, pertangahan 1995. Kepolisian RI turun tangan. Tim forensik dari Jakarta membongkar ulang (yang ketiga kalinya!) makam Marsinah. Berbagai komentar dan analisa merebak di surat kabar. Komnas HAM mendukung penyelidikan ulang. Panglima ABRI menginstruksikan pengusutan. Bahkan Menaker Abdul Latief berjanji mengungkapnya hingga tuntas, dan Presiden Suharto kala itu mendukungnya. Namun tak ada ‘hasil’ apapaun yang dicapai dari hiruk-pikuk wacana itu. Isu-isu lain menelan kasus ini kembali ke bawah permukaan, dan orang lupa atau coba melupakannya. Pun saat rejim berganti. Ingatan banyak orang mencuat kembali. Baik pemerintahan Habibie maupun Gus Dur menunjukkan niatnya untuk mengungkap kegegeran lama itu, apapun penyebabnya: tekanan internasional, tuntutan LSM, legitimasi politik, hak asasi manusia, rasa bersalah ataupun upaya sungguh-sungguh untuk menegakkan keadilan, rule of law. Bahkan, terakhir ini, DPRD Jawa Timur sudah meminta keterangan dan penjelasan beberapa perwira tinggi dan intelejen ABRI yang dianggap mengetahui dan bertanggungjawab atas kebijakan rejim saat itu. Mereka semua mengelak. Tak ada informasi yang signifikan, tak ada argumen yang bermakna, tak ada fakta-fakta dan bukit-bukti ‘baru’, yang dapat dijadikan dasar bagi upaya meraih keadilan. Semua pertanyaan kunci sederhana tak pernah terjawab: kapan Marsinah mati, di mana, oleh siapa, dengan cara bagaimana? Atau mungkin memang tak hendak dijawab, oleh siapapun kita. Kita merasa cukup puas, bahkan terpuaskan, sekedar menyatakan: “Marsinah, seperti halnya sebagaian besar kita, adalah korban dari suatu mesin kekuasaan dan kekerasan, yang bernama Orde Baru”. Dan kita merasa mampu, dengan rasa bangga, menobatkannya menjadi seorang pahlawan, yang mengasingkan dirinya, juga diri kita, dari kehidupan sehari-hari. Karena kita masih menjadi bagian: Orde Baru.
Artikel dikolom kiri Artikel dikolom tengah Artikel dikolom kanan

Menyunting Sejarah Indonesia (bagian)

== Dampak Spanyol Bagi Ekonomi Indonesia Utara == Diplomasi para pemimpin pemerintahan Walak mendekati Belanda berhasil mengusir Spanyol dari Minahasa. Namun konsekwensi yang harus dialami adalah rintisan jalur niaga laut di Pasifik hasil rintisan Spanyol sejak abad ke-17 terhenti dan memengaruhi perekonomian Sulawesi Utara. Sebab jalur niaga ini sangat bermanfaat bagi penyebaran komoditi eskpor ke Pasifik. Sejak itupun pelabuhan Manado menjadi sepi dan tidak berkembang yang turut memengaruhi pengembangan kawasan Indonesia bagian Timur hingga Pasifik Barat Daya. Dilain pihak, pelabuhan Manado hanya menjadi persinggahan jalur niaga dari Selatan (berpusat di Surabaya, Tanjung Priok yang dibangun oleh Belanda sejak abad ke-XVIII) ke Asia-Timur melalui lintasan Selat Makassar. Itupun hanya digunakan musiman saat laut Cina Selatan tidak di landa gelombang ganas bagi kapal-kapal. Sedangkan semua jalur niaga Asia-Timur dipusatkan melalui Laut Cina Selatan, Selat Malaka, Samudera Hindia, Tanjung Harapan Atlantik-Utara yang merupakan pusat perdagangan dunia. Sebagai akibatnya kegiatan hubungan ekonomi diseputar Laut Sulawesi secara langsung dengan dunia luar praktis terlantar. Karena penyaluran semua komoditi diseluruh gugusan nusantara melulu diatur oleh Batavia yang mengendalikan semua jaringan tata-niaga dibawah kebijakan satu pintu. Penekanan ini membawa derita berkepanjangan bagi kegiatan usaha penduduk pedalaman Minahasa.

Palagan Ambarawa 12-15 Desember 1945

Perjuangan heroik rakyat Indonesia dalam mempertahankan dan memperjuangkan Kemerdekaannya sungguh tidak bisa diabaikan begitu saja, mereka bahu membahu dengan segala golongan, mulai dari petani, pedagang, guru, hingga para pelajar bersama dengan tentara tanpa mengenal rasa lelah, takut serta kelaparan berjuang menghadapi desingan peluru serta berondongan persenjataan modern milik para penjajah. Sungguh perjuangan yang sangat menguras tenaga dan airmata, mengorbankan segalanya baik nyawa ataupun harta. Beribu bahkan berjuta nyawa rakyat Indonesia melayang demi kemerdekaan bangsa ini, mereka rela menyerahkan nyawanya menjadi martir demi anak cucunya nanti. Seperti yang terjadi di Ambarawa, sebuah daerah yang terletak di sebelah selatan kota Semarang-Jawa Tengah, dimana rakyat beserta tentara Indonesia berjuang mempertahankan daerahnya dari cengkeraman tentara sekutu yang mencoba membebaskan para tahanan tentara Belanda ( NICA ). Pada tanggal 20 Oktober 1945, tentara Sekutu di bawah pimpinan Brigadir Bethell mendarat di Semarang dengan maksud mengurus tawanan perang dan tentara Jepang yang berada di Jawa Tengah. Kedatangan sekutu ini diboncengi oleh NICA. Kedatangan Sekutu ini mulanya disambut baik, bahkan Gubernur Jawa Tegah Mr. Wongsonegoro menyepakati akan menyediakan bahan makanan dan keperluan lain bagi kelancaran tugas Sekutu, sedang Sekutu berjanji tidak akan mengganggu kedaulatan Republik Indonesia. Namun, ketika pasukan Sekutu dan NICA telah sampai di Ambarawa dan Magelang untuk membebaskan para tawanan tentara Belanda, justru mempersenjatai mereka sehingga menimbulkan amarah pihak Indonesia. Insiden bersenjata timbul di kota Magelang, hingga terjadi pertempuran. Di Magelang, tentara Sekutu bertindak sebagai penguasa yang mencoba melucuti Tentara Keamanan Rakyat ( TKR ) dan membuat kekacauan. TKR Resimen Magelang pimpinan M. Sarbini membalas tindakan tersebut dengan mengepung tentara Sekutu dari segala penjuru. Namun mereka selamat dari kehancuran berkat campur tangan Presiden Soekarno yang berhasil menenangkan suasana. Kemudian pasukan Sekutu secara diam-diam meninggalkan Kota Magelang menuju ke benteng Ambarawa. Akibat peristiwa tersebut, Resimen Kedu Tengah di bawah pimpinan Letnan Kolonel M. Sarbini segera mengadakan pengejaran terhadap mereka. Gerakan mundur tentara Sekutu tertahan di Desa Jambu karena dihadang oleh pasukan Angkatan Muda di bawah pimpinan Oni Sastrodihardjo yang diperkuat oleh pasukan gabungan dari Ambarawa, Suruh dan Surakarta. Sekutu kembali dihadang oleh Batalyon I Suryosumpeno di Ngipik. Pada saat pengunduran, tentara Sekutu mencoba menduduki dua desa di sekitar Ambarawa. Pasukan Indonesia di bawah pimpinan Letnan Kolonel Isdiman berusaha membebaskan kedua desa tersebut, Letnan Kolonel Isdiman gugur. Sejak gugurnya Letkol Isdiman, Komandan Divisi V Banyumas, Soedirman merasa kehilangan perwira terbaiknya dan ia langsung turun ke lapangan untuk memimpin pertempuran. Kehadiran Kolonel Sudirman memberikan nafas baru kepada pasukan-pasukan RI. Koordinasi diadakan diantara komando-komando sektor dan pengepungan terhadap musuh semakin ketat. Siasat yang diterapkan adalah serangan pendadakan serentak di semua sektor. Bala bantuan terus mengalir dari Yogyakarta, Solo, Salatiga, Purwokerto, Magelang, Semarang, dan lain-lain. Tanggal 23 Nopember 1945 ketika matahari mulai terbit, mulailah tembak-menembak dengan pasukan Sekutu yang bertahan di kompleks gereja dan pekuburan Belanda di Jalan Margo Agung. Pasukan Indonesia antara lain dari Yon Imam Adrongi, Yon Soeharto dan Yon Sugeng. Tentara Sekutu mengerahkan tawanan-tawanan Jepang dengan diperkuat tanknya, menyusup ke kedudukan Indonesia dari arah belakang, karena itu pasukan Indonesia pindah ke Bedono. Pada tanggal 11 Desember 1945, Kolonel Soedirman mengadakan rapat dengan para Komandan Sektor TKR dan Laskar. Pada tanggal 12 Desember 1945 jam 04.30 pagi, serangan mulai dilancarkan. Pertempuran berkobar di Ambarawa. Satu setengah jam kemudian, jalan raya Semarang-Ambarawa dikuasai oleh kesatuan-kesatuan TKR. Pertempuran Ambarawa berlangsung sengit, Kolonel Soedirman langsung memimpin pasukannya yang menggunakan taktik gelar supit urang, atau pengepungan rangkap sehingga musuh benar-benar terkurung. Suplai dan komunikasi dengan pasukan induknya terputus sama sekali. Setelah bertempur selama 4 hari, pada tanggal 15 Desember 1945 pertempuran berakhir dan Indonesia berhasil merebut Ambarawa dan Sekutu dibuat mundur ke Semarang. Kedahsyatan Palagan Ambarawa juga tercermin dalam laporan pihak Inggris yang menulis: “The battle of Ambarawa had been a fierce struggle between Indonesian troops and Pemuda and, on the other hand, Indian soldiers, assisted by a Japanese company….” Yang juga ditambahi dengan kalimat, “The British had bombed Ungaran intensively to open the road and strafed Ambarawa from air repeatedly. Air raids too had taken place upon Solo and Yogya, to destroy the local radio stations, from where the fighting spirit was sustained…” Kemenangan pertempuran ini kini diabadikan dengan didirikannya Monumen Palagan Ambarawa dan diperingatinya Hari Jadi TNI Angkatan Darat atau Hari Juang Kartika. Dan hingga kini, darah pejuang yang membasahi bumi Ambarawa adalah bukti dari keteguhan serta pengorbanan untuk mempertahankan harga diri bangsa yang harus tetap kita pertahankan sampai kapanpun.

I Love INDONESIA

Total Tayangan Halaman

Fairuz's COM

Jika Anda Cinta INDONESIA Klik Like Ia..... :D

blog-indonesia.com
Flag Counter

Sabtu, 29 September 2012

SEJARAH KEBUDAYAAN INDONESIA PENGARUH HINDU-BUDHA
ASAL USUL BANGSA INDONESIA Kajian Bahasa : H. Kern Persebaran benda-benda masa perunggu : Von Heine Geldern KEHIDUPAN MASA PRASEJ...
Sejarah Singkat Pusat Kebudayaan Indonesia di Mesir
1336672955288498356 Pusat Kebudayaan dan Informasi (PUSKIN) KBRI Kairo merupakan sebuah lembaga [badan hukum] yang bertujuan mempromosika...
Pak Soekarno dan Kebudayaan Indonesia Atas Malaysia
1340159631376398023 Presiden Soekarno saat berpidato. Sumber:http://www.merdeka.com/peristiwa/ini-cara-soekarno-beli-bh-di-amerika.html ”K...
SEJARAH KEBUDAYAAN SEJAK ZAMAN MERDEKA
Buku Sejarah Kebudayaan Indonesia (SKI) mengulas tahapan perkembangan kebudayaan Indonesia pada setiap periode. Perencanaan peluncuran buku ...
SEJARAH KEBUDAYAAN INDONESIA
1. Zaman Batu dan Logam Indonesia adalah bangsa yang besar dengan sejarah kebudayaan yang sangat panjang. Menurut hasil temuan-temuan yan...


Kamis, 27 September 2012


Kompas, edisi khusus ulang tahun, Rabu, 28 Juni 2000. Jasad Marsinah diketahui publik tergeletak di sebuah gubuk berdinding terbuka di ping...

Artikel dikolom kiri Artikel dikolom tengah Artikel dikolom kanan
Menyunting Sejarah Indonesia (bagian)
== Dampak Spanyol Bagi Ekonomi Indonesia Utara == Diplomasi para pemimpin pemerintahan Walak mendekati Belanda berhasil mengusir Spanyol da...
Palagan Ambarawa 12-15 Desember 1945
Perjuangan heroik rakyat Indonesia dalam mempertahankan dan memperjuangkan Kemerdekaannya sungguh tidak bisa diabaikan begitu saja, mereka ...

Free INDONESIA Cursors at www.totallyfreecursors.com
Microsoft Windows 2000 Professional with SP4 - Indowebster.com Date upload: 1-Sep-2008 Size: 380.81 MB

Entri Populer

 
Template Indonesia | Cintailah Tanah Air Kita Seperti Kita Cinta Dengan Kedua Orang Tua Kita
Aku cinta Indonesia